Mohon tunggu...
Muhammad Hafidz A R
Muhammad Hafidz A R Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang mahasiswa semester satu prodi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang memiliki hobi bermain bulutangkis dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memahami dan Mengatasi Lupa, Jenuh, dan Kesulitan dalam Belajar

31 Desember 2023   11:06 Diperbarui: 31 Desember 2023   11:10 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenuh menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu padat atau penuh sehingga tidak mampu menampung apapun lagi. Jenuh juga dapat merujuk pada perasaan bosan. Dalam konteks kegiatan belajar, seseorang sering mengalami jenuh belajar yang dalam psikologi dikenal sebagai "learning plateau." Hal ini menggambarkan situasi dan kondisi di mana individu tidak mencapai hasil belajar yang signifikan meskipun telah melakukan proses belajar dalam periode tertentu. Pada saat itu, terjadi stagnasi dalam pemahaman dan kemampuan mental sehingga sulit untuk menyerap informasi yang dipelajari.

Kejenuhan siswa dapat mengakibatkan usaha belajar mereka menjadi tidak produktif karena pikiran mereka tidak dapat memproses informasi atau pengalaman baru dengan optimal. Kejenuhan belajar seringkali menjadi masalah umum di kalangan pelajar, yang dapat menyebabkan penurunan motivasi belajar, timbulnya malas yang signifikan, dan berdampak negatif pada pencapaian akademis. Pada durasi jam belajar yang cukup panjang setiap harinya dan disertai dengan jumlah mata pelajaran yang banyak dan berat, memori siswa dapat mencapai batas kemampuannya. Kelelahan dan kebosanan yang muncul dalam proses belajar dapat menyebabkan kejenuhan pada siswa. Masalah yang dihadapi siswa ini berkaitan dengan kejenuhan belajar, yang umumnya dialami oleh remaja dalam tahap perkembangannya.

Kondisi ketika mengalami kejenuhan dalam belajar. Sumber: freepik.com/syarifahbrit
Kondisi ketika mengalami kejenuhan dalam belajar. Sumber: freepik.com/syarifahbrit

A. Faktor-faktor penyebab kejenuhan dalam belajar

1. Belajar yang monoton dan terlalu rutin tanpa variasi

Proses belajar yang monoton, dengan penerapan metode yang sama tanpa variasi, sering kali menjadi pemicu kejenuhan bagi siswa. Apabila pengajaran tidak menarik dan kurang bervariasi, siswa dapat kehilangan minat dalam belajar, yang kemudian dapat berdampak negatif pada pemahaman dan motivasi mereka. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan variasi dalam metode pengajaran guna menjaga keberagaman dan meningkatkan minat siswa dalam belajar.

Salah satu cara efektif untuk mengatasi monoton dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan variasi media dan pendekatan pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan teknologi modern, seperti multimedia, presentasi visual, atau sumber daya daring, untuk menyajikan informasi dengan cara yang menarik dan berbeda. Pendekatan interaktif, seperti diskusi kelompok, permainan edukatif, atau proyek kolaboratif, juga dapat memberikan sentuhan keberagaman dan membuat siswa lebih terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

2. Lingkungan belajar yang tidak kondusif atau kurang mendukung

Lingkungan belajar yang tidak nyaman, kotor, atau tidak memadai dapat memiliki dampak signifikan terhadap fokus dan kenyamanan siswa dalam proses pembelajaran. Seorang siswa yang berada dalam lingkungan yang tidak kondusif mungkin kesulitan untuk memusatkan perhatian pada materi pelajaran dan merasa tidak nyaman selama berada di sekolah. Oleh karena itu, penting bagi pihak pendidik dan orang tua untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung.

Dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, pihak pendidik dan orang tua berkontribusi pada pembentukan fondasi yang kokoh untuk pengalaman pembelajaran siswa. Lingkungan yang kondusif tidak hanya menciptakan ruang untuk pertumbuhan akademis, tetapi juga mempromosikan kesejahteraan emosional siswa, menciptakan suasana belajar yang positif dan produktif.

3. Timbulnya konflik dalam lingkungan pembelajaran

Konflik antara siswa dan guru, atau bahkan antar-siswa, memiliki potensi untuk menciptakan ketidaknyamanan yang dapat menghambat proses belajar. Ketika hubungan di dalam kelas tidak harmonis, siswa mungkin merasa enggan atau terhalang untuk mengemukakan ide-ide mereka atau mengajukan pertanyaan. Hal ini dapat mengganggu fokus siswa dan menurunkan kualitas interaksi di dalam kelas. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu terlibat secara aktif dalam menangani konflik-konflik tersebut.

Pendekatan proaktif dari pihak sekolah melibatkan identifikasi cepat terhadap sumber konflik dan penanganan yang efektif. Membuka saluran komunikasi yang terbuka antara siswa dan guru, serta menyediakan ruang untuk mendiskusikan permasalahan, dapat menjadi langkah awal yang penting. Selain itu, menyelenggarakan program pelatihan bagi guru dan siswa dalam manajemen konflik dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang pentingnya resolusi damai dan saling pengertian. Dengan cara ini, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana siswa merasa nyaman dan dapat mengoptimalkan potensi belajar mereka.

4. Gaya belajar satu arah yang hanya berpusat pada guru

Pendekatan pembelajaran inklusif yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar dapat menjadi solusi efektif untuk mencegah kebosanan. Ketika siswa merasa memiliki peran yang aktif dalam menjelaskan ide-ide mereka, mereka lebih cenderung terlibat dan termotivasi. Guru dapat menciptakan lingkungan di mana siswa merasa dihargai dan didorong untuk berbagi pandangan mereka, sehingga pembelajaran tidak hanya menjadi tugas rutin, tetapi juga pengalaman berinteraksi yang bermakna.

Memberikan ruang bagi siswa untuk berkontribusi melalui diskusi dan pertanyaan adalah langkah kunci dalam menciptakan pembelajaran yang dinamis dan menarik. Guru yang memfasilitasi interaksi antara siswa dapat menginspirasi keingintahuan mereka dan membuka pintu untuk pemahaman yang lebih mendalam. Diskusi kelompok, proyek kolaboratif, atau presentasi siswa dapat menjadi metode inklusif yang memungkinkan setiap siswa berkontribusi sesuai dengan keahlian dan minat mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun