Mohon tunggu...
Hadi Sastra
Hadi Sastra Mohon Tunggu... Dosen - Guru, Dosen, Penulis

Hadi Sastra, seorang Guru, Dosen, dan Penulis, tinggal di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Menyukai bidang sastra, bahasa, literasi, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Insyaf

28 Juli 2021   15:51 Diperbarui: 28 Juli 2021   16:12 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu pun kedua tangan, serasa diikat dengan borgol dari api yang berkobar-kobar. Sekujur tubuh Wak Tarmad serasa ditindih benda –entah apa– dengan ukuran dan berat yang tak terhingga. Menghancurkan tubuh Wak Tarmad. Berkeping-keping. Lalu menyatu kembali.

Tanpa basa-basi, makhluk ganas itu langsung menyerang Wak Tarmad. Kukunya memecahkan batok kepala Wak Tarmad. Kontan, isi kepala terburai. Mencabik-cabik tubuh Wak Tarmad. Seisi perut Wak Tarmad berantakan. Wak Tarmad menjerit tinggi. T

api makhluk itu tak peduli. Terus saja menghajar Wak Tarmad. Meremas-remas tubuh Wak Tarmad. Menjadi kepingan-kepingan kecil. Wak Tarmad merasakan sakit luar biasa.

“Siapa kau?!” kembali Wak Tarmad bertanya, dengan nada keras.

Makhluk itu menjawab dengan suara seperti bunyi ledakan bom atom. Teramat kencang. Menggelegar. Dahsyat. Seketika semua bergetar. Hancur. Termasuk tubuh Wak Tarmad. “Aku adalah maksiat yang kamu lakukan selama di dunia!” Kembali makhluk itu menghajar Wak Tarmad. 

Menyiksa. Tanpa ampun. Wak Tarmad meronta-ronta. Melolong seperti serigala. Memohon-mohon ampun. Memanggil-manggil istri dan anaknya. Menyebut-nyebut asma Allah swt. Menyebut-nyebut Rasulullah Muhammad saw.

***

Tubuh Wak Tarmad bergerak-gerak. Kedua tangannya bergetar, berusaha membuka kepalan. Kakinya menendang-nendang. Mulutnya menggumam. Tak jelas apa yang diucapkannya. Berusaha untuk membuka matanya. Wak Tarmad memberontak.

“Istigfar, Pak, istigfar,” istri Wak Tarmad berulang-ulang mengucapkan kalimat itu di telinga Wak Tarmad. Dia senang melihat suaminya mulai siuman. Menggoyang-goyangkan tubuh Wak Tarmad. Sang anak mengikuti apa yang dilakukan ibunya.

Dengan susah payah, akhirnya Wak Tarmad dapat membuka matanya. Dia melihat-lihat sekelilingnya. Masih kabur pandangannya. Sekujur tubuhnya terasa lemas. “Mak,” lirih suara Wak Tarmad. Matanya mengarah ke sang istri, kemudian ke anaknya.

Istrinya tersenyum. Matanya basah. Ibu dan anak saling berpandangan. Berpelukan. Lalu, bersama-sama memeluk Wak Tarmad. Wak Tarmad menangis. Tangisnya menyatu dengan tangis istri dan anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun