Sebagai kebutuhan utama, seharusnya rumah terdapat intervensi dari pemerintah, mengingat masalah ini juga menyangkut kepentingan orang banyak. Sama dengan BBM, air, listrik, setiap warga berhak mendapatkan rumah.
Oleh karena itu, sudah menjadi satu hal signifikan untuk pemerintah menjaga harga perumahan, jangan biarkan orang-orang makin terpinggirkan dari pusat kegiatan ekonomi, sebab cepat atau lambat menimbulkan masalah baru, kemacetan.Â
Peraturan kontrak atau sewa
Hari ini, kita sebagai pengontrak tidak memiliki satu hak atas bangunan atau ruang yang sudah dikontrak. Sebagai contoh seumpama pemilik bangunan berniat menaikkan harga kontrak, maka bisa dikerjakan pada detik itu juga, sesuai keinginan mereka.Â
Benar, sebagai pengontrak tidak satu hal bisa dilakukan selain menerima.Â
Hal ini berbeda dengan kondisi di New York, di mana tuan rumah tidak bisa menaikkan harga sewa semena-menah, terdapat semacam aturan perhitungan yang harus dikerjakan untuk menentukan harga adil kedua belah pihak.Â
Selain itu, pemilik juga tidak bisa mengusir pengontrak rumah, mereka harus tetap tinggal selama pengontrak belum menemukan ganti rumah.
Di lain sisi, problem ini bukan cuma dialami kontrak rumah, tetapi juga di apartemen. Sudah tak terhitung kisah penyewa apartemen dijadikan sebagai "sapi perah" pengembang. Mereka selalu saja ditagih aneh-aneh terkait iuran bersama, atau beberapa hal lain di luar harga perawatan.Â
Dari sini kita semua tahu, dari pinggiran hingga tengah kota selalu terdapat problem angkut terkait kontrak hunian. Permasalahan antara pengontrak dengan pemilik bangunan selalu sulit dihindari, pemerintah mungkin bukan solusi, tetapi jelas bisa mengurai problem ini.
Detail perjanjian Tapera
Kita semua tahu setiap kesepakatan akan selalu lebih mudah tercapai selama detail diinginkan terpenuhi, di sini masalah berat dialami Tapera dalam melanggeng di tengah kehidupan berbangsa, terdapat sejumlah detail kurang memuaskan terkandung di sana.
Sebagai contoh potongan tiga persen untuk setiap pekerja, meskipun cuma tiga persen, tetapi potongan ini tetap perlu mempertimbangkan, mengingat kebutuhan setiap pekerja sangat berbeda-beda, terutama mereka golongan di bawah Upah Minimum Regional (UMR).