Mohon tunggu...
MohdHafiy Nawwaf
MohdHafiy Nawwaf Mohon Tunggu... Konsultan - Research Assitant

Mohd Hafiy Nawwaf adalah mahasiswa Magister Hukum Ekonomi di Universitas Indonesia dengan latar belakang akademik yang kuat di bidang hukum, ekonomi, teknologi, dan kelautan. Sebagai seorang peneliti sekaligus asisten riset, Hafiy aktif mengkaji berbagai isu hukum yang berkaitan dengan investasi, layanan keuangan, perdagangan internasional, dan transaksi lintas negara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rahasia di Balik Biopiracy, Siapa yang Diuntungkan dari Pengetahuan Tradisional

20 November 2024   19:03 Diperbarui: 21 November 2024   02:55 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kolaborasi Global: Organisasi seperti WIPO (World Intellectual Property Organization) terus mengembangkan instrumen hukum internasional untuk melindungi TK.

Tantangan Biopiracy  Dalam Perlindungan Traditional Knowledge

Biopiracy, atau pembajakan sumber daya hayati, adalah ketika perusahaan atau pihak luar mengambil pengetahuan tradisional (TK) dan sumber daya alam suatu komunitas tanpa izin atau memberikan manfaat kembali kepada pemiliknya. 

Hal ini menjadi tantangan besar karena seringkali TK yang telah diwariskan secara turun-temurun dijadikan dasar untuk produk komersial tanpa menghormati kontribusi komunitas asal. Pratik dimana perusahaan atau individu menggunakan pengetahuan tradisional dan sumber daya genetik yang dimiliki oleh komunitas lokal atau masyarakat adat diambil dan digunakan oleh pihak ketiga, biasanya perusahaan besar, tanpa izin atau kompensasi yang adil. 

Ini sering terjadi ketika perusahaan mematenkan pengetahuan atau produk yang sudah lama dikenal oleh masyarakat lokal, sehingga mengabaikan kontribusi dan hak-hak pemilik asli pengetahuan tersebut.

Salah satu contoh nyata adalah kasus tanaman neem di India. Selama ratusan tahun, masyarakat lokal menggunakan neem sebagai obat tradisional dan pestisida alami. Namun, sebuah perusahaan multinasional berhasil mematenkan ekstrak neem, mengklaimnya sebagai inovasi baru. 

Setelah perjuangan panjang, paten tersebut dicabut karena komunitas adat membuktikan bahwa pengetahuan tentang neem sudah lama menjadi bagian dari warisan budaya mereka. Kasus lain adalah quinoa dari wilayah Andes. Tanaman ini telah menjadi makanan pokok masyarakat adat selama berabad-abad. 

Namun, popularitas globalnya membuat harga melonjak, sehingga sulit dijangkau oleh komunitas asli yang membudidayakannya.

Biopiracy memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat adat. Pertama, mereka kehilangan hak atas pengetahuan yang telah mereka kembangkan dan lestarikan. Kedua, mereka tidak mendapatkan keuntungan ekonomi dari penggunaan pengetahuan tersebut, sementara perusahaan besar meraih keuntungan besar dari produk yang dihasilkan. 

Selain itu, praktik ini dapat mengganggu sistem sosial dan budaya komunitas yang bergantung pada pengetahuan tradisional. 

Melindungi pengetahuan tradisional dari biopiracy memerlukan langkah-langkah strategis yang meliputi pendokumentasian pengetahuan, penerapan syarat asal material, penggunaan prior informed consent (PIC), dan mekanisme pembagian manfaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun