Mohon tunggu...
Hafie Fauzan
Hafie Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa dari universitas UIN Raden Mas Said Surakarta program studi Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

[Review] Buku kedudukan hukum anak dari hasil perkawinan beda agama menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

13 Maret 2024   08:49 Diperbarui: 13 Maret 2024   08:59 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuasaan orang tua juga akan berakhir apabila; anak itu dewasa, anak itu kawin, kekuasaan orang tua dicabut.


PENGELOMPOKAN ANAK BERDASARKAN KEDUDUKAN HUKUM


A. Anak Sah
Yang dimaksud anak sah ialah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
B. Anak Angkat
Anak angkat ialah anak yang bukan keturunan dari suami istri namun diambil, diperlakukan seperti halnya keturunannya sendiri, sehingga timbul hubungan kekeluargaan.
C. Anak Luar Kawin
Mengenai anak luar kawin ini terdapat 3 golongan antara lain
 1.Anak zina

 Seorang pria yang telah kawin melakukan mukah(overspel) padahal diketahuinya pasal 27 KUHPerdata berlaku baginya. Menurut hukum barat anak zina jika anak tersebut lahir dari hubungan suami istri yang dilakukan oleh seorang laki laki dengan sorang perempuan atau keduanya sedang terikat perkawinan dengan yang lain.

2. Anak karena pernodaan darah(sumbang)
Anak sumbang (incest) adalah anak yang lahir dari hubungan seorang laki laki dan seorang perempuan dimana antara keduanya dilarang untuk melangsungkan hubungan persusuan dan sebagainya.
3. Anak luar kawin lainnya
Anak luar kawin lainnya memiliki kesepatan untuk menjadi ahlli waris dari orang tua biologisnya meskipun hak warisnya tidak sebesar ahli waris dari golongan anak sah sebagaimana diatur dalam pasal 865 KUHPerdata. Kategori anak luar kawin lainnya :
a. anak mula'nah
b. anak syubhat


KEDUDUKAN HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF


1. Pengertian Perkawinan Beda Agama
Perkawinan beda agama ialah suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang--orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara lainnya. Menurut hilman hadikusuma perkawinan campuran antar agama terjadi apabila seorang pria dan seorang wanita yang berbeda agama yang dianutnya melakukan perkawinan dengan tetap mempertahankan agamanya masing masing.


2. Kedudukan Hukum Perkawinan Beda Agama
Terdapat empat bentuk dalam hal perkawinan beda agama atau perkawinan tidak sederajat yaitu:
a. Perkawinan antara pria muslim dengan wanita ahlu kitab
b. Perkawinan antara pria muslim dengan wanita musryik
c. Perkawinan antara wanita muslim dengan pria ahlu kitab
perkawinan antara wanita muslim dengan pria musryik, yang bukan ahlu kitab
Dalam pasal 44 KHI disebutkan bahwa "seorang wanita muslim dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam". Menurut fatwa MUI menyatakan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah dan perkawinan laki laki muslim dengan wanita ahlu kitab, menurut qaul mu'tamad adalah haram dan tidak sah.


3. Sanksi Hukum Perkawinan Beda Agama
Adanya perbedaan agama atau perbedaan dalam melaksanakan upacara agama yang dipertahankan oleh suami istri didalam satu rumah tangga, adakalanya menimbulkan gangguan keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga. Walaupun secara yuridis tidak ditemukan sanksi khusus yang mengatur secara jelas bagi para pelaku perkawinan beda agama. Secara psikologis terdapat sanksi yang diakibatkan dari perkawinan beda agama diantaranya;
memudarnya kehidupan berumah tangga
tujuan berumah tangga tidak tercapai
berebut pengaruh dalam keluarga
Adapun konsekuensi (sanksi) di dalam agama bagi pelaku khususnya laki laki muslim dengan wanita musyrik atau sebaliknya adalah haram dan pernikahannya menjadi batil dan tidak sah. Jika keduanya melakukan jima' atau hubungan suami istri maka hal tersebut bisa disebut zina karena tidak ada akad syar'I.


4. Akibat Hukum Perkawinan Beda Agama Terhadap Anak
Secara hukum positif anak yang lahir dari perkawinan berda agama hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Karena perbedaan agama dipandang sebagai salah satu factor yang menghambat seseorang mendapatkan waris dari orang tuanya. Sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa orang islam dapat mewarisi peninggalan orang kafir, dan tidak sebaliknya. Jumhur ulama yang mengatakan bahwa seorang muslim dan seorang kafir secara mutlak tidak dapat saling mewarisi, karena kuat dan kelugasan dalil yang disampaikan. Namun MUI mengeluarkan fatwa Nomor 5/MUNAS-VII/MUI/9/2005 yang menyatakan bahwa pemberian harta kepada berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, hadiah, dan wasiat.

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun