Gadis-gadis di sana berkulit halus, meski hanya beberapa yang berwajah ayu. Sementara para pemudanya juga memiliki kulit yang tak gelap. Mereka bersenda gurau sepanjang waktu memetik buah kopi. Saling menggoda mengundang jodoh dan selalu berakhir di pelaminan. Bagaimana hawa sejuk pegunungan membuat orang-orang muda terlihat lebih menawan?
Namun ganjil bagi orang yang melihat Rawi. Pemuda itu bertubuh bungkuk dengan wajah jelek. Para pemuda yang merasa rupawan akan menyapanya dengan panggilan si buruk rupa. Sapaan itu segera membuat gadis-gadis melihat si pemuda semakin tampan karena kontras dengan Rawi si buruk rupa.
Rawi tak lagi peduli, dia cukup menghibur dirinya dengan menghabiskan waktu bekerja sepanjang hari. Namun saat satu hari libur dalam sepekan, Rawi tak penah terlihat di dusun. Menurut Soman mandor kebun, Rawi selalu menuju gunung Sau. Tapi tak pernah ada yang mau tahu ke mana Rawi di tengah pepohonan yang saling merapat seluas gunung itu.
Sewaktu bekerja di kebun, Rawi tak banyak bicara sepanjang dua jam memetik cherry, buah kopi siap panen yang berwarna merah. Hanya Soman yang perhatian padanya. Sering Rawi diberi kerja tambahan merambang buah kopi dengan cara merendam agar kualitas cherry pilihan terpisah dari buah apkir yang mengambang.
Saat merambang mereka berbincang banyak hal. Rawi tak segan menceritakan apa saja yang dia alami, termasuk kesulitan-kesulitan hidupnya, kecuali satu hal yakni mengenai yang dilakukan di gunung sewaktu hari libur.
Soal lain, Rawi merasa nyaman bercerita pada pada Soman. Begitu pula Soman yang terbuka pada Rawi, kecuali pertanyaan terkait ibunda Rawi yang tak pernah mau dibicarakan Soman. Konon Soman mengetahui kejadian di kebun kopi 15 tahun silam itu.
Soman lebih tepatnya simpati pada Rawi akibat peristiwa yang menimpa ibundanya. Sesekali Soman juga memberikan sekadar uang isi dompet dan lebih banyak mengajaknya bercanda ketimbang bicara serius. Soman paling sering menggodanya perihal gadis-gadis dusun yang mungkin bisa dipersunting Rawi.
"Gadis mana yang sudi pada si buruk rupa seperti aku, Kang," balas Rawi sembari menadah buah kopi yang mengambang dengan kedua tangannya.
"Oh ya Wi, mungkin kau mau menceritakan apa yang kau cari di gunung menghabiskan waktu sepanjang hari libur di sana," tanya Soman.
"Aku cuma melihat-lihat, Kang."
Jawaban yang selalu sama saat ditanya Soman.