Mohon tunggu...
Muhammad Hafidz A R
Muhammad Hafidz A R Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang mahasiswa semester satu prodi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang memiliki hobi bermain bulutangkis dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memahami dan Mengatasi Lupa, Jenuh, dan Kesulitan dalam Belajar

31 Desember 2023   11:06 Diperbarui: 31 Desember 2023   11:10 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi lupa ketika belajar. Sumber: freepik.com/wayhomestudio

Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dalam membentuk individu yang berkualitas dan berkontribusi positif terhadap masyarakat seperti yang diungkapkan (Widiansyah, 2018). Namun, dalam proses belajar tidak jarang individu mengalami berbagai kendala yang dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi belajar mereka. Tiga faktor yang seringkali menjadi tantangan utama dalam proses belajar adalah lupa, jenuh, dan kesulitan.

Dalam proses belajar, siswa sering mengalami kelupaan. Ingat dan lupa adalah dua sifat yang bertentangan, namun keduanya dimiliki oleh setiap manusia. Di sisi lain, sifat lupa sebenarnya merupakan anugerah bagi manusia. (Kosim, 2015) Menyebutkan bahwa ketika kita memikirkan suatu objek atau hal, pada saat yang sama kita melupakan objek-objek lain yang ada. Jika dalam satu waktu kita terus mengingat semua objek yang pernah kita lihat, maka akan sulit bagi kita untuk berpikir dan bertindak secara efektif. Dengan demikian, (Winkel, 1983) Menyimpulkan bahwa lupa adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengingat atau mengingat kembali hal-hal seperti informasi, peristiwa, dan pengalaman tertentu yang pernah mereka alami sebelumnya.

Selain mengalami kelupaan, siswa sering menghadapi peristiwa negatif lain yang disebut jenuh belajar. (Nofindra, 2019) Mengemukakan Jika siswa mengalami kejenuhan belajar selama proses belajar, hal ini dapat membuat mereka merasa bahwa usaha yang telah mereka lakukan menjadi sia-sia. Sedangkan kesulitan belajar adalah kondisi di mana seorang siswa mengalami hambatan dalam menerima pelajaran, yang menghambat proses belajar seseorang. Menurut (Utami, 2019) kehadiran hambatan tersebut dapat mengakibatkan individu menghadapi kegagalan atau ketidakberhasilan yang terbatas dalam mencapai tujuan belajar mereka. Kesulitan belajar ini dapat menciptakan kondisi di mana siswa tidak dapat belajar sejalan dengan yang seharusnya. Oleh karena itu tujuan penulisan artikel ini tidak lain adalah untuk menjelaskan secara rinci mengenai Lupa, Kejenuhan, dan Kesulitan dalam belajar.


Lupa dalam Belajar

Dalam proses belajar, kita sering menghadapi kenyataan bahwa tidak semua materi pelajaran mudah diingat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering mengalami situasi di mana suatu materi yang kita pelajari dengan sungguh-sungguh dan tekun sulit untuk dikuasai dan mudah terlupakan dalam waktu yang relatif singkat. Di sisi lain, ada juga materi yang dengan mudah kita kuasai dan tidak mudah dilupakan. Dalam konteks lupa, item informasi dan pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan seseorang tidak hilang, tetapi hanya sulit untuk dipulihkan atau diingat kembali.

Lupa tidak dapat diukur secara langsung, dan sering kali terjadi bahwa peserta didik mengatakan bahwa suatu informasi telah terlupakan, padahal sebenarnya mereka masih mengingatnya. Sebagai contoh Seorang Mahasiswa yang menyontek saat Ulangan Akhir Semester (UAS) karena kesulitan mengungkapkan materi suatu mata kuliah yang pernah dijelaskan oleh Dosen. Hal tersebut dapat dikatakan, mahasiswa tersebut menyontek karena lupa materi yang telah diajarkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, lupa dalam belajar dapat diartikan sebagai kegagalan seorang siswa untuk mengingat kembali hal-hal pembelajaran yang sebelumnya telah dijelaskan oleh guru pada saat di sekolah atau di universitas, yang disebabkan oleh kesulitan dalam memulihkan informasi yang diperlukan saat dibutuhkan.

