Tanah Kelahiran dan Kematian
Sudah taat dalam membayar pajak
Hidup masih terasa tidak layak
Mati pun kian sulit untuk nyenyak
Tanah kota sudah mulai sesak
Rakyat tidak lagi jadi prioritas
yang dibicarakan hanya likuiditas
Kota yang tidak ramah untuk penyintas
yang miskin dianggap barang bekas
Anak miskin yang terlahir
Berharap hidupnya tak berakhir
Mencoba untuk merubah takdir
Kemudian disuruh rajin ikut zikir
Matinya orang siapa yang tahu
Tiba-tiba ajal datang menjemputku
Meski nanti terganti yang baru
Tapi matiku tidak ada yang mau tahu
Kita semua menjadi bagian dari peradaban
Tinggal di daerah kumuh atau di gedongan
tetap akan kembali ke tanah kuburan
Di tanah ini kita besar dan disemayamkan
. Â . Â .
Puisi ditulis untuk Sayembara Manuskrip Puisi: Siapakah Jakarta yang diadakan oleh Galeri Buku Jakarta pada tahun 2020.
Silakan nikmati puisi lainnya di karyakarsa dan tumblr.
Atau nikmati visualisasi puisi di youtube.
Selamat Hari Puisi Nasional
28 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H