Entah sudah menjadi suratan takdir atau belum mendapatkan pencerahan, ada banyak orang berdagang tapi tidak paham bagaimana cara berkomunikasi yang baik kepada pembeli yang datang ke toko/lapaknya.
Di beberapa kota yang pernah saya tinggali selama hidup dan bekerja sebagai 'buruh pabrik koran' (baca jurnalis), saya tidak sekali dua kali, tapi beberapa kali menemukan jenis orang seperti ini.
Mereka yang cara berkomunikasinya buruk, bersikap jutek, bermuka masam, dan tidak ramah ketika ada calon pembeli yang mampir ke lapak dan toko dagangannya.
Pernah makan di warung, pelayan yang melayani dan yang punya warung, wajahnya cemberut. Pun, omongan yang keluar dari mulut mereka tidak enak didengar. Ketus. Judes.
Pernah juga, datang ke sebuah toko busana untuk membelikan istri mukena baru. Ketika istri tengah memilih-milih mukena yang akan dibeli, saya yang ikut masuk ke toko dan melihat-lihat barang jualan yang lain, malah ditanya dengan ketus.
"Nyari apa, ya pak?" ujar pelayan toko dengan nada menginterogasi.
Langsung saya jawab: "Nganterin istri saya, mbak?"
Lah, apa iya, saya yang mengantar istri berbelanja, harus menunggu di luar toko sembari main handphone di atas jok motor. Toh, saya juga tidak bikin rusuh di dalam tokonya. Hingga mereka terdiam ketika istri memutuskan membeli mukena di toko itu.
Dan memang, perlakuan jutek dan bermuka masam ini acapkali dipicu karena mereka menganggap kita datang ke tokonya hanya untuk melihat-lihat. Tidak beli. Mungkin, mereka menganggap kita tidak mampu beli karena melihat apa yang kita bawa.
Pernah saya dan istri, datang ke toko yang menjual kasur springbed dan furnitur rumah. Dari awal masuk toko, melihat-lihat ini itu, tidak ada pelayan toko yang mendampingi.
Kami hanya dilihat dari jauh. Mungkin karena kami datang ke sana hanya membawa motor. Sebab, lain waktu, ketika kembali ke sana dengan mengendarai mobil, baru kami 'di-orangkan'.
Pengalaman terbaru, akhir pekan kemarin, ketika hendak membeli sepatu untuk futsal, pelayan yang menunggu toko bersikap cuek. Ketika ditanya, jawab sekenanya. Padahal, bukan toko sepatu mahal. Tanpa banyak cakap, saya beli sepasang sepatu dan segera pergi.
Dampak sikap tidak ramah bagi mereka yang berjualan
Sampeyan (Anda) mungkin juga punya pengalaman pernah bertemu dengan orang-orang seperti itu.
Sebab, saya merasa jenis orang seperti ini jumlahnya banyak. Saya pernah menemui orang-orang seperti itu di beberapa kota. Mungkin mereka punya komunitas sendiri. Komunitas orang-orang judes.
Saya juga heran. Lha wong mereka itu berdagang dengan harapan dagangannya dibeli orang, kok malah bersikap tidak ramah kepada calon pembelinya.
Memang, tidak selalu, warung atau toko yang dihuni orang-orang tidak ramah ini, sepi pembeli.
Malah, dari yang saya tahu, ada warung di kota saya yang ramai pembeli, pemiliknya justru pasang muka judes. Susah senyum ketika melayani pembelinya. Mungkin dia berpikir, sikapnya itu tidak berdampak apa-apa. Toh, warungnya masih ramai.
Tapi, saya yakin, lambat laut, sikap tidak ramah itu akan berdampak pada bisnis warungnya.
Sebab, namanya pembeli, pasti menginginkan pelayanan terbaik. Minimal merasa nyaman. Namanya manusia, tentu akan kecewa bila tidak dimanusiakan. Apalagi sudah mengeluarkan duit, lha kok malah dijuteki.
Dan sebagai pembeli, mereka bisa membalas langsung perlakuan tidak ramah dari pelayan (yang tidak dibekali ilmu melayani dengan baik) atau pemilik warung atau toko tersebut.
Cara paling mudah ya tidak kembali ke warung atau toko tersebut. Memang, satu orang mungkin tidak akan berdampak. Tapi, bagaimana bila semua orang yang merasa kesal dengan pelayanan yang mereka terima, lantas tidak mau kembali ke toko/warung itu.
Apalagi bila orang yang sebal dengan perlakuan tidak ramah yang mereka terima, lantas melakukan gethok tular alias menceritakan pengalaman tidak mengenakkan mereka kepada saudara dan teman.
Tentu akan ada lebih banyak lagi orang yang mem-black list toko/warung tersebut. Bahkan, bagi mereka yang mungkin belum pernah ke sana sebelumnya.
Sebab, mereka tentu tidak mau mendapat pengalaman yang sama. Mereka juga bisa memilih ke warung atau toko lainnya yang punya reputasi bagus dalam melayani pembelinya.
Pelajaran Speaking Skill dari Kemal Mochtar
Karenanya, bagi para pemilik toko dan warung maupun pelaku UMKM, sudah seharusnya mereka memahami pentingnya memperlakukan pelanggan dengan nyaman.
Penting untuk membekali para penjaga dan pelayan di toko/warung, ilmu cara mengobrol yang baik dan memasang wajah menyenangkan dalam melayani pelanggan.
Sebab, cara mereka dalam berkomunikasi dan bersikap ramah kepada pelanggan yang datang, itu akan menentukan hidup matinya usaha mereka.
Bahwa, semakin bagus ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelanggannya, maka peluang bisnis mereka besar, akan terbuka lebar. Sebab, akan ada banyak orang yang karena merasa nyaman dengan pelayanannya, mereka akan datang lagi. Apalagi bila berlaku 'gethok tular'.
Berkorelasi dengan ini, saya kemarin mendapatkan 'ilmu mahal' dari penyiar kondang, Kemal Mochtar. Saya mendapat insight meski tidak bertemu langsung dengannya. Tapi merupakan follower Kemal Mochtar di Instagram.
Kemarin, di akun Instagramnya, Kemal memposting insight menarik berjudul "Skill berbicara baik, Pendapatan jadi naik".
Dalam unggahan itu, Kemal menjelaskan perihal pentingnya skill berbicara baik (speaking skill) bagi para pelaku usaha, utamanya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengkomunikasikan produknya, hingga memperlakukan pelanggannya.
Menurut Kemal, kuncinya adalah interaksi. Itu yang membuat customer balik lagi ke warung, cafe, ataupun warung kopi. Sebab, pelanggan merasa nyaman 'di-orangkan'.
Kemal menyertakan cuplikan ngobrol-ngobrol di kanal Youtube kasisolusi. Ada testimoni dari bintang tamu, yakni Coach Rene Suhardono ketika dia ngopi di kawasan Gandaria.
Coach Rene bercerita, dirinya mendapati ada barista/pelayan yang care dan interaktif. Ketika dia datang ngopi ke cafe itu, pelayan itu menyapanya dengan ramah lantas menawarkan menu terbarunya.
Dia bercerita, bagi seorang customer, pelayanan dan interaksi itu nagih. Karenanya, dia mau berkali-kali datang ke cafe itu. Bukan hanya karena untuk ngopi, tetapi menunggu interaksi dari baristanya itu.
Kemal Mochtar sendiri juga pernah menjadi narasumber di kanal Youtube kasisolusi yang dipandu Deryansha Azhary dan mengulas perihal "speaking skill" agar UMKM jago jualan.
Di video yang tayang 29 Januari 2022 silam itu, Kemal berbicara banyak hal.
Mulai dari beda antara publik speaking dan speaking skill, jatuh bangkitnya dalam membangun bisnis kuliner dengan skillnya, hingga contoh nyata dari pentingnya speaking skill bagi orang jualan yang mudah dipahami.
Dia mencontohkan ketika kita hendak membeli mobil. Merk mobilnya sama. Harganya sama. Bonusnya sama. Tempat showroom-nya juga dekat dengan rumah. Bila begitu, yang membuat orang tertarik adalah lebih kepada speaking skill yang jualan.
Semisal yang jualan si A hanya menjawab 'ya' dan tidak fasih dalam memberi penjelasan, sementara si B bisa mengelaborasi dengan artikulasi dan intonasi yang enak, tentu orang akan lebih memilih si B. Sebab, artikulasi dan intonasi itu sangat ampuh untuk mengajak orang.
Satu hal yang juga penting adalah bagaimana menanamkan awareness ketika di masa awal mengenalkan produk UMKM. Jadi tidak serta merta hanya mengharapkan sales.
Pada akhirnya, bagi saya yang orang kampung, menurut saya, speaking skill ini bisa dilatih. Lebih tepatnya dibiasakan. Utamanya bagi pelaku UMKM, pemilik warung, owner toko.
Mereka bisa membangun speaking skill dengan membiasakan sikap yang ramah, cara berkomunikasi yang baik, dan ada interaksi yang bagus dengan pelanggan. Bukan sebaliknya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H