Mohon tunggu...
Hadrial Aat
Hadrial Aat Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hidup adalah saat ini. Teruslah berbuat kebaikan. Jika kita tidak bisa berkata benar, maka diam itu lebih baik. Akan tetapi apabila kita bisa berkata benar dan untuk mengajak kepada kebaikan, maka berbicara itu lebih baik. Sampaikanlah walau hanya satu kata, ketika nafas kita masih ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ujian CPNS

19 September 2012   04:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:15 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi: kampusstainutemanggung.blogspot.com

Guru sekolahnya pernah berkata, "Ini bukan ujian yang sebenarnya, nanti ada ujian yang sebenarnya di kehidupan kalian."

Itu yang dikatakan gurunya saat ujian kelulusan di Sekolah Menengah Umum dahulu. Tetapi saat itu masih terlalu lugu untuk memahami petuah gurunya itu yang hanya dianggapnya angin lalu, masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Sekarang, sedikit ia baru mengerti ujian yang dimaksudkan gurunya itu. Mungkin ini salah satunya?

Ujian untuk menjadi pegawai negeri sipil atau PNS salah satunya yang baru ia hadapi. Ujian yang ia harapkan dapat mengubah nasibnya dan keluarganya. Ujian yang bisa memberikan harapan pekerjaan. Ujian yang akan menjamin hidup hari tuanya. Ujian yang menjadi impian ia dan ribuan orang lainnya untuk berharap lulus.

Untuk itu harus banyak diperlukan perjuangan dan pengorbanan. Demi satu kata, jasi PNS. Tetapi itu semua sudah ia lalui. Dari mulai mengurus kartu tanda pencari kerja sampai menulis surat lamaran. Dari memulai memfotocopy ini itulah, sampai memfoto dirinya sendiri.

Lepas dari itu semua ia sangat bangga karena ia sudah mengikuti ujian seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil di daerahnya sendiri.

Kali ini ujiannya luar biasa. Soal ujiannya ratusan soal yang dibagi dalam beberapa babak dan diawasi oleh dua orang pengawas.  Permisi saja hanya boleh lima menit, lebih dari itu ujiannya dibatalkan.

Tetapi kali ini ia sangat berbesar hati. Hal itu dikarenakan pidato bapak presidennya, bapak menterinya dan bapak-bapak lainnya, yang mengatakan bahwa penerimaan kali ini bebas korupsi, kolusi dan nepotisme alias KKN. Semua  lembar jawaban akan diperiksa dengan menggunakan sistem komputer.

Bebas KKN! Entah penerimaan kali ini  benar-benar murni, atau penerimaan kali ini benar-benar bebas semaunya untuk KKN. Tetapi hal itulah yang memotivasi dirinya untuk ikut tes kali ini.

Sebenarnya ia sudah tidak bersemangat lagi untuk mengikuti  tes penerimaan semacam ini. Ia sudah terlalu letih mengikuti bannyaknya tes, dari mulai tes penerimaan jadi tentara, tes penerimaan jadi polisi, tes jadi karyawan swasta sampai tes untuk menjadi pegawai negeri. Untuk tes jadi pegawai negeri ini saja ia sudah mengikutinya sebanyak lima kali. Akan tetapi hasilnya selalu mengecewakan dirinya. Dan akhirnya ia menyimpulkan bahwa untuk lulus tes-tes semacam itu ialah harus punya kerabat atau atau minimalnya harus punya puluhan juta duit, karena negara ini semuanya UUD, "Ujung-Ujungnya duit". Ia berpendapat sedemikian naifnya karena ia punya alasan. Alasan yang ia rasa cukup masuk akal. Bagaimana Mungkin? Sewaktu sekolah menengah saja ia mampu juara satu tingka propinsi. Mustahil tes semacam ini yang soal-soalnya  dianggap terlalu mudah ia tidak lulus? Tidak mungkin ia tidak lulus, atau tuhan yang belum memberikannya rezeki???

Ah... sudahlah, itukan dulu! Sekarang panitianya sudah menjamin bahwa penerimaan kali ini bebas KKN. Tetapi ia belum juga yakin. Masih ada keraguan dalam kata itu. Keraguannya bertambah ketika hasil ujian yang sebelumnya dijadwalkan akan diumumkan paling lama dua minggu setelah ujian dilaksanakan ternyata tidak terbukti. Bahkan ia mulai yakin bahwa penerimaan kali ini sama dengan penerimaan yang dulu. Penerimaan yang hanya dijadikan proyek para pejabat negaranya dan ia menjadi satu bulan-bulananya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun