Anthony Sinisuka Ginting hanya bisa tersenyum kecut sembari mengambil shuttlecock yang sekian detik sebelumnya gagal menyeberang net dan jatuh di area lapangannya sendiri.
Raut muka sebal dan legowo menerima kenyataan pahit, bercampur jadi satu di wajah anak muda yang tahun lalu kehilangan sang ibu yang paling dicintainya.
Baru saja, Ginting melewatkan kesempatan tampil di final turnamen bulutangkis Daihatsu Indonesia Masters 2024 yang dimainkan di Istora Gelora Bung Karno Jakarta. Dia kalah dari Brian Yang, pebulutangks muda asal Kanada.
Kekalahan yang mungkin membuatnya sulit tidur tadi malam.
Betapa tidak, menghadapi pemain Kanada berusia 22 tahun itu, Ginting sebenarnya unggul segalanya.
Tiga kali pertemuan sebelumnya, Ginting selalu menang atas Brian Yang. Head to head di turnamen BWF World Tour 3-0. Ginting mendominasi.
Tadi malam, di babak semifinal Indonesia Masters 2024, Ginting pun sepertinya akan kembali menang atas pemain Kanada ini.
Di game pertama, Ginting mendominasi permainan. Tidak sulit baginya mendapatkan poin lewat kombinasi pukulan drop shot, netting tipis, dan smash-smash menukik tajam yang menjadi senjatanya. Dia menang 21-13 di game pertama.
Namun, di game kedua, Brian Yang yang bukan pemain unggulan, memperlihatkan bahwa dirinya memang pantas berada di semifinal turnamen BWF World Tour level Super 500 ini.
Dia bermain sabar. Mengembalikan setiap shuttlecock dari Ginting. Menunggu Ginting melakukan kesalahan sendiri.
Pukulan-pukulan fake smash alias pura-pura akan smash tapi ternyata pukulan drop shot pelan tapi tajam dari Brian Yang, juga beberapa kali membuat Ginting pontang-panting. Brian Yang pun mengambil game kedua dengan kemenangan 21-17. Pertandingan pun berlanjut ke game ketiga. Rubber game.
Di game ketiga, Ginting yang mencoba langsung main cepat, segera unggul 3-0. Tapi, Brian yang lantas mengejar. Situasi saling berkejaran dalam perolehan poin itupun terus berlangsung hingga interval kedua.
Mendekati poin kritis, Ginting unggul 19-18. Dua poin lagi, pemain kelahiran Cimahi ini akan sampai di final dan berpeluang memburu gelar ketiganya di turnamen Indonesia Masters. Sebelumnya dia juara di tahun 2018 dan 2020.
Tapi, Brian Yang bisa bermain tenang. Dia tidak gugup meski tampil di pertandingan penting yang jarang dia rasakan.
Justru Ginting yang melakukan kesalahan di situasi kritis. Tak disangka, Brian mampu mendapat dua poin beruntun dan membalik skor menjadi 18-20. Match point untuknya.
Hingga, niatan Ginting melakukan netting tipis, ternyata gagal. Shuttlecock hanya menyentuh bibir net tapi enggan menyeberang sehingga kembali ke area lapangannya sendiri.
Pemandangan kontras pun terjadi. Ginting terdiam. Sementara di sisi sebelahnya, Brian Yang larut dalam euforia lolos ke final pertamanya di turnamen BWF World Tour.
Tapi memang, lolosnya Brian Yang ke final Indonesia Masters 2024 ini bukan sebuah kebetulan. Bukan hoki. Sejak awal turnamen ini digelar Selasa (23/1) lalu, dia sudah memperlihatkan permainan oke.
Ginting yang merupakan unggulan 3, bukan pemain unggulan pertama yang jadi korbannya. Di babak 32 besar, Brian Yang mengalahkan pemain China, Li Shifeng (24 tahun) lewat rubber game 21-18, 14-21, 23-21.
Li Shifeng merupakan unggulan 2 di turnamen ini. Tahun 2023 lalu, pemain berwajah baby face ini juara All England dan meraih medali emas Asian Games 2023. Itu bukan pencapaian kaleng-kaleng.
Berikutnya, di babak 16 besar, Brian Yang mengalahkan pemain India yang tengah naik daun, Priyanshu Rajawat 21-18, 21-14. Lantas, di perempat final, mengalahkan tunggal putra andalan Malaysia, Lee Zii Jia. Pertandingan ini tidak tuntas. Brian Yang menang 21-14 di game pertama. Tapi, Lee Zii Jia lantas mundur dikarenakan cedera.
Di final yang dimainkan Minggu (28/1), Briang Yang akan menghadapi pemain Denmark, Anders Antonsen (26 tahun). Kemarin, Antonsen mengalahkan juara dunia 2023 asal Thailand, Kunlavut Vitidsarn dengan skor telak 21-14, 21-18.Â
Pemain Denmark ini memang sedang on fire di awal tahun ini. Dua pekan lalu, dia juara di Malaysia Open 2024 Super 1000.
Tunggal putra Indonesia mencemaskan di awal tahun
Saya bisa ikut merasakan bagaimana galaunya hati Ginting dengan kekalahan di semifinal tadi malam. Main di rumah sendiri, Ginting belum mampu meraih final pertamanya di tahun 2024 ini. Padahal, peluangnya sangat besar.
Bukan hanya karena turnamen ini dimainkan di Istora. Tapi juga karena ada banyak pemain top dunia yang tidak ikut main di turnamen ini dikarenakan cedera ataupun kelelahan usai main beruntun di Malaysia Open dan India Open.
Tidak ada nama tunggal putra ranking 1 dunia asal Denmark, Viktor Axelsen. Pemain yang dijuluki alien oleh para badminton lovers ini tengah memulihkan cederanya. Pemain top lainnya, Kodai Naraoka (Jepang) dan Shi Yuqi (China) juga mundur.
Tidak adanya Axelsen seharusnya dimanfaatkan oleh Ginting untuk bisa meraih gelar. Sebab, Axelsen adalah 'raja terakhir' yang paling sulit dikalahkan. Tapi, kenyataan berkata lain.
Bahkan, ini bukan hanya soal Ginting saja. Tapi juga tunggal putra Indonesia yang entah mengapa semuanya tampil melempem di awal tahun 2024 ini. Lampu kuning untuk MS alias mens single Indonesia.
Pencapaian Ginting sebenarnya masih lumayan bisa sampai semifinal. Dia menjadi tunggal putra Indonesia yang melangkah paling jauh di Indonesia Masters 2024.
Tiga pemain tunggal putra lainnya, yakni Jonatan Christie, Chico Aura Dwi Wardoyo dan Shesar Hirenn Rhustavito malah langsung tersingkir di babak 32 besar. Langsung kandas.
Di tiga turnamen di awal tahun ini, pencapaian Ginting adalah babak 16 besar di Malaysia Open 2024, perempat final di India Open 2024, dan semifinal Indonesia Masters 2024.
Bagaimana dengan Jonatan Christie?
Jojo yang di tahun 2023 lalu tampil oke dengan meraih tiga gelar, melempem di awal tahun 2024 ini. Dia tersingkir di babak 32 besar Malaysia Open 2024, babak 16 besar India Open 2024, dan babak 32 besar Indonesia Masters 2024.
Tentu, pencapaian minimalis dua tunggal putra andalan Indonesia wajib menjadi perhatian PBSI. Sebab, Olimpiade sudah semakin dekat. Untuk saat ini, poin keduanya seharusnya aman untuk lolos Olimpiade Paris 2024. Namun, tentu akan sangat tidak ideal bila berangkat ke Olimpiade dengan pencapaian minimalis.
Masih ada waktu beberapa bulan untuk melakukan evaluasi apa yang masih bisa dibenahi.
Khusus untuk Ginting, unforced error alias kesalahan sendiri masih menjadi PR baginya. Ginting harus bermain lebih rapi tetapi tetap dengan gaya menyerangnya yang membuat lawan ngeri dan banyak BL suka padanya.
Sementara Jojo, penting baginya untuk meletakkan standar tinggi dalam permainan dan semangat tandingnya. Sehingga, dia tidak mudah kalah di babak awal.
Sebab, pemain kelas dunia itu diukur dari konsistensi mereka. Konsisten bermain di level tertinggi. Sering mencapai babak penting bahkan juara. Kalah di babak awal bisa dipahami bila hanya sekali. Tapi bila malah konsisten out di babak awal, tentu sulit diterima.
Ayok bangkit Ginting dan Jojo. Salam bulut angkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H