A. Faktor-faktor Penyebab Lupa dalam Belajar

Lupa dapat terjadi ketika terjadi konflik antara item-item informasi atau materi pelajaran yang ada dalam sistem memori seseorang. Misalnya, seorang siswa yang belajar beberapa konsep matematika dalam satu waktu seperti rumus pitagoras, matrix, trigonometri, dan limit.

(Lahey, 2006) Dalam bukunya menyebutkan teori-teori tentang faktor yang menyebabkan lupa:

1. Teori Penurunan (Decay Theory)

Menurut teori ini, lupa terjadi ketika informasi telah tersimpan dalam memori untuk waktu yang lama dan tidak digunakan. Namun, teori ini seringkali diperdebatkan karena dalam kehidupan sehari-hari, lupa tidak hanya terjadi karena lamanya penyimpanan informasi. Sebenarnya, lupa lebih sering terjadi pada tahap awal seperti saat kita baru mendapatkan informasi atau ketika informasi masih dalam memori jangka pendek. Jika informasi berhasil mencapai memori jangka panjang, lupa terjadi bukan karena tidak digunakan dalam waktu lama, melainkan karena terganggu oleh informasi lain atau tercampur dengan informasi yang serupa.

2. Teori Gangguan (Interference Theory)

Menurut teori ini, lupa bukan disebabkan oleh lamanya penyimpanan informasi, tetapi karena adanya gangguan dari informasi lain. Misalnya, saat kita berusaha mengingat sesuatu, informasi yang mirip dengan yang ingin kita ingat dapat mengganggu proses pengingatan. Teori ini mencakup dua jenis gangguan, yaitu gangguan proaktif dan gangguan retroaktif. Gangguan proaktif terjadi ketika informasi yang sudah kita simpan sebelumnya menghambat kemampuan kita mengingat informasi baru. Sedangkan, gangguan retroaktif terjadi ketika informasi baru yang baru saja kita dapatkan menghambat kemampuan kita mengingat informasi yang sudah ada sebelumnya.

3. Teori Rekonstruksi (Schema Theory)

Teori ini menyatakan bahwa informasi yang tersimpan dalam memori menjadi sulit untuk diingat kembali bukan karena terlupa, melainkan karena muncul dalam bentuk yang terdistorsi atau tidak tepat. Ingatan jangka panjang kita cenderung terdistorsi seiring waktu karena pengembangan ingatan kita yang lebih konsisten dengan skema atau pola pikir yang kita miliki. Sebagai contoh, jika kita memiliki pandangan negatif terhadap seseorang, kita cenderung hanya mengingat hal-hal negatif tentang orang tersebut dan kesulitan untuk mengingat hal-hal positif karena skema kita telah terisi dengan ingatan negatif.

4. Teori Lupa yang Dikendalikan (Motivated Forgetting)

Teori ini menyatakan bahwa informasi menjadi terlupakan karena kita secara sadar memilih untuk melupakannya, terutama jika mengingatnya dapat menimbulkan dampak negatif. Misalnya, ketika kita mengalami pengalaman yang sangat buruk, kita mungkin berusaha melupakannya secara sengaja agar peristiwa tersebut benar-benar terlupakan dan sulit untuk diingat kembali.

B. Cara Mengatasi Lupa dalam Belajar

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi lupa dalam belajar adalah dengan membantu meningkatkan daya ingat siswa. (Syaiful Anam et al., 2020) Menjelaskan beberapa cara untuk meningkatkan daya ingat yang dapat dilakukan siswa supaya lebih mudah mengingat pembelajaran:

1. Belajar lebih (Overlearning)

Ini adalah ketika siswa belajar melebihi batas penguasaan materi pelajaran tertentu. Dengan melakukannya, mereka dapat memperkuat penyimpanan informasi yang dipelajari. Misalnya, mereka dapat meluangkan waktu untuk mempelajari materi lebih dari yang seharusnya atau mengulanginya berulang kali untuk memperkuat pemahaman dan mengingat informasinya dengan lebih baik.

2. Tambahan waktu belajar (Extra study time)

Upaya ini melibatkan penambahan waktu belajar atau meningkatkan frekuensi aktifitas belajar. Dengan memberikan lebih banyak waktu untuk belajar, siswa dapat memperkuat pemahaman dan mengingat materi yang dipelajari dengan lebih baik.

3. Memonic device

Ini adalah strategi yang digunakan sebagai alat bantu mental untuk membantu siswa menyimpan item informasi dalam pikiran mereka. (Syah, 2004) Menyebutkan ada beberapa jenis memonic device yang dapat digunakan:

a. Rima (Rhyme): Dalam hal ini, siswa membuat sajak yang menggunakan kata-kata dan istilah yang ingin diingat. Sajak ini akan lebih efektif jika diberi nada sehingga bisa dinyanyikan. Contohnya adalah nyanyian anak-anak yang berisi pesan moral.

b. Sistem kata pasak (Peg word system): Ini adalah teknik mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang sudah dikuasai sebelumnya sebagai pegangan untuk mengingat informasi baru. Siswa membentuk pasangan kata yang saling terkait, seperti “merah-darah”, "panas-api". Kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki kesamaan watak atau ciri-ciri seperti darah, lipstik, pasangan langit dan bumi, neraka, serta kata atau istilah yang memiliki kesamaan dalam hal warna, rasa, dan sebagainya.

c. Metode losai (Method of loci): Kiat mnemonik ini menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai pengait untuk mengingat kota dan istilah tertentu. Sebagai contoh, siswa dapat menggunakan nama ibu kota Amerika Serikat untuk mengingat nama presiden pertama negara tersebut.

d. Sistem Kata Kunci (Key Word System): Sistem kata kunci merupakan metode yang dirancang khusus untuk mempelajari kata-kata dan istilah asing, dan dikatakan cukup efektif dalam pengajaran bahasa asing. Misalnya, dengan membuat asosiasi visual atau kata yang terdengar mirip antara kata kunci dan kata yang ingin diingat, siswa dapat membangun hubungan yang kuat dan memperkuat kemampuan mengingat.

e. Teknik Kata Penghubung: Teknik kata penghubung melibatkan menghubungkan atau mengasosiasikan satu kata dengan kata lain melalui aksi atau gambaran. Hubungan yang terbentuk tidak perlu logis atau realistis, yang penting adalah hubungan tersebut dapat memicu ingatan siswa. Contohnya, siswa dapat membayangkan gambar atau aksi yang kreatif untuk menghubungkan kata-kata tersebut, sehingga memperkuat pemahaman dan memori mereka.

Jenuh dalam Belajar

Jenuh menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu padat atau penuh sehingga tidak mampu menampung apapun lagi. Jenuh juga dapat merujuk pada perasaan bosan. Dalam konteks kegiatan belajar, seseorang sering mengalami jenuh belajar yang dalam psikologi dikenal sebagai "learning plateau." Hal ini menggambarkan situasi dan kondisi di mana individu tidak mencapai hasil belajar yang signifikan meskipun telah melakukan proses belajar dalam periode tertentu. Pada saat itu, terjadi stagnasi dalam pemahaman dan kemampuan mental sehingga sulit untuk menyerap informasi yang dipelajari.

Kejenuhan siswa dapat mengakibatkan usaha belajar mereka menjadi tidak produktif karena pikiran mereka tidak dapat memproses informasi atau pengalaman baru dengan optimal. Kejenuhan belajar seringkali menjadi masalah umum di kalangan pelajar, yang dapat menyebabkan penurunan motivasi belajar, timbulnya malas yang signifikan, dan berdampak negatif pada pencapaian akademis. Pada durasi jam belajar yang cukup panjang setiap harinya dan disertai dengan jumlah mata pelajaran yang banyak dan berat, memori siswa dapat mencapai batas kemampuannya. Kelelahan dan kebosanan yang muncul dalam proses belajar dapat menyebabkan kejenuhan pada siswa. Masalah yang dihadapi siswa ini berkaitan dengan kejenuhan belajar, yang umumnya dialami oleh remaja dalam tahap perkembangannya.

Kondisi ketika mengalami kejenuhan dalam belajar. Sumber: freepik.com/syarifahbrit
Kondisi ketika mengalami kejenuhan dalam belajar. Sumber: freepik.com/syarifahbrit

A. Faktor-faktor penyebab kejenuhan dalam belajar

1. Belajar yang monoton dan terlalu rutin tanpa variasi

Proses belajar yang monoton, dengan penerapan metode yang sama tanpa variasi, sering kali menjadi pemicu kejenuhan bagi siswa. Apabila pengajaran tidak menarik dan kurang bervariasi, siswa dapat kehilangan minat dalam belajar, yang kemudian dapat berdampak negatif pada pemahaman dan motivasi mereka. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan variasi dalam metode pengajaran guna menjaga keberagaman dan meningkatkan minat siswa dalam belajar.

Salah satu cara efektif untuk mengatasi monoton dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan variasi media dan pendekatan pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan teknologi modern, seperti multimedia, presentasi visual, atau sumber daya daring, untuk menyajikan informasi dengan cara yang menarik dan berbeda. Pendekatan interaktif, seperti diskusi kelompok, permainan edukatif, atau proyek kolaboratif, juga dapat memberikan sentuhan keberagaman dan membuat siswa lebih terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

2. Lingkungan belajar yang tidak kondusif atau kurang mendukung

Lingkungan belajar yang tidak nyaman, kotor, atau tidak memadai dapat memiliki dampak signifikan terhadap fokus dan kenyamanan siswa dalam proses pembelajaran. Seorang siswa yang berada dalam lingkungan yang tidak kondusif mungkin kesulitan untuk memusatkan perhatian pada materi pelajaran dan merasa tidak nyaman selama berada di sekolah. Oleh karena itu, penting bagi pihak pendidik dan orang tua untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung.

Dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, pihak pendidik dan orang tua berkontribusi pada pembentukan fondasi yang kokoh untuk pengalaman pembelajaran siswa. Lingkungan yang kondusif tidak hanya menciptakan ruang untuk pertumbuhan akademis, tetapi juga mempromosikan kesejahteraan emosional siswa, menciptakan suasana belajar yang positif dan produktif.

3. Timbulnya konflik dalam lingkungan pembelajaran

Konflik antara siswa dan guru, atau bahkan antar-siswa, memiliki potensi untuk menciptakan ketidaknyamanan yang dapat menghambat proses belajar. Ketika hubungan di dalam kelas tidak harmonis, siswa mungkin merasa enggan atau terhalang untuk mengemukakan ide-ide mereka atau mengajukan pertanyaan. Hal ini dapat mengganggu fokus siswa dan menurunkan kualitas interaksi di dalam kelas. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu terlibat secara aktif dalam menangani konflik-konflik tersebut.

Pendekatan proaktif dari pihak sekolah melibatkan identifikasi cepat terhadap sumber konflik dan penanganan yang efektif. Membuka saluran komunikasi yang terbuka antara siswa dan guru, serta menyediakan ruang untuk mendiskusikan permasalahan, dapat menjadi langkah awal yang penting. Selain itu, menyelenggarakan program pelatihan bagi guru dan siswa dalam manajemen konflik dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang pentingnya resolusi damai dan saling pengertian. Dengan cara ini, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana siswa merasa nyaman dan dapat mengoptimalkan potensi belajar mereka.

4. Gaya belajar satu arah yang hanya berpusat pada guru

Pendekatan pembelajaran inklusif yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar dapat menjadi solusi efektif untuk mencegah kebosanan. Ketika siswa merasa memiliki peran yang aktif dalam menjelaskan ide-ide mereka, mereka lebih cenderung terlibat dan termotivasi. Guru dapat menciptakan lingkungan di mana siswa merasa dihargai dan didorong untuk berbagi pandangan mereka, sehingga pembelajaran tidak hanya menjadi tugas rutin, tetapi juga pengalaman berinteraksi yang bermakna.

Memberikan ruang bagi siswa untuk berkontribusi melalui diskusi dan pertanyaan adalah langkah kunci dalam menciptakan pembelajaran yang dinamis dan menarik. Guru yang memfasilitasi interaksi antara siswa dapat menginspirasi keingintahuan mereka dan membuka pintu untuk pemahaman yang lebih mendalam. Diskusi kelompok, proyek kolaboratif, atau presentasi siswa dapat menjadi metode inklusif yang memungkinkan setiap siswa berkontribusi sesuai dengan keahlian dan minat mereka.

Pendekatan inklusif juga memperhitungkan beragam gaya belajar siswa. Guru dapat mengadaptasi metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan individual siswa, sehingga setiap siswa dapat mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara yang paling sesuai untuk mereka. Hal ini tidak hanya menciptakan pengalaman belajar yang lebih bervariasi, tetapi juga meningkatkan keterlibatan siswa dalam setiap sesi pembelajaran.

5. Bidang studi atau mata pelajaran yang tidak diminati

Siswa yang merasa terpaksa belajar tanpa adanya minat pada materi pelajaran cenderung kehilangan motivasi intrinsik untuk menguasai konsep-konsep tersebut. Untuk mengatasi tantangan ini, peran seorang guru menjadi sangat penting. Seorang guru yang mampu menarik minat siswa pada materi pelajaran dapat membangun motivasi yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Menyajikan materi pelajaran dengan cara yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa adalah suatu keahlian yang perlu dimiliki oleh seorang guru. Guru yang kreatif dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran, seperti permainan edukatif, diskusi interaktif, atau penggunaan teknologi, untuk menjelaskan konsep-konsep secara menarik. Dengan melibatkan siswa secara aktif dan memberikan konteks yang nyata, guru dapat membangkitkan ketertarikan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Selain itu, mengidentifikasi minat dan keinginan siswa serta menghubungkannya dengan materi pelajaran dapat memberikan relevansi yang lebih dalam. Seorang guru yang peka terhadap kebutuhan dan minat individu siswa mampu menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal dan bermakna. Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar karena kewajiban, tetapi juga karena rasa antusiasme dan keinginan untuk menguasai materi pelajaran.

6. Penjadwalan jam pelajaran yang terlalu padat

Tidak memperhatikan keseimbangan antara beban belajar dan waktu istirahat dapat berdampak negatif pada kinerja siswa. Terlalu fokus pada tugas-tugas akademis tanpa memberikan cukup waktu untuk beristirahat dapat meningkatkan risiko kelelahan dan kejenuhan. Seiring berjalannya waktu, hal ini dapat mengakibatkan penurunan motivasi, peningkatan tingkat stres, dan bahkan potensi masalah kesehatan mental.

Penting bagi pihak sekolah untuk merancang jadwal pelajaran yang fleksibel agar dapat memberikan siswa waktu yang memadai untuk istirahat dan pemulihan. Dengan jadwal yang terorganisir dengan baik, siswa dapat mengalokasikan waktu untuk kegiatan rekreasi, mengejar hobi, atau bahkan sekadar bersantai. Ini tidak hanya membantu mengurangi tingkat kejenuhan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan siswa secara keseluruhan.

Pihak sekolah memiliki peran krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang seimbang dan mendukung perkembangan siswa secara holistik. Dengan memperhatikan aspek waktu istirahat, sekolah dapat berkontribusi pada pencapaian akademis yang lebih baik dan membantu siswa mengembangkan pola hidup yang sehat dan seimbang.

B. Cara Mengatasi Jenuh dalam Belajar

1. Merubah cara belajar

Mengubah cara belajar merupakan langkah penting untuk pengembangan diri saya sebagai siswa. Saya percaya bahwa terlibat dalam pembelajaran yang beragam akan memberikan dampak positif pada pemahaman dan keterampilan saya. Oleh karena itu, saya berusaha untuk memperluas wawasan saya dengan aktif mencari peluang untuk belajar di luar kurikulum utama.

Salah satu caranya adalah dengan mengeksplorasi pelatihan atau kursus di luar jam pelajaran rutin. Saya sadar bahwa belajar tidak terbatas pada lingkup kelas, dan saya ingin memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan tambahan. Dengan mengikuti pelatihan atau kursus, saya dapat memperdalam pemahaman saya terhadap materi tertentu atau bahkan mengeksplorasi bidang yang belum pernah saya pelajari sebelumnya.

Menambah wawasan ini bukan hanya untuk meningkatkan nilai akademis saya, tetapi juga untuk memperkuat rasa percaya diri. Dengan menguasai konsep-konsep baru dan menghadapi tugas yang lebih menantang, saya merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan akademis dan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang beragam juga membuka peluang untuk menemukan minat dan bakat baru yang mungkin belum saya sadari sebelumnya.

2. Apresiasi diri sendiri

Jika saya berhasil mendapatkan nilai yang bagus pada ujian sekolah, saya akan memberikan 'hadiah' pada diri sendiri setelah berhasil mencapai target juga menjadi strategi yang saya terapkan. Hal ini tidak hanya memberikan penghargaan atas usaha keras saya, tetapi juga menciptakan dorongan positif untuk terus berkembang. Hadiah bisa berupa waktu luang tambahan, hobi yang disukai, atau bahkan menikmati sesuatu yang istimewa sebagai bentuk penghargaan pribadi.

3. Mencari teman belajar

Selain itu, mencari teman belajar dan berbagi senyuman juga menjadi bagian integral dari pengalaman belajar saya. Keterlibatan dengan banyak teman tidak hanya memperluas jaringan sosial, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan menyenangkan. Diskusi bersama teman tidak hanya membantu saya memahami konsep-konsep tertentu dengan lebih baik, tetapi juga menjadikan proses pembelajaran lebih interaktif dan menghibur.

Senyum juga memiliki kekuatan tersendiri dalam mengatasi tantangan belajar. Saya percaya bahwa sikap positif dan senyuman dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, bahkan di tengah-tengah kesulitan. Menghadapi materi pelajaran dengan senyum membantu saya untuk lebih bersikap terbuka terhadap pembelajaran dan mengurangi stres yang mungkin muncul.

4. Mencoba hal yang baru

Hanya mengabdikan diri pada pembelajaran tanpa menyisihkan waktu untuk kegiatan yang menyenangkan bisa memicu kebosanan dan penurunan semangat. Untuk menghindari hal ini, saya memastikan untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang saya nikmati sebelum memulai hari kerja. Misalnya, mendengarkan musik yang saya sukai atau melakukan sesi olahraga singkat membantu menciptakan suasana positif dan energik sebelum terjun ke rutinitas kerja.

Menggunakan waktu berlibur juga menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan hidup. Saya menyadari bahwa memanjakan diri sendiri dengan waktu luang dapat memberikan kesegaran dan memperbaharui semangat. Selama liburan saya berfokus pada kegiatan yang mengisi ulang energi, seperti berlibur ke tempat yang menyenangkan, mengejar hobi, atau bahkan hanya beristirahat tanpa terbebani oleh pekerjaan.

Kesulitan dalam Belajar

Secara harfiah, kesulitan belajar merupakan interpretasi dari istilah dalam Bahasa Inggris "Learning Disability," yang mengindikasikan ketidakmampuan belajar. Kata "disability" diterjemahkan sebagai "kesulitan" dengan tujuan memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih memiliki kemampuan untuk belajar. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyampaikan konsep ini adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Meskipun istilah learning differences terdengar lebih positif, istilah learning disabilities cenderung lebih mencerminkan kondisi faktualnya.

Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana anak memiliki tingkat intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun mengalami ketidakmampuan atau kegagalan dalam proses belajar. Kondisi ini terkait dengan hambatan dalam beberapa aspek, termasuk persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, sebagaimana dikutip dalam Weiner, 2003).

Menurut pandangan Clement, kesulitan belajar dapat dianggap sebagai suatu sindrom multidimensional yang mencakup kesulitan belajar spesifik (specific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas, serta masalah emosional. Artinya, kondisi ini tidak hanya terbatas pada kesulitan belajar spesifik, tetapi juga dapat melibatkan gejala-gejala tambahan seperti hiperaktivitas, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, dan masalah emosional. Pandangan ini menggarisbawahi kompleksitas kesulitan belajar sebagai suatu entitas yang melibatkan berbagai dimensi, membutuhkan pendekatan yang holistik dalam pemahaman dan penanganannya.

Kondisi ketika mengalami kesulitan dalam belajar. Sumber: freepik.com
Kondisi ketika mengalami kesulitan dalam belajar. Sumber: freepik.com

A. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar pada seorang siswa seringkali mencuat secara nyata melalui penurunan kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, lebih dari sekadar prestasi belajar yang merosot, kesulitan belajar juga dapat diidentifikasi melalui munculnya kelainan perilaku siswa. Kelainan perilaku ini dapat mencakup berbagai tindakan, seperti kebiasaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengganggu teman sekelas, terlibat dalam perkelahian, sering tidak hadir dalam pelajaran, dan bahkan meninggalkan sekolah secara rutin. Faktor-faktor ini juga bisa muncul dari faktor internal seperti Psikologis maupun eksternal seperti Lingkungan sekitar siswa.

Internal

Faktor psikologis melibatkan berbagai elemen perilaku yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Seperti yang diketahui, belajar memerlukan kesiapan, ketenangan, dan rasa aman. Intelligensi anak juga termasuk dalam faktor psikologis ini. Anak dengan IQ yang cerdas (110–140) atau bahkan genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sementara anak-anak dengan tingkat IQ sedang (90–110) biasanya tidak mengalami masalah yang signifikan, meskipun pencapaiannya mungkin tidak setinggi anak dengan IQ tinggi. Di sisi lain, anak dengan IQ di bawah 90 atau bahkan di bawah 60 memiliki potensi mengalami kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru untuk mengetahui tingkat IQ anak atau siswa mereka.

Selain IQ, faktor psikologis yang dapat memengaruhi munculnya masalah kesulitan belajar melibatkan bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan tipe belajar yang dimilikinya. Oleh karena itu, orang tua dan guru perlu memahami aspek-aspek ini untuk membantu mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah belajar pada anak atau siswa mereka.

Eksternal

Faktor eksternal yang memengaruhi siswa melibatkan segala situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung kegiatan belajar mereka. Lingkungan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama. Pertama, lingkungan keluarga, di mana ketidakharmonisan dalam hubungan antara ayah dan ibu serta kondisi ekonomi keluarga yang rendah dapat menjadi faktor penghambat. Kedua, lingkungan perkampungan atau masyarakat, di mana keberadaan wilayah perkampungan kumuh atau slum area dan pengaruh negatif dari teman sepermainan yang bermasalah (peer group) dapat memberikan dampak buruk. Ketiga, lingkungan sekolah juga dapat menjadi penghalang, misalnya, kondisi dan lokasi gedung yang kurang memadai, seperti dekat pasar, serta kualitas guru dan alat-alat belajar yang rendah. Memahami dan mengatasi faktor-faktor eksternal ini menjadi kunci penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan merangsang proses belajar siswa secara optimal.

B. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar

1. Menganalisis penyebab

Pada tahap pertama kita harus menganalisis apa saja penyebab faktor-faktor yang berkontribusi sebagai sumber penyebab kesulitan belajar yang dihadapi oleh anak didik. Pada tingkat yang lebih mendalam juga harus melibatkan keputusan mengenai faktor utama yang menjadi akar permasalahan dalam kesulitan belajar anak didik. Dengan melakukan analisa yang cermat, pendidik dapat merancang strategi intervensi yang sesuai untuk membantu anak didik mengatasi kesulitan belajarnya dan mencapai potensi belajar mereka yang sebenarnya.

2. Pengulangan materi pembelajaran

Mengulangi kembali pembelajaran adalah salah satu langkah penting dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar. Proses pembelajaran yang melibatkan pengulangan materi dapat memberikan kesempatan tambahan bagi siswa untuk memahami konsep-konsep yang mungkin sebelumnya sulit dicerna. Guru dapat menggunakan berbagai metode, seperti pengulangan materi melalui diskusi kelompok, ulangan ulangan kecil, atau menyajikan informasi dengan cara yang berbeda, untuk memastikan bahwa siswa memiliki pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu, pengulangan pembelajaran juga dapat menjadi strategi untuk memperbaiki kelemahan dalam pemahaman siswa dan membangun dasar yang kuat untuk pembelajaran selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun