Penulis sangat mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya melestarikan keberadaan aksara surat Incung. Namun di sisi lain, pemerintah terkesan mengabaikan kajian akademis terhadap naskah-naskah asli surat Incung. Apakah yang 'Surat Incung' yang disebut dan dilestarikan saat ini adalah benar-benar berdasar dan sesuai dengan kaedah-kaedah pada naskah-naskah aslinya? ataukah hanya melestarikan satu varian 'Surat Incung' saja di mana varian yang lain diabaikan? ataukah melestarikan surat Incung versi terbaru dengan penambahan yang ada?
Padahal setelah melakukan perbandingan antara naskah asli surat Incung pada media tanduk, kertas, bambu, dan daluang ternyata ditemukan adanya perbedaan karakter huruf dan karakter tanda baca yang digunakan pada naskah-naskah itu. Namun, apa yang dilestarikan saat ini dan dianggap sebagai surat Incung justru berasal dari tulisan-tulisan yang dibuat kemudian dengan merujuk pada makalah Rentjong Schrift karya Westenenk. Inilah yang menimbulkan pertanyaan mengenai Surat Incung mana yang kita lestarikan saat ini? apalagi surat Incung sudah terlanjur diajarkan pada sekolah-sekolah dasar di Sungai Penuh dan aksara Incung digunakan pula pada reklame nama jalan dan Instansi pemerintahan yang menunjukkan identitas kebudayaan orang Kerinci.
Sebuah Saran dan Harapan
Dengan merunut riwayat penelitian surat Incung yang telah dilakukan, terlihat jelas bahwa abjad surat Incung yang digunakan hingga kini hanya bersumber dari dua naskah tanduk saja. di mana hal tersebut belum mewakili keseluruhan karakter surat Incung yang ada. Oleh sebab itu melalui tulisan ini, penulis berharap para ilmuwan, cendekia dan pemerintah berwenang menaruh perhatian sedikit untuk mengatasi problem ini.
Sebagai sebuah saran, agar dilakukannya kajian-kajian terhadap surat Incung dalam perspektif ilmu Filologi, Paleografi dan Arkeologi. Selain itu, pelestarian dan penetapan sebagai warisan budaya tidak hanya dilakukan pada aksaranya saja tetapi juga pada naskah-naskah asli yang disimpan sebagai pusaka oleh penduduk Kerinci.
Referensi :
Bellwood, Peter, 2000. “Prasejarah Kepulauan Indo Malaysia Edisi Revisi”, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Gusti, Amiruddin dkk, 1992. Aksara Incung Jambi: Membaca dan Menulis". makalah cetakan mandiri, Kerinci
Kozok, Uli, 2006, Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang tertua, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Usman, Amir Hakim, 1992. Nasionalisasi Aksara Kerinci. Makalah cetakan mandiri, Jambi
Westenenk, L.C. 1922. “Rèntjong-schrift”. Tijdschrift voor Taal-, Land- en Volkenkunde, vol. 61. Batavia: Albrecht en Co./’s-Gravenhage: M. Nijhoff.