Mohon tunggu...
Hadi Sastra
Hadi Sastra Mohon Tunggu... Dosen - Guru, Dosen, Penulis

Hadi Sastra, seorang Guru, Dosen, dan Penulis, tinggal di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Menyukai bidang sastra, bahasa, literasi, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Insyaf

28 Juli 2021   15:51 Diperbarui: 28 Juli 2021   16:12 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para tetangga pernah beramai-ramai mengusir keluarga Wak Tarmad. Mereka mengancam akan membakar rumah Wak Tarmad. Beruntung Pak RT dan tokoh masyarakat berhasil menenangkan warganya. Selamatlah Wak Tarmad sekeluarga. Hanya saja dengan syarat, jangan sekali lagi Wak Tarmad mengulangi perbuatannya. Namun, lagi-lagi Wak Tarmad melakukan hal yang sama. 

Dan lagi-lagi para tetangga mengancam. Lagi-lagi pula Wak Tarmad mengulangi. Wak Tarmad tak kapok. Bahkan pernah balik mengancam warga. Istri dan anaknya pasrah, sambil terus berdoa agar Wak Tarmad segera insyaf.

***

Wak Tarmad merasakan berada di suatu tempat. Tempat yang asing baginya. Tempat yang dikelilingi kobaran api. Semua yang dilihatnya api. Di kanan, kiri dan atasnya api. Bahkan apa yang dipijaknya juga api. Panas luar biasa. Dengan cepat api menjilati tubuh Wak Tarmad.

Wak Tarmad ketakutan. Memberontak. Berteriak-teriak. Meminta pertolongan. Namun, tak satu pun yang mendengar suaranya. Api makin berkobar. Sekujur tubuh Wak Tarmad hangus. Tak satu pun helai rambutnya yang lolos dari kobaran api. Kepalanya hancur. 

Seisi kepalanya muncrat berantakan. Kedua bola matanya keluar dan pecah. Badannya juga hancur, terpotong-potong dan berserakan. Isi dada dan perutnya terburai. Tulang-belulang terpental ke segala arah. Darah muncrat ke mana-mana. Tercium bau sangat busuk. Ribuan belatung dan binatang-binatang hitam berbisa menyerang dan melahap habis tubuh Wak Tarmad.  

Tubuh Wak Tarmad benar-benar habis. Dihajar kobaran api. Diserang amukan ribuan binatang. Tetapi, dalam sekejap menyatu kembali bagian-bagian tubuh itu. Lalu dihajar api lagi. Diserang binatang lagi. Menyatu kembali. Dihajar dan diserang lagi. Begitu seterusnya. 

Wak Tarmad melihat dan merasakan semua itu. Benar-benar dia merasakan. Dia merasakan kesakitan. Merasakan keanehan. Namun, dia tak dapat berbuat apa-apa. Entahlah!

Dalam kepanikan dan ketakuatannya, muncul sesosok makhluk asing. Tinggi besar. Sekujur badan berbulu lebat. Hitam legam. Rambutnya berapi. Dua tanduk panjang di kepalanya. Matanya besar melotot. Geriginya panjang dengan dua taring tajam. 

Urat-urat ototnya besar dan kuat. Kuku-kukunya seperti pedang. Langkahnya berat, menggetarkan sekeliling Wak Tarmad. Tak bersuara, namun hembusan napasnya terdengar sangat keras, memecahkan gendang telinga Wak Tarmad. Mendatangi Wak Tarmad yang makin ketakutan.

“Siapa kau?” tanya Wak Tarmad. Gemetar. Ingin sekali Wak Tarmad berlari menjauhi makhluk angker itu. Namun apa daya. Tubuhnya mendadak kaku. Kedua kaki serasa dipasung dengan rantai yang teramat panas, sehingga tak dapat sedikit pun digerakkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun