Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liverpool, Liga Champions, dan Peluang Menjaga Mimpi "Booking Hotel" di Istanbul

13 September 2022   15:35 Diperbarui: 13 September 2022   15:38 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mohamed Salah dan Luis Diaz punya tugas berat membawa Liverpool menang melawan Ajax di Anfield/Foto: Kompas.com

Tak lama setelah kekalahan menyebalkan dari Real Madrid di final Liga Champions musim lalu, Pelatih Liverpool, Jurgen Klopp memberikan jawaban 'layak kutip' ketika diwawancara wartawan.

"Di mana final Liga Champions musim depan? Istanbul? Booking hotel sekarang," ujar Klopp dalam konferensi pers sesuai final di Paris yang berakhir 1-0 untuk Real Madrid tersebut.

Pelatih asal Jerman itu haqqul yakin, timnya akan kembali lolos ke final Liga Champions musim depan. Klopp menilai dirinya akan memiliki skuad yang lebih kuat di musim 2022-23.

"Saya memiliki firasat kuat, kami akan sampai lagi (di final Liga Champions). Para pemain sangat kompetitif," imbuh Klopp.

Benarkah firasat Klopp itu?

Ucapan Jurgen Klopp itu mungkin sekadar untuk menghibur fans Liverpool yang patah hati setelah timnya kembali kalah di final Liga Champions dari Real Madrid.

Bisa juga karena dia merasa sudah tahu jalannya ke final setelah berhasil membawa Liverpool dua kali tampil di final dalam empat tahun terakhir.

Namun, yang terjadi, Liga Champions musim 2022-23 baru memasuki matchday I tengah pekan lalu, ucapan Klopp itu langsung dijadikan meme di media sosial. Bukan tentang kebesaran Liverpool. Tapi malah jadi guyonan.

Itu tidak lepas dari cara Liverpool mengawali Liga Champions musim ini. Di luar dugaan, Liverpool kalah dengan skor telak 1-4 saat away ke markas Napoli pada matchday I tengah pekan lalu. Itu kekalahan terburuk Liverpool di Liga Champions.

Kekalahan berat ini langsung mengingatkan kita pada pencapaian Liverpool di Liga Champons musim lal. Menggoda untuk membandingkan Liverpool musim lalu dengan Liverpool sekarang.

Di musim lalu, Liverpool yang ada di grup neraka bersama Atletico Madrid, FC Porto, dan AC Milan, berhasil menyapu bersih kemenangan. Enam kali main, enam kali menang. Rekor 100 persen di fase grup.

Tapi di musim ini, baru sekali main, Liverpool malah langsung kalah. Kalahnya dengan skor telak pula.

Tak ayal, Liverpool langsung jadi olok-olokan di media sosial. Ada akun trol bola yang mengaitkan kekalahan Liverpool itu dengan launching ponsel seri terbaru 14.

Malah, fans dari klub bola yang timnya bahkan tidak pernah juara Liga Champions, berani mengolok-olok Liverpool yang sudah enam kali mengangkat trofi bertelinga lebar ini.

Tapi memang, penampilan Liverpool di markas Napoli tengah pekan lalu terlihat ancur-ancuran. Utamanya di lini pertahanan.

Memang, ini bukan kekalahan perdana Liverpool di markas Napoli. Bahkan, saat mereka juara di musim 2018/19, Liverpool juga kalah di markas Napoli. Namun, kali ini, Liverpool benar-benar terlihat seperti tidak siap meredam serangan-serangan Napoli.

Kesempatan move on saat melawan Ajax

Tapi bagaimanapun, ini baru awalan. Ucapan Klopp bahwa Liverpool akan kembali tampil di final Liga Champions ini, belum kedaluarsa. Masih bisa terjadi.

Namun, syarat dan ketentuan berlaku. Bila masih ingin bermimpi ke final, Liverpool harus menghidupkan peluang lolos ke babak 16 besar. Syaratnya, Liverpool harus move on.

Nah, kesempatan move on itu datang saat Liverpool menjamu Ajax Amsterdam di Anfield pada matchday II, Selasa (13/9) malam waktu setempat atau Rabu (14/9) dini hari WIB.

Menyebut Ajax sekarang adalah kebalikan dari 'wajah' Liverpool di matchday I.

Saat Liverpool babak belur di markas Napoli, Ajax mampu menang besar 4-0 atas tim Skotlandia, Glasgow Rangers.

Namun, Liverpool punya keuntungan masa lalu. Bahwa, Ajax punya rekor buruk setiap kali berjumpa Liverpool.

Ya, sejak Desember 1966 silam, Ajax Amsterdam tidak pernah menang bila bertemu Liverpool. Dalam lima kali pertemuan di kompetisi Eropa, Ajax kalah empat kali dan imbang sekali.

Artinya, berbekal catatan head to head manis itu, Liverpool seharusnya sudah menang mental sebelum menghadapi Ajax nanti.

Apalagi, pertemuan kedua tim di Liga Champions, belum lama terjadi. Liverpool dan Ajax pernah satu grup di babak penyisihan grup Liga Champions musim 2020/21 lalu.

Hasilnya, dalam dua kali pertemuan di musim tersebut, Liverpool mampu menang back to back di Anfield dan di Amsterdam Arena dengan skor 1-0.

Satu lagi, data menunjukkan, Liverpool tidak pernah mengalami kekalahan beruntun di dua pertandingan awal fase grup.

Head to head bukan jaminan menang

Apakah itu menjadi pertanda bagus untuk Liverpool?

Belum tentu. Sebab, pembuktiannya bisa tidaknya Liverpool mengalahkan Ajax, tentu ada di lapangan. Bukan di atas kertas. Bukan hanya tentang head to head.

Sebab, sudah menjadi rahasia umum, penampilan Liverpool di awal musim 2022-23 ini memang kurang oke. Kehadiran penyerang Uruguay, Darwin Nunez yang digadang-gadang bakal meledak, ternyata belum membuat Liverpool tampak berbahaya. Padahal, dia diplot sebagai penyerang 'nomor 9".

Malah, kepergian Sadio Mane seperti menyisakan kepingan puzzle yang hilang di Liverpool.

Warganet bahkan menyebut Liverpool dalam beberapa tahun terakhir selayaknya burung elang dengan dua sayap bernama Mane dan Mohamed Salah. Kini, satu sayap Liverpool itu telah pergi. Karenanya, Liverpool sulit terbang tinggi lagi.

Memang, ada Luiz Dias. Tapi, karisma dan kemampuan winger asal Kolombia ini dalam mewarnai Liverpool terkait kolaborasi dan chemistry dengan rekan-rekannya di lapangan, belum bisa seperti Mane.

Belum lagi masalah cedera pemain. Cederanya bek Joel Matip dan Ibrahima Konate membuat lini belakang Liverpool seperti menyisakan lubang besar yang mudah ditembus.

Sebab, duet Virgil van Dijk dan Joe Gomez memang dari dulu ya begitu saja. Belum lagi anggapam bahwa Trent Aelxandre Arnold tidak bisa bertahan yang seperti menemukan pembenaran saat melawan Napoli.

Sementara Ajax yang kalah head to head, justru tampil lebih perkasa di awal musim 2022-23. Meski kehilangan pelatih Erik ten Hag yang bergabung ke Manchester United, Ajax tidak lantas oleng.

Faktanya, Ajax meraih 7 kemenangan beruntun. Enam laga di Liga Belanda dan satu laga di Liga Champions. Sementara Liverpool justru tidak pernah menang di dua laga terakhirnya.

Jadi, bila masih ingin menjaga mimpi lolos ke final, inilah kesempatan terbaik Liverpool untuk menunjukkan kelas mereka sebagai tim Inggris paling sukses di Liga Champions. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun