Saat membayar aku menyerahkan 1 koin 20 rupiah, 1 koin 10 rupiah dan 1 koin 5 rupiah. Sejak saat SD itu aku mulai jatuh cinta dengannya, nasi gudangan.
Saat itu nasi gudangan disajikan dalam pincuk daun pisang. Nasi putih panas, dikasih urap sayuran dan ditambah sambal kelapa di atasnya.
Aromanyaa huuhh jangan ditanya. Pokok e maknyuss, begitu istilah nya Bondan Winarno (alm). Apalagi kami menyantapnya rame-rame, bareng dengan teman-teman sambil bercanda.
Pada momen itu, hiburan kami saat jajan adalah gangguin teman cewek yang juga lagi jajan. Biasa, usil ala anak-anak kampung. Pas teman cewek sedang makan, begitu nasi sudah hampir masuk mulutnya, kami tarik rambutnya.
Bayangan akan kelezatan nasi gudangan langsung punah, kepala tak jua bisa mendekat. Begitu kepala mendekat, rambut ditarik lagi. Duh kasihan, tapi ya begitulah namanya cowok. Gak bisa lihat peluang dikit, langsung berangkat.
Tapi anak cewek selalu punya cara menakuti kaum cowok, biar gak ganggu lagi. "Awas nanti sampai kelas ku laporin bu guru", ancaman ini jadi senjata ampuh buat menghentikan ulah nakal para cowok. Maklum, saat itu para siswa masih sangat hormat dengan guru-gurunya. Guru adalah jaminan obat kenakalan saat itu. Dan itu semua kami lakukan sambil menikmati nasi gudangan. Sederhana tapi penuh tawa dan kehangatan.
Begitulah rutinitas jajan jaman SD dulu. Makan gak pakai sendok, hanya pakai tangan. Tapi nikmatnya gak kalah dengan makan jaman sekarang. Rutinitas jajan bareng jadi hiburan, meskipun hanya sekedar nasi gudangan, tidak ada gadget yang mengganggu. Pada akhirnya, semua hanyalah kenangan.
Itu dulu. Sejak lulus SD, aku sudah jarang makan nasi gudangan. Paling hanya sesekali, saat ada undangan makan ke tetangga. Biasanya saat memperingati pasaran hari lahir.
Seingatku, perpisahanku dengan nasi gudangan terjadi saat aku harus merantau ke Bogor untuk melanjutkan kuliah. Di bogor, aku benar-benar putus dengannya. Lama sekali aku tidak menyantapnya. Apalagi setelah pindah ke Sumatra.
Setelahnya nasi gudangan sudah tidak jadi pilihan. Kalau ada pilihan menu yang lain, selalu saja nasi gudangan aku tinggalkan. Aku lebih milih menu lainnya yang lebih kekinian dan kedaging-dagingan.
Sejarah Nasi Gudangan