Apalagi, ketika suami sedang libur bekerja dan di rumah, kita bisa bersinergi berdua untuk memberesi pekerjaan rumah tangga. Dari mengantar istri belanja sayur, hingga membantu menyiapkan menu berbuka puasa.
Tidak mencela masakan istri
Hadist yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah pun tidak pernah mencela masakan istri, "Kalau beliau suka akan dimakan, kalau tidak suka beliau biarkan tanpa mencacatnya".
Dan memang, perlu dipahami bahwa tidak semua istri pandai memasak. Tidak semua istri itu punya bakat jadi chef. Mungkin masakannya tidak seenak masakan ibu kita dulu.
Namun, kita para suami mungkin tidak tahu bila mereka mau belajar memasak sebelum menikah. Mereka punya niat mulia untuk membahagiakan suami dan anak-ankanya.
Karenanya, selama Ramadan ini, bila mungkin masakan yang dimasak rasanya kurang memuskan, jangan dijadikan masalah. Sebab, istri sudah berusaha dan belajar membahagiakan.
Sejak menikah akhir 2010 silam, saya juga belajar untuk selalu berterima kasih pada istri atas masakan yang dia bikin. Bahkan tidak pelit memberikan pujian atas maslakannya.
Tentu saja, selama hampir 12 tahun itu, pernah ada masakan yang ia masa berasa kurang sempurna. Tapi, saya belajar untuk tidak mencelanya. Kalaupun merasa keberatan, disampaikan dengan gaya yang enak.
Kebetulan, istri saya seringkali bertanya bagaimana rasa masakannya. Dia juga merasa bila kadang ada yang kurang.
Bila memang ada yang kurang, saya selalu mengawalinya dengan kalimat "Enak kok. Tapi memang ada yang kelebihan garam". Setelah itu ditutup dengan ucapan terima kasih.
Sebenarnya, ketika istri kita memasak untuk menu berbuka puasa ataupun sahur, mereka tidak berharap mendapat pujian masakannya enak seenak racikannya chef yang ada di televisi.