Mohon tunggu...
Hafie Fauzan
Hafie Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa dari universitas UIN Raden Mas Said Surakarta program studi Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

[Review] Buku kedudukan hukum anak dari hasil perkawinan beda agama menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

13 Maret 2024   08:49 Diperbarui: 13 Maret 2024   08:59 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Perkawinan dalam islam mempunyai nama lain yaitu pernikahan Adapun secara Bahasa Indonesia perkawinan/pernikahan adalah perjanjian atau akad yang diucapkan dan diberi tanda kemudian dilakukan oleh laki laki dan perempuan yang siap menjadi suami istri yang disaksikan beberapa orang dan diberi izin oleh wali perempuan. Dalam pasal 1 UU Nomer 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam memperkuat arti tersebut bahwasannya perkawinan adalah pernikahan dimana pernikahan itu adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah SWT. dan melaksanakannya merupakan ibadah.

TUJUAN PERNIKAHAN


Dijelaskan pada pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang Sakinah, mawardah, dan rahmah. Sedangkan pasal 1 UU Nomer 1 Tahun 1974, bahwa perkawinan itu bertujuan membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebab itu pernikahan dalam agama islam sangat dianjurkan karena bertujuan untuk beribadah dan meraih keutamaan-Nya.

SYARAT SAH PERKAWINAN


Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU Nomer 1 Tahun 1974 menjelaskan mengenai syarat sahnya suatu perkawinan. Didalam pasal tersebut perkawinan yang terjadi di Indonesia sangat menjunjung nilai nilai keagamaan, maka dari itu perkawinan dianggap sah apabila:
Menurut hukum masing -- masing agama dan kepercayaan
Secara tertib menurut hukum Syariah (bagi yang beragama islam)
Dicatatkan menurut perundang undangan dengan dihadiri oleh pegawai pencatat nikah
Bagi yang beragama diluar islam pencatatan perkawinan itu dilakukan oleh pegawai dari kantor catatan sipil setempat sedangkan KUA bagi orang yang beragama islam. Tetapi dalam KUHPerdata pasal 26 perkawinan itu hanya dipandang dalam hubungan keperdataannya saja, artinya perkawinan sah apabila memenuhi syarat yang ditentukan dalam KUHPerdata saja.
Syarat sah perkawinan dalam KHI pasal 14 disebutkan yaitu; adanya calon suami, calon istri, wali, saksi, ijab dan qabul. Batas minimal usia perkawinan dari calon laki laki dan calon wanita sudah dituangkan didalam pasal 7 ayat (1) UU Nomer 1 Tahun 1974 dimana disebutkan untuk laki laki yaitu 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun.

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN


Terdapat 3 akibat hukum perkawinan yang dijelaskan didalam buku ini yaitu; terhadap suami dan istri, harta kekayaan, serta anak yang dilahirkan dalam perkawinan.
Akibat perkawinan terhadap suami istri
suami istri memikuo tanggung jawab yang luhur untuk menegakkan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
hak dan kedudukan suami istri seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam bermasyarakat.
masing -- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum dan suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Akibat perkawinan terhadap harta kekayaan
timbul harta bawaan dan harta bersama.
suami atau istri masing masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hukum apapun.
Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama.
Akibat perkawinan terhadap anak
Anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah adalah anak yang sah.
Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja.

KEABSAHAN DAN STATUS ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF


1. Pengertian Anak
Menurut pasal 1 undang -- undang Nomer 23 Tahun 2002 anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam beberapa terminologi dijelaskan anak adalah pribadi yang memiliki peranan strategis dalam mengemban tanggung jawab masa depan bangsa.


2. Syarat Sah Anak
Dalam hukum islam, seorang anak dapat dikatakan sah memiliki hubungan nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah. Jika anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, tidak dapat disebut dengan anak yang sah. Masalah anak sah diatur di dalam UU Nomer 1 Tahun 1974 Pasal 42, 43, dan 44. berkenaan dengan pembuktian asal usul anak di dalam UU Perkawinan Pasal 55.


3. Hak dan Kedudukan Hukum Anak
Anak yang lahir pada sebuah perkawinan maka disitu sudah mendapati hak dan kewajiban. Diantaranya ialah diatur dalam pasal 45, 46, 47, 49 ayat (2) UU Nomer 1 Tahun 1974. Selain itu akan timbul kekuasaan orang tua terhadap anak yaitu;
Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah kekuasaan orang tua.
Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan.
Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang barang tetap dimiliki anaknya yang berumur 18 tahun atau belum pernah kawin.
Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila;
A. Ia melalaikan kewajiban terhadap anak
B. Ia berkelakuan buruk sekali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun