Ada banyak jawaban. Soal humanisme. Soal keberpihakan. Hingga kedekatan emosional dari warganet.Â
Tapi, salah satunya bisa karena dipicu pemikiran yang dibumbui kecemasan dan kekhawatiran.
Bisa jadi, mereka khawatir, keputusan melepas coach Herry IP, coach Aryono, dan coach Irwansyah, prestasi bulutangkis Indonesia ke depannya bakal suram.Â
Bila sudah begitu, maka pemikiran terbaik yang patut dimunculkan adalah berbaik sangka. Berpikir kritis demi perbaikan boleh, tetapi tetap dalam koridor yang tepat demi kemajuan bulutangkis Indonesia.
Kita berbaik sangka bahwa keputusan pengurus PBSI dalam memilih nama-nama pelatih dan pemain, sudah melalui pertimbangan yang matang. Sudah menghitung detail minusnya.Â
Semisal dengan masuknya pelatih Mulyo Handoyo sebagai pelatih kepala dan pelatih tunggal putra, kita berbaik sangka semoga pelatih senior ini bisa mencetak Taufik Hidayat baru di masa kini seperti yang dilakukannya dulu.Â
Termasuk dengan perombakan yang dilakukan PBSI di sektor ganda campuran dengan masuknya Dejan Ferdinansyah serta Rinov Rivaldy berganti pasangan dengan Lisa Ayu Kusumawati. Â
Kita cukup berujar, "mari kita lihat kinerja para pelatih dan pemain di tahun 2025 nanti".
Sepatutnya, kita  memberikan mereka kesempatan dulu kepada mereka untuk membuktikan kemampuan dan kapasitas mereka. Tentunya dengan harapan baik, mereka bisa membawa bulutangkis Indonesia menjadi lebih baik di tahun 2025.
Sebab, menurut saya, persaingan bulutangkis era sekarang jauh lebih berat.Â
Indonesia berbenah, negara lain pun melakukan upaya serupa. Apalagi bila tidak berbenah, otomatis akan semakin tertinggal. Faktanya, Indonesia tertinggal dalam event-event besar di tahun 2024 lalu. Contoh nyata, tradisi meraih medali emas di Olimpiade, gagal berlanjut di 2024 ini.