Kedua, politeisme yaitu kepercayaan multipel dengan relativisasi. Kepercayaan jalur ini---dalam khazanah keislaman disebut "syirik"---kerap menjadi persoalan dalam konteks beragama.Â
Tak sedikit orang beragama yang mengaku percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (monoteisme), namun masih membuka peluang akan kepercayaan kepada wujud-kekuatan lain yang tampak dan/atau dianggap bersifat ketuhanan; atau menjelmakan (baca: menyekutukan) wujud-kekuatan Tuhan pada/dengan wujud-wujud-kekuatan selain Tuhan.
Ketiga, monoteisme ialah kepercayaan pada wujud Tuhan Yang Tunggal (ahad), menyeluruh (universal) dengan kekuasaan dan kehendak-Nya yang tanpa batas (unlimited), Mahasempurna; tiada padanan dan tak seperti yang dibayangkan atau dipikirkan oleh siapa pun (suprarasional). Maka apa pun persepsi dan/atau konsepsi tentang Tuhan sejatinya bukanlah Tuhan.
Tuhan dan Faal-Nya
Islam mengajarkan enam formula kepercayaan---yang dalam Teologi Asy'ariyah atau Akidah Islam Ahl al-Sunnah wal-Jam'ah disebut dengan Rukun Iman; yaitu kepercayaan kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, takdir baik dan buruk. Enam formula ini mengorganisasikan energi kepercaayan dalam diri Muslim.
Allah adalah sentral (main) dari energi kepercayaan Muslim. Sedangkan lima kepercayaan lainnya bisa dikatakan sebagai cabang (branch). Karena itu tiga kepercayaan berikutnya---yakni terhadap para malaikat, kitab-kitab, dan rasul-rasul---ditautkan kepada-Nya. Artinya bahwa tanpa kepercayaan kepada Allah, kepercayaan terhadap para malaikat, kitab-kitab, dan rasul-rasul tiada arti.Â
Lalu kepercayaan terhadap hari akhirat adalah konsekuensi ideal dari kepercayaan kepada Allah yang mendoktrinkannya, dan kepercayaan terhadap takdir baik dan buruk adalah wujud dari penerimaan akan faal-Nya.
Bagaimana Tuhan bekerja? Menurut Syekh Muhammad Abduh faal Allah berasal dari ilmu dan kehendak-Nya atas dasar ikhtiari (kebebasan). Karena itu, tak ada faal yang wajib (mengikat) bagi-Nya.Â
Maka apa pun faal-Nya---seperti mencipta, memberi rezeki, menyuruh, mencegah dan melarang, merahmati, menguji dan menimpakan bencana---merupakan ketetapan bagi-Nya dengan kemungkinan yang khusus. Dengan kata lain, faal Tuhan tak seperti diproyeksikan oleh akal dan logika makhluk.
Jadi Tuhan---dalam konteks alam semesta---telah menciptakan hukum-hukum tertentu yang memungkinkan alam semesta bekerja. Manusia didorong untuk menemukan hukum-hukum itu untuk kepentingannya. Dalam persoalan Covid-19, umat beragama dihadapkan pada dilema totalitas kepercayaan pada Tuhan dengan kemungkinan faal-Nya yang khusus dan loyalitasnya terhadap ajaran-ajaran yang diproyeksikan oleh akal dan logikanya.
Allah yang diyakini sebagai Tuhan Pencipta dan Pengatur alam semesta acap kali dipertanyakan eksistensi dan faal-Nya, terutama manakala terjadi peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan. Ketika Covid-19 (diberitakan) merebak menjadi pandemi, dan masyarakat dunia seakan kewalahan mengatasinya, timbul tanya: "mana Tuhan?" Tanya ini tentu berkaitan dengan kepercayaan akan Tuhan.