Selain pengarah di dapur, umumnya perewang tidak diberi upah yang bersifat terpisah dari berkat. Sehingga, setiap perewang akan mendapatkan berkat yang akan dibagikan langsung setelah hajatan berakhir atau dalam hajatan kecil lewat anggota keluarga yang hadir dalam pelaksaanaan kenduri atau slametan (umumnya anggota keluarga pria).Â
Meski, yang diakui oleh bapak induk semang, kalau secara ekonomi lebih menguntungkan untuk mempekerjakan katering, tapi manfaat atau sanksi sosial yang berpengaruh dominan dalam kelestarian tradisi rewang. Kedua hal tersebut secara berbarengan efektif untuk membuat warga desa untuk rela mengeluarkan "biaya sosial" yang tidak kecil untuk membuat diri dan keluarganya untuk tetap relevan di masyarakat.
Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa rewang adalah tradisi yang hadir dari kentalnya hubungan antara warga desa. Interaksi intens yang hadir akibat kondisi sosial-lingkungan desa menciptakan situasi saling membutuhkan diantara warganya. Hal ini termasuk bagaimana cara warganya menyelenggarakan kegiatan yang bersifat kebutuhan komunal (seperti kerja bakti kebersihan mingguan) atau personal (seperti hajatan/kenduri). Meskipun memerlukan "biaya sosial" yang tidak sedikit, kompensasi atas manfaat keguyuban dan penghindaran atas sanksi sosial membuat warga dusun rela membayarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H