Mohon tunggu...
HADI YUSENA
HADI YUSENA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas pamulang

perkenalkan nama saya hadi yusena, hobi saya sekarang dibidang olahraga seperti futsal dan sepak bola, selain itu juga hobi saya juga menbaca buku, kesibukan sekarang saya seorrang mahasiswa baru di universits pamulang, saya juga aktif dibeberapa organisasi internal kampus seperti himpunan mahasiswa fakultas hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi di Indonesia dan Tantangan Perubahan Sosial

27 April 2024   21:09 Diperbarui: 27 April 2024   21:09 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yaitu preskriptif analitis, melalui pendekatan konseptual, pendekatan undang-undang, dan pendekatan kasus dalam menilai partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi (Bunga et al., 2019). Pendekatan konseptual digunakan untuk membandingkan dan menganalisis konsep dampak perubahan sosial terhadap masyarakat dari adanya korupsi. Pendekatan undang-undang diperlukan untuk mengkaji pengaturan mekanisme partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi. Pendekatan kasus untuk melihat penggunaan istilah partisipasi masyara-kat dalam pencegahan korupsi. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif (Richie, 2006).

Hasil dan Pembahasan

Dampak Korupsi Terkait Perubahan Sosial dan Tantangannya

Dampak Merugikan Korupsi bagi Kehidupan Bernegara

Fenomena sosial yang disebut korupsi merupakan realitas perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang, dan membahayakan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, perilaku ini dalam segala bentuk dicela oleh masyarakat. Pengecaman masyarakat terhadap korupsi menurut konsepsi yuridis diwujudkan dalam rumusan undang-undang sebagai bentuk tindak pidana. Dalam politik hukum pidana Indonesia, korupsi bahkan dianggap sebagai tindak pidana yang perlu ditangani secara khusus dan diancam dengan hukuman yang berat. Semua negara di dunia sepakat bahwa tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan "luar biasa" (Marzuki, 2017). Disebut luar biasa karena lazim dilakukan secara sistematis, memiliki aktor intelektual, melibatkan pemangku kepentingan di wilayah tertentu, termasuk aparat penegak hukum, dan memiliki pengaruh "destruktif" dalam skala besar. Akibatnya, korupsi telah mendarah daging di semua elemen dan lapisan masyarakat (Widodo et al., 2018). Peningkatan jumlah kasus tindak pidana korupsi tentunya sangat berdampak pada menurunnya kualitas kesejahteraan masyarakat. Negara memiliki kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Berkovich et al., 2019). Dampak korupsi yang begitu luas, dan menjadi perhatian yang berat bagi kesejahteraan masyarakat, harus menjadi tugas bersama seluruh bagian bangsa untuk mencegah korupsi, tanpa terkecuali (L. Wulandari & Parman, 2019). Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban masyarakat untuk bersama-sama memerangi korupsi. Bukan tugas yang mudah, karena memerlukan pelibatan dan kerjasama seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat, karena korupsi merupakan kejahatan yang dikenal dengan White Collar Crime, yang dilakukan oleh mereka yang memiliki kelebihan kekayaan dan dianggap "terhormat" (Suyatmiko, 2021). Riset tahun 2018 memberikan rincian mengenai beberapa hasil korupsi, antara lain: (1) Suap menyebabkan dana pembangunan rumah murah jatuh ke tangan pihak yang tidak berhak; (2) Komisi bagi penanggung jawab pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah berarti kontrak jatuh ke tangan perusahaan yang tidak memenuhi syarat; (3) Polisi disuap untuk berpura-pura tidak tahu apakah ada kejahatan yang harus diselidiki; (4) Pegawai pemerintah daerah menggunakan fasilitas umum untuk keuntungan pribadi; (5) Untuk memperoleh izin dan izin, warga masyarakat harus memberikan uang fasilitasi kepada petugas bahkan terkadang harus memberikan suap agar izin atau izin dapat diterbitkan; (6) Dengan memberikan suap, anggota masyarakat dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan dengan melanggar peraturan keselamatan kerja, peraturan kesehatan, atau peraturan lainnya sehingga dapat membahayakan masyarakat lainnya; (7) Layanan pemerintah daerah diberikan hanya ketika penduduk telah membayar jumlah tambahan di luar biaya resmi; (8) Keputusan mengenai penggunaan lahan di dalam kota seringkali dipengaruhi oleh korupsi; dan (9) Petugas pajak memeras warga, atau lebih berkolusi dengan wajib pajak, memberikan keringanan pajak kepada wajib pajak dengan imbalan suap (Maroni & Ariani, 2018)

Koruptor berasal dari semua bidang institusi, latar belakang, dan jabatan. Perilaku korupsi banyak dilakukan oleh orang-orang dengan berbagai kepentingan dari kelas menengah ke bawah dalam hal tuntutan ekonomi, atau mereka yang berasal dari kelas atas yang bertujuan untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi (Jannah et al., 2020). Sebuah survei yang dilakukan oleh Transparency International pada tahun 2018 menunjukkan bahwa korupsi banyak terjadi di negara-negara yang memiliki fondasi demokrasi yang lemah (Suyatmiko & Nicola, 2019). Politisi yang tidak demokratis dan populis dapat menggunakan posisinya untuk mengambil keuntungan demi keuntungan pribadi. Beragam pelaku korupsi menyampaikan bahwa perilaku kronis tersebut terletak pada rusaknya moral dan integritas mereka sebagai individu yang hidup di tengah sistem negara. Namun, kerusakan moral biasanya terjadi karena pengaruh eksternal seperti budaya masyarakat, pendidikan, dan lingkungan yang tampaknya mendukung tindakan kriminal ini (Harrison, 1999). Apalagi korupsi seringkali disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu; mendukung penyimpangan yang diberikan oleh pemerintah dan sistem birokrasi, kurangnya pengawasan, dan kekuatan hukum yang tidak memadai. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi memerlukan kerjasama dan keterlibatan secara simultan dari semua pihak yaitu pemerintah sebagai pembuat hukum, penegak hukum, penyedia layanan publik, lembaga anti korupsi, media, organisasi, dan masyarakat (Waluyo, 2017). Kondisi korupsi di Indonesia telah menjadi isu lama yang berdampak besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia (Kosim, 2010). Sebuah laporan Transparancy International pada tahun 2021, menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga negara di dunia mendapat skor rendah, di bawah 50. Nilai indeks tertinggi adalah 100, yang menunjukkan bahwa suatu negara bebas dari korupsi, dan nilai nol menunjukkan bahwa negara adalah negara dengan tingkat korupsi tertinggi (Indrawan & Widiyanto, 2017). Dari 180 negara di dunia, Denmark dan Finlandia menempati urutan pertama. Indonesia menempati peringkat 96 dari 180 atau berada di urutan terbawah dari daftar di bawah negara-negara Afrika seperti Ethiopia dan Guyana (Transparency International, 2021). Indeksasi yang dilansir Transparency International melalui Corruption Perception Index (CPI) menunjukkan parahnya korupsi di Indonesia. Tindakan korupsi dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain perilaku dan karakteristik individu itu sendiri, aspek sosial, budaya, politik, struktur organisasi yang lemah, dan aspek ekonomi. Perbuatan korupsi kemudian menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan internal dan eksternal para koruptor (Butt, 2017). Mencermati konsekuensi korupsi yang lebih besar terhadap negara, dampak ekonomi dari korupsi meningkatkan nilai investasi. Investasi membutuhkan biaya yang besar dengan memanipulasi pengeluaran berupa mark up. Tingginya nilai investasi juga disebabkan oleh kasus suap. Pengusaha akan menyuap pejabat untuk mendapatkan kontrak, sehingga biaya kontrak akan semakin besar (Gregory, 2006). Akibat peluang korupsi dalam investasi, pemerintah menggeser komposisi belanja publik, dimana belanja publik kemudian lebih sering digunakan untuk membeli peralatan baru, dibandingkan belanja yang dibutuhkan untuk fungsi dasar (pendidikan dan kesehatan), karena dalam pendidikan dan kesehatan ada lebih sedikit kesempatan untuk mendapatkan komisi. Apalagi dalam hal penerimaan, korupsi dapat mengurangi penerimaan pemerintah melalui pajak, karena pembayarannya dapat dikompromikan (Di Donato, 2018). Sifat koruptif dari rusaknya integritas individu didukung oleh sistem yang buruk, serta kontrol yang tidak efisien yang berkontribusi pada kebocoran anggaran negara. Upaya mendorong pendidikan dan pelatihan, serta prinsip moral, gagal mengatur perilaku masyarakat Indonesia, apalagi memberantas korupsi. Akibatnya, korupsi harus diberantas dengan menggunakan pendekatan multidisiplin melalui sistem pemantauan yang kuat, serta fleksibilitas penting dalam implementasi aturan dan undang-undang (Dirwan, 2019). Peran Masyarakat dalam Mengatasi Fenomena Perubahan Sosial sebagai Dampak Korupsi Tindakan korupsi sangat erat kaitannya dengan perilaku umum masyarakat Indonesia. Mencermati aspek perilaku korupsi, perilaku tertentu ini diyakini telah terjadi sejak penjajahan Belanda di negara itu dari Abad ke-16 hinggapertengahan abad ke-20, sebagai alat rekayasa sosial dalam mengebiri kekuatan masyarakat lokal (Suryaningsi & Mula, 2020). Penelitian pada tahun 2015 mencatat bahwa Belanda fokus pada pengayaan pribadi yang dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa selama penjajahan selama lebih dari tiga abad (Bertrand, 2015). Dengan demikian perilaku korupsi yang kronis telah berkembang dan mendarah daging dalam pola pikir masyarakat Indonesia hingga saat ini. Korupsi yang dilakukan berulang kali dalam jangka waktu yang lama menciptakan pola pikir komunal bahwa tindakan tersebut 'biasa dan tidak berbahaya'; dimana pada kenyataannya setiap tindakan yang menimbulkan kerugian sekecil apapun dapat dikategorikan sebagai perilaku korupsi. Korupsi di Indonesia telah menjadi fenomena yang sudah berlangsung lama sebagai akibat dari perubahan sosial yang berawal dari pengaruh penjajahan yang buruk (Seregig et al., 2019).

Perilaku korupsi memiliki kecenderungan masif untuk merusak sistem kontrol masyarakat karena tindakan ini menyebabkan penyimpangan moral masyarakat. Perubahan sosial yang dibawa oleh korupsi yang marak dilakukan, memunculkan sederetan sifat buruk masyarakat, seperti sikap rakus, jahiliyah, skeptis, dan sifat individualistis (Prabowo & Suhernita, 2018). 

Sama meresahkan, di era rezim orde baru, sebagian besar koruptor sebagian besar dibentuk oleh konsepsi yang menyesatkan tentang "asas keluarga", yang menyebabkan urusan "skizofenik" antara legitimasi profesional dan sosial mereka. Misalnya, banyak pejabat publik yang sering mengalami situasi konflik, di mana mereka menganggap membantu keluarga sebagai kewajiban keluarga, tetapi pada saat yang sama, mereka akan melanggar aturan kantor jika tindakan korupsi yang diperlukan dilakukan. Dorongan untuk melakukan korupsi juga didukung oleh pembenaran mereka sendiri bahwa: (1) perbuatannya tidak merugikan orang lain; dan (2) kewajiban sosial dianggap sebagai nilai yang lebih tinggi. Pembenaran-pembenaran ini menciptakan mentalitas yang rusak bagi para pelaku dan menyebabkan kerugian negara yang sangat tidak terkendali (Berkovich et al., 2019). 

Korupsi memang menjadi isu konsekuen yang mengancam kesejahteraan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Transparancy Internasional Indonesia, hampir 30-40 persen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hilang akibat korupsi. kasus (Zaenudin et al., 2018). 

Kasus korupsi terbanyak adalah pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, yaitu sebesar 70 persen. Presiden Indonesia Joko Widodo menegaskan bahwa korupsi menyebabkan kerugian finansial bagi negara dan juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Suyatmiko, 2021). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun