Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengatasi Rintangan Demi Industri Bauksit dan Alumina Indonesia

23 Juni 2015   18:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:38 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bauksit (infotambang.com)

Bauksit, Kekayaan Alam Indonesia Berikutnya

Republik ini adalah tanah surga, ungkapan yang tidak sembarang. Hal didasarkan banyaknya terkandung logam bernilai triliunan rupiah, nilai yang sanggup untuk mengratiskan pendidikan hingga sarjana bagi seluruh penduduk Indonesia. Bijih batuan ini sendiri terdiri dari bermacam-macam, ada yang terdiri dari kumpulan mineral yang kemudian dapat diolah/dimurnikan untuk menjadi alumunium dan alumina (alumunium oksida) yang disebut bauksit. Kata bauksit mengacu pada lokasi pertama batuan ini yaitu Les Baux, tahun 1821 di bagian selatan Prancis, sedangkan di Indonesia, Belanda yang menemukan potensi ini di Kijang, Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 1924 sebelum era kemerdekaan. Bauksit di Indonesia tersebar di Kepulauan Riau, Bangka dan Belitung, juga sebagian di Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, serta Pulau Sumba dan Pulau Halmahera di Maluku.

Total cadangan jumlah bauksit saat ini menurut catatan Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) yang merupakan bahan dasar Alumina di Indonesia, memiliki cadangan bauksit sebesar 6.99 Milyar ton. Jika pasokan ini diperuntukan untuk kebutuhan bahan baku industri pemurnian bauksit (smelter alumina) dalam negeri yang dibutuhkan adalah 18 juta ton/tahun, dan ekspor bauksit masih bisa untuk sebanyak 22 juta ton/tahun. Dengan asumsi demikian pun, dari 7 Milyar ton di-bagi 40 juta ton pertahun, maka cadangan Bauksit Indonesia masih mampu bertahan selama 175 tahun.

Alumina sendiri menjadi olahan berikutnya dari Bauksit, lebih ramah lingkungan untuk perlengkapan kosmetik seperti cat kuku, lipstik dan tabir surya. Selain itu Alumina sendiri merupakan katalis yang berguna dalam dehidrasi alkohol, menghilangkan air dari aliran gas dan juga sehingga digunakan sangat banyak di industri kimia. Ada 2 jenis produk alumina yang bisa dihasilkan yaitu Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA). Lebih dari 90% pengolahan bijih bauksit di dunia dilakukan untuk membuat SGA yang kemudian diteruskan dengan pembuatan Alumina Murni.

Smelter Alumina,

Untuk mendapatkan alumina sendiri, diperlukan tempat pengolahan bijih mineral Bauksit menjadi Alumina. Dan pertambangan bauksit sebagai salah satu potensi pertambangan yang menjanjikan hal ini, karena produk turunan yang dihasilkan dari pertambangan bauksit adalah alumina dan aluminium, dengan taksiran cadangan potensi bauksit tanah air sebesar 3,22 milyar ton dengan sumber daya sebesar $ 7,55 milyar, tentu saja ini sebuah potensi yang sangat menjanjikan karena dibalik semua itu, pertambangan bauksit tanah air telah banyak menyumbang Triliunanan rupiah untuk negara yang tak sedikit.

Untuk itu tak tanggung-tanggung perusahaan sekelas, Dubai Alumunium Company Ltd (Dubal) asal Uni Emirat Arab yang dikabarkan akan bekerjasama dengan PT Aneka Tambang dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dan juga Hainan Joint Enterprise-Business Service Co Ltd, asal Tiongkok yang akan bekerjasama dengan PT Indopura Resources dan yang ketiga, Terakhir Russia Alumunium Company (Rusal) yang akan membangun Smelter di Indonesia bekerjasama dengan PT Arbaya menunjukkan bahwa smelter Alumina ini memang menjanjikan dalam industri penambangan.

Rintangan Pengembangan Bauksit dan Smelter Alumina

Kini industri Alumina dan Alumunium menemui rintangan berarti. Hal ini ditengarai dari kebijakan larangan ekspor bauksit dan alumina yang memiliki beberapa indikasi seperti memparah keadaan sampai otomatis produksi berhenti, karena belum ada pabrik alumina hingga saat ini. Kebijakan larangan expor menguntungkan pedagang bauksit di pasar global karena tidak adanya expor dari Indonesia maka pasokan dunia kurang dan harga akan naik. Justru investor lokal yang menderita kerugian besar karena sudah berhenti produksi akibat adanya larangan ekspor. 

Pelarangan eksport bauksit pun mengakibatkan pemutusan hubungan kerja yang menimpa kurang lebih 40.000 karyawan, dan hilangnya mata pencaharian bagi karyawan dan juga keluarganya lebih dari 160.000 orang. Terhentinya kegiatan pertambangan dari 77 Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemegang IUP harus membangun industri alumina dengan investasi yang besar tanpa adanya pendapatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun