Jokowi merupakan tokoh politik yang memulai karir politiknya sebagai walikota Solo di bawah naungan partai benteng merah. Karir politiknya melambung "penuh misteri" hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia, yakni sebagai presiden ke-7 RI.Â
Frasa "penuh misteri" memang cocok dinisbatkan untuk menggambarkan karir politik Jokowi. Bagaimana tidak? Ia mampu menduduki jabatan tertinggi di republik ini hanya dalam kurun waktu  10 tahun berkarier di dunia politik. Berbeda dengan tokoh-tokoh lain yang mungkin telah berkecimpung selama puluhan tahun.
Padahal jika ditelaah kembali ke belakang kinerja Jokowi selama menduduki jabatan baik sebagai walikota, gubernur hingga presiden menyisakan berbagai permasalahan dan hutang janji yang belum ditepati.Â
Di Solo saja, Jokowi hanya menjalankan dua tahun jabatannya sebagai walikota selama periode kedua, sebelum ia hijrah ke Jakarta untuk bertarung merebut kursi 01 di provinsj DKI Jakarta. Jokowi meninggalkan Solo dengan hutang janji yang belum terselesaikan serta pelbagai permasalahan-permasalahan urgen yang masih menggaung hingga kini.
Baca juga: Warisan Permasalahan Era Jokowi di Kota Solo yang Perlu Diketahui           Â
Hal serupa juga terulang ketika ia berhasil duduk sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hanya dua tahun memegang jabatan sebagai Gubernur ia sudah berani melenggang untuk maju dalam pilpres 2014 silam sebagai capres RI yang diusung pdip.Â
Padahal selama dua tahun itu masih banyak janji-janjinya yang belum terealisasikan. Boleh dikata ia masih punya hutang janji kepada penduduk DKI Jakarta.
Namun, Dewi Fortuna tampaknya selalu berpihak pada Jokowi. Ia pun berhasil memenangi pertarungan pilpres 2014 dengan selisih sekitar 6% suara dari rivalnya Prabowo-Hatta.Â
Jika ditelaah ulang, salah satu kunci kemenangan Jokowi adalah umbaran janji yang muluk-muluk kepada masyarakat. Hal ini mampu menghipnotis sekitar 53% rakyat untuk mempercayakan jabatan presiden RI kepadanya.  Republika mencatat ada 54 poin janji Jokowi selama kampanye di tahun 2014 silam. Saking banyaknya, Republika bahkan harus menerbitkan 4 artikel berturut-turut untuk menulis janji kampanye Jokowi (lihat di sini: bagian 1, bagian 2, bagian tiga dan bagian empat).
Dari sekian banyak janji kampanye Jokowi tersebut, tampaknya hanya sebagian kecil yang mampu ditepatinya selama menjabat presiden RI dan itupun tidak menyangkut masalah-masalah prioritas. Di antara janji Jokowi yang tidak tertepati itu misalnya di bidang pemerintahan Jokowi berjanji menyusun kabinet yang ramping dan diisi oleh profesional.Â
Namun faktanya, justru  kabinet jokowi diisi oleh orang-orang partai yang mendukungnya saat pilpres. sebagaimana yang dilansir oleh Kompas bahwa  komposisi kabinet Jokowi di jilid 2 terdiri dari empat menteri dan seskab dari PDIP, dua menteri dan jaksa agng dari Nasdem, tiga menteri dari PKB, Hanura, Golkar dan PAN masing-masing satu menteri serta PKPI mendapat jatah sebagai kepala BIN (lihat di sini).Â
Baca Juga: Menelaah Kemampuan Bahasa Inggris Jokowi dan Prabowo          Â
Di bidang perekonomian, Jokowi berjanji untuk mengupayakan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7 persen (mengembalikan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen). Namun, Sebagaimana yang dilansir oleh Tirto pertumbuhan ekonomi nasional pada era Jokowi hanya mentok pada kisaran lima persen (lihat di sini).
 Ketidaktercapaian ini mengakibatkan Jokowi tidak mampu menepati janjinya pada poin yang lain yaitu meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.
 Di bidang Pertanian Jokowi berjanji menyediakan 1 juta ha lahan pertanian baru di luar Jawa, pendirian bank petani, menyejahterakan kedaulatan petani. Lagi-lagi Jokowi dinilai gagal  dalam mengupayakan kedaulatan pangan dan menyejahterakan petani sebagaimana yang dilansir oleh Tirto (lihat di sini). Di sisi lain, beberapa komoditas pertanian dan perkebunan juga mengalami penurunan harga di era Jokowi seperti karet dan sawit.Â
Di bidang ketenagakerjaan, Jokowi berjanji untuk menurunkan pengangguran dengan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru selama lima tahun, menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor pertanian, perikanan, dan manufaktur. Memang beberapa data bahwa menunjukkan Jokowi mampu menurunkan angka pengangguran hingga 5,13%. Turunnya angka pengangguran ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti munculnya jasa transportasi online yang merekrut banyak tenaga kerja. Namun di sisi lain, Jokowi belum mampu menciptakan 10 juta lapangan kerja bahkan selama pemerintahannya Jokowi diterpa masalah tenaga kerja asing yang meningkat.Â
Baca Juga:Â Sawit, Jengkol dan Ide Jokowi
Di bidang pertahanan, Jokowi berjanji untuk meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan dan pembelian drone untuk pertahanan nasional. Tampaknya  janji ini juga belum ditepati. Meskipun anggaran pertahanan meningkat di era Jokowi jumlahnya tidak tiga kali lipat sebagaimana yang ia janjikan. Begitu pula dengan pembelian drone untuk pertahanan nampaknya masih berupa angan-angan belaka.
Di bidang hukum dan Ham Jokowi berjanji untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lalu, memperkuat KPK ( dan mengusut  kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hal ini juga belum mampu terpenuhi, kasus Munir masih menjadi misteri di era Jokowi. Kasus Novel Baswedan salah satu penyidik KPK yang belum terungkap serta masalah BLBI yang belum disinggung sama sekali.
Khusus untuk daerah Jokowi berjanji untuk membenahi Berbagai Persoalan di Ibukota Jakarta (seperti kemacetan, banjir, dan lain-lain), menangani kabut asap di Riau dan membenahi Kawasan Masjid Agung Banten. Inipun belum terpenuhi bahkan menurut NASA kasus kabut asap yang terjadi di Sumatra tahun 2015Â tercatat menjadi kabut asap terparah sepanjang sejarah seperti yang diungkapkan oleh dw.com (lihat di sini).
Hal-hal yang ditulis di atas hanyalah beberapa poin janji-janji Jokowi yang belum dipenuhinya saat kampanye pilpres 2014 yang lalu. Ada banyak lagi permasalahan yang tidak dapat ditulis dan dirinci satu persatu dalam artikel ini.Â
Meskipun demikian, kita juga harus mengapresiasi kinerja Jokowi dalam beberapa bidang misalnya masalah pembangunan infrastruktur, masalah kelautan dan perikanan, dan peningkatan pendapatan negara.
Dengan "seabrek" janji-janji yang belum terpenuhi itu,  Jokowi tampak masih percaya diri untuk melenggang kembali dalam pertarungan pilpres 2019 mendatang. Ia kembali menumpuk janji baru di atas janji lama yang belum tercapai guna menggapai kekuasaan kembali. Namun, kemenangan ditentukan oleh pilihan rakyat, apakah mereka masih mempercayai Jokowi atau tidak. Sebagian masyarakat tampaknya telah beralih hati ke rival lama Jokowi yakni Prabowo. Probowo  dipandang sebagai sosok yang membawa harapan baru  bagi masyarakat.Â
Jikalau dilihat dari hasil pilpres yang lalu, Prabowo hanya memerlukan sekitar 4% tambahan suara untuk memenangkan pilpres mendatang. Elektabilitasnya yang cenderung naik akhir-akhir ini, semakin menambah peluang Prabowo untuk memenangkan pilpres 2019 mendatang.
Baca Juga: Sumbangsih  Prabowo dan Keluarganya dalam Membangun Budaya Bangsa
Bagi saya, tak perlu pemimpin yang mengobral janji-janji muluk yang akhirnya juga tidak tercapai karena ketidakmampuannya. Pemimpin yang baik adalah yang mampu mengukur "bayang-bayangnya sendiri", artinya ia mengetahui sejauh mana kelemahan dan kemampuannya dalam mengatasi masalah. Bukan sekedar melontar kata dan janji belaka untuk menarik perhatian.Â
Apa bedanya dengan seorang tukang rayu yang pandai menyusun sajak dan kata-kata manis hingga mampu memikat wanita namun setelah tergaet janji-janjinya itu dilupakan. Apalagi dalam konteks seorang pemimpin, janji merupakan hutang kepada masyarakat yang nantinya juga dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Â
Baca Juga: Menelaah Kembali Isi Pidato Prabowo Mengenai "Indonesia Punah"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H