Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak-anak Desa yang Kini Tak Punya Halaman Tempat Bermain

25 Januari 2022   15:22 Diperbarui: 25 Januari 2022   17:58 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak yang sedang asyik bermain gawai. Pemandangan seperti ini jamak ditemukan di desa | Foto: Kompas.com

Sawah di belakang rumah yang dulu jadi tempat bermain layangan maupun berburu layangan putus, kini sudah berubah menjadi perumahan. Tidak ada lagi petak sawah.

Pohon-pohon yang teduh dan deretan pohon bambu, juga sudah lenyap. Ikut ditebang untuk jalan masuk ke perumahan. Tanah lapang yang dulu dipakai bermain bola, sudah berdiri bangunan megah.

Siapa pula yang mau bermain di sungai lha wong sungainya kini kotor dan dangkal. Dulu memang juga tidak bersih-bersih amat. Tapi air masih mengalir dan bebas sampah limbah.

Anak-anak sekarang juga tidak bisa lagi bermain di halaman rumah seperti dulu. Sebab, halaman rumahnya sudah berubah.

Demi mendapatkan cuan, banyak warga di desa saya dulu 'menyulap' halamannya menjadi minimarket, bangunan toko yang dikontrakkan ataupun disewakan untuk warung kopi.

Halaman rumah Haji Jamrawi dan Haji Mahfud yang saat saya masih bocah merupakan yang paling luas dibandingkan lainnