Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak-anak Desa yang Kini Tak Punya Halaman Tempat Bermain

25 Januari 2022   15:22 Diperbarui: 25 Januari 2022   17:58 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak yang sedang asyik bermain gawai. Pemandangan seperti ini jamak ditemukan di desa | Foto: Kompas.com

Rasanya senang melihat wajah-wajah ceria penuh tawa ketika mereka memainkan permainan anak-anak itu.

Termasuk juga permainan sederhana "beradu tangan" yang bisa dibentuk gunting, kertas dan batu. Bahwa gunting 'menang' dari kertas, kertas menang dari batu dan batu menang dari gunting. Sederhana. Tetapi mereka bisa merasakan keseruannya.

Yang terjadi, mereka sampai ketagihan. Setiap saya ke sana, mereka pasti menagih untuk diajak bermain.

"Ayo om, main benteng-bentengan lagi". Atau, mengajak bermain "gunting kertas batu" itu dengan saya sebagai 'juri' nya. Beradu 10 kali lantas ketahuan siapa yang menang.

Ya, anak-anak itu sebenarnya bukan tidak mau bermain permainan zaman dulu. Tapi, banyak yang tidak tahu cara memainkannya.

Anak-anak itu bermain gawai bukan hanya karena senang, tapi juga karena tidak punya pilihan akan bermain apa karena lingkungan tempat tinggal mereka sudah berubah.

Jalanan depan rumah sudah ramai kendaraan. Mustahil bermain benteng-bentengan seperti dulu.

Sawah di belakang rumah sudah dijejali perumahan. Mau main layang-layang malah layangannya bakal menyangkut di kabel listrik.

Mau main bola di tanah kosong di perumahan, tentu tidak asyik. Lha wong lapangannya beralaskan paving. Bukan tanah rerumputan seperti dulu. Bila jatuh ya kaki langsung lecet dan berdarah.

Ah, apapun itu, semoga mereka tidak kehilangan karakter sebagai anak-anak yang santun dan hormat kepada yang lebih tua, senang membantu orang lain. Dan, ketika maghrib berlomba-lomba mendatangi masjid seperti dulu.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun