Aku berbalik, segera melentingkan tubuh keatas teras seperti kucing dan berlari sejenak, aku teringat sesuatu lalu berbalik.
Set.
Kiato sudah berdiri di depanku, tinggi kami sama, mata kami bersitatap dalam gelombang aneh. Aku bisa merasakan napasnya, bahkan degup jantungnya. "ki... ki... kia?" ucapku patah-patah, mundur selangkah, berusaha menjaga etika. "ya?" ia juga terdiam.
Aku membalikkan badan, menutupiku wajah ku yang memmerah.
"Kia, panggil Kerlin kekamar. Aku dapatkan informasi penting" aku melangkah malu-malu keatas melalaui tangga. Dilantai dua, ruang yang di sebuah Mat'am, tempat makan. Mendapati Denki yang sedang menghabiskan makan siangnya. "Denki, berkumpul di kamar tidur, bantu aku memeriksa dokumen Drake" ucapku sambil lewat.
Kamar hanya diisi oleh futon disalah satu sisi kamar dan sedikit perabotan, serta sebuah bonsai sakura ku yang juga meranggas di jendela. aku langsung menjatuhkan kotak dilantai, membuat suara gedebuk pelan dilantai.
Perkamen dan buku tua sudah ku sortir, semuanya berhubungan langsung dengan Drake. Tak lama Denki ikut masuk disusul Kerlin dan Kiato menggeser pintu selanjutnya. Kamar menjadi hangat walaupun berkali-kali angin melewati jendela. hingga.
Tok, tok, tok, tok.
Empat kali ketukan, kode dari sensei pertanda hal penting. Kami menoleh kearah pintu, bahkan Kerlin yang hampir terlelap dengan buku di wajahnya ikut menoleh. Kamar berantakan oleh buku dan perkamen, walaupun begitu, tidak banyak yang dapat disimpulkan.
"anak-anak, mari berkumpul di Mat'am" ucap sensei dari luar.
Kami duduk di satu sisi meja makan, sedang sensei duduk di sisi lainnya, dengan tenang ia meneguk tetesan terakhir sencha dalam gelasnya. "seperti tahun lalu, kita mengdakan kompetisi yang sama" ia membuka. Melalui topeng besinya terliihat mata yang hitam mengilap dengan sejuta makna. "dengan satu tambahan.