Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Warrior's Path 4

28 Agustus 2024   06:56 Diperbarui: 28 Agustus 2024   06:58 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Aku berbalik, segera melentingkan tubuh keatas teras seperti kucing dan berlari sejenak, aku teringat sesuatu lalu berbalik.

Set.

Kiato sudah berdiri di depanku, tinggi kami sama, mata kami bersitatap dalam gelombang aneh. Aku bisa merasakan napasnya, bahkan degup jantungnya. "ki... ki... kia?" ucapku patah-patah, mundur selangkah, berusaha menjaga etika. "ya?" ia juga terdiam.

Aku membalikkan badan, menutupiku wajah ku yang memmerah.

"Kia, panggil Kerlin kekamar. Aku dapatkan informasi penting" aku melangkah malu-malu keatas melalaui tangga. Dilantai dua, ruang yang di sebuah Mat'am, tempat makan. Mendapati Denki yang sedang menghabiskan makan siangnya. "Denki, berkumpul di kamar tidur, bantu aku memeriksa dokumen Drake" ucapku sambil lewat.

Kamar hanya diisi oleh futon disalah satu sisi kamar dan sedikit perabotan, serta sebuah bonsai sakura ku yang juga meranggas di jendela. aku langsung menjatuhkan kotak dilantai, membuat suara gedebuk pelan dilantai.

Perkamen dan buku tua sudah ku sortir, semuanya berhubungan langsung dengan Drake. Tak lama Denki ikut masuk disusul Kerlin dan Kiato menggeser pintu selanjutnya. Kamar menjadi hangat walaupun berkali-kali angin melewati jendela. hingga.

Tok, tok, tok, tok.

Empat kali ketukan, kode dari sensei pertanda hal penting. Kami menoleh kearah pintu, bahkan Kerlin yang hampir terlelap dengan buku di wajahnya ikut menoleh. Kamar berantakan oleh buku dan perkamen, walaupun begitu, tidak banyak yang dapat disimpulkan.

"anak-anak, mari berkumpul di Mat'am" ucap sensei dari luar.

Kami duduk di satu sisi meja makan, sedang sensei duduk di sisi lainnya, dengan tenang ia meneguk tetesan terakhir sencha dalam gelasnya. "seperti tahun lalu, kita mengdakan kompetisi yang sama" ia membuka. Melalui topeng besinya terliihat mata yang hitam mengilap dengan sejuta makna. "dengan satu tambahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun