Mungkin banyak diantara kita masih asing dengan apa itu traditional knowledge (TK),dan bagaimana hubungannya dengan kekayaan intelektual. Secara sederhana TK adalah pengetahuan,keterampilan,dan praktik yang terjadi  dan dimiliki oleh masyarakat lokal. TK mencakuppegetahuan yang diwariskan secara turun temurun dan berekembang seiring waktu.
Traditional knowledge di Indonesia sendiri masih kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan hukum yang memadai,sehingga dapat berisiko disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,sehingga Perlunya pengaturan yang jelas mengenai traditional knowledge dalam sistem hak kekayaan intelektual (HKI) menjadi sangat penting untuk melindungi dan mengoptimalkan nilai ekonomis serta budaya dari pengetahuan ini.
Traditional Knowledge (TK) adalah pengetahuan, keterampilan, dan praktik yang diwariskan dalam komunitas dari generasi ke generasi. Contohnya mencakup metode pengobatan tradisional, teknik pertanian, seni, dan budaya seperti musik serta tarian khas.Â
TK memainkan peran penting dalam inovasi global, khususnya dalam farmasi dan pertanian, misalnya penggunaan tanaman obat yang sudah dikenal masyarakat adat selama berabad-abad. Selain memiliki nilai ekonomi, TK juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan pelestarian budaya.
Ancaman utama terhadap TK adalah biopiracy, di mana pihak ketiga memanfaatkan pengetahuan tradisional tanpa persetujuan atau kompensasi bagi komunitas pemiliknya. Kasus perusahaan besar yang mematenkan produk berbasis TK menunjukkan perlunya perlindungan hukum yang lebih efektif.Â
Melindungi TK bukan hanya soal keadilan ekonomi, tetapi juga pengakuan hak budaya komunitas lokal. Dengan perlindungan yang memadai, komunitas adat dapat mempertahankan kearifan lokal yang berharga ini sambil berkontribusi pada pembangunan global secara adil.
 Upaya perlindungan melibatkan pendekatan hukum dan kesadaran internasional untuk memastikan TK tetap terjaga dan dimanfaatkan secara etis. Â
Langkah Perlindungan TK
Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi TK melalui pendekatan hukum dan non-hukum:
Hukum Sui Generis: Beberapa negara, seperti Selandia Baru, melindungi TK melalui undang-undang khusus, misalnya mencegah penggunaan simbol Maori dalam merek dagang
Kampanye Kesadaran: Masyarakat adat dapat mempromosikan budaya mereka dan mencegah produk palsu, seperti yang dilakukan komunitas Seto di Rusia
Kolaborasi Global: Organisasi seperti WIPO (World Intellectual Property Organization) terus mengembangkan instrumen hukum internasional untuk melindungi TK.
Tantangan Biopiracy  Dalam Perlindungan Traditional Knowledge
Biopiracy, atau pembajakan sumber daya hayati, adalah ketika perusahaan atau pihak luar mengambil pengetahuan tradisional (TK) dan sumber daya alam suatu komunitas tanpa izin atau memberikan manfaat kembali kepada pemiliknya.Â
Hal ini menjadi tantangan besar karena seringkali TK yang telah diwariskan secara turun-temurun dijadikan dasar untuk produk komersial tanpa menghormati kontribusi komunitas asal. Pratik dimana perusahaan atau individu menggunakan pengetahuan tradisional dan sumber daya genetik yang dimiliki oleh komunitas lokal atau masyarakat adat diambil dan digunakan oleh pihak ketiga, biasanya perusahaan besar, tanpa izin atau kompensasi yang adil.Â
Ini sering terjadi ketika perusahaan mematenkan pengetahuan atau produk yang sudah lama dikenal oleh masyarakat lokal, sehingga mengabaikan kontribusi dan hak-hak pemilik asli pengetahuan tersebut.
Salah satu contoh nyata adalah kasus tanaman neem di India. Selama ratusan tahun, masyarakat lokal menggunakan neem sebagai obat tradisional dan pestisida alami. Namun, sebuah perusahaan multinasional berhasil mematenkan ekstrak neem, mengklaimnya sebagai inovasi baru.Â
Setelah perjuangan panjang, paten tersebut dicabut karena komunitas adat membuktikan bahwa pengetahuan tentang neem sudah lama menjadi bagian dari warisan budaya mereka. Kasus lain adalah quinoa dari wilayah Andes. Tanaman ini telah menjadi makanan pokok masyarakat adat selama berabad-abad.Â
Namun, popularitas globalnya membuat harga melonjak, sehingga sulit dijangkau oleh komunitas asli yang membudidayakannya.
Biopiracy memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat adat. Pertama, mereka kehilangan hak atas pengetahuan yang telah mereka kembangkan dan lestarikan. Kedua, mereka tidak mendapatkan keuntungan ekonomi dari penggunaan pengetahuan tersebut, sementara perusahaan besar meraih keuntungan besar dari produk yang dihasilkan.Â
Selain itu, praktik ini dapat mengganggu sistem sosial dan budaya komunitas yang bergantung pada pengetahuan tradisional.Â
Melindungi pengetahuan tradisional dari biopiracy memerlukan langkah-langkah strategis yang meliputi pendokumentasian pengetahuan, penerapan syarat asal material, penggunaan prior informed consent (PIC), dan mekanisme pembagian manfaat.Â
Selain itu, pengembangan regulasi nasional dan internasional yang kuat juga sangat penting. Dengan upaya ini, masyarakat adat dapat mempertahankan hak mereka atas pengetahuan tradisional dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat yang adil dari penggunaan pengetahuan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H