Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Terminal Rasa

21 Juli 2024   15:34 Diperbarui: 21 Juli 2024   15:48 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu berlalu, mayat telah di angkat, bau bangkai mulai menghilang dengan sendirinya. Tapi polisi memutuskan untuk menutup tempat ini, karena dikhawatirkan jatuh korban lagi. Pemilik RM menolaknya, bahkan menghalau polisi masuk, segala negosiasi yang di lakukan sia-sia.

Pemilik tetap bersikeras untuk tetap mengoperasikan Terminal Rasa, karena hanya tempat ini yang bisa menjadi tempatnya mencari nafkah. Pemilik juga berjanji bahwa pelaku pembunuhan yang tejadi bukan dari orangnya.

Polisi akhirnya membiarkan Terminal Rasa tetap beroperasi, dengan syarat pemilik bisa menjamin tak ada korban lagi. Pemilik mengangguk dengan senyum.

Tapi senang hanya tersisa kenangan, selama penuh satu bulan tak ada pengunjung satupun. Bahkan orang di sekitar sana tidak melirik sama sekali, bahkan jelas-jelas saling bisik, bergosip dan bergunjing. Pemilik nya yang melihat langsung perbuatan itu merasa tertekan, lama kelamaan perasan itu membuatnya depresi berat.

Dan tepat di malam Senin, malam pertama di bukanya RM Terminal Rasa 7 tahun lalu. Dia berdiri di bawah salah satu rangka atap di gazebo paling besar dengan sebuah kursi, setelah mengikat dengan erat di rangka, pemilik itu mengikat pula tali itu di lehernya. Dia menyingkirkan kursi di bawahnya, danajal pun menjemputnya.

Besok, semua orang berkumpuk di depan rumah makan itu. Di sekitar ambulans, salah satu tandu yang di tutupi kain putih berjalan dari dalam ke dalam ambulans. Di tandu itu tertulis sebuah nama "Zubar" begitulah yang tertulis. Seluruh keluarga almarhum menangis histeris, mengiringi mayat hingga ke rumah duka.

5 bulan kemudian.

Terminal Rasa di biarkan tak bertuan. Surat kepemilikan di bakar keluarga. Bangunan itu pun menjadi terbengkalai, lumut tumbuh tak terkendali, pepohonan sekarang memiliki daun dan dahan yang dirawat oleh alam tumbuh dengan besar, tapi justru terlihat angker.

Terutama pohon beringin paling besar yang berada di pojok tanah yang dibatasi pagar kawat besi. Daun dan akarnya menjuntai dari atas dahan, bahkan menyebar hingga tanah kosong yang berada di luar pagar. Beberapa kali warga sekitar mendengar suara jeritan pilu, jeritan itu bersahut-sahutan, berkali-kali di tengah malam.

 Saat sebuah malam berangin dan sedang badai, semuanya menjadi terlihat lebih horror. Saat salah satu pemancing yang pulang setelah memancing di irigasi di depan Terminal Rasa, petir terlihat berkali-kali dilangit. Karena teringat cerita yang sedang sering menyebar di kalangan pemancing tentang RM Terminal Rasa, dia pun memberanikan diri untuk menoleh.

 Bersamaan dengan petir yang membuat sekitar menjadi terang, dalam waktu yang hanya sekian detik itu, pemancing itu mlihat dengan jelas sesosok hitam yang bergantung di salah satu gazebo. Dia mengerem motornya, berusaha untuk memerhatikan lebih jelas sosok hitam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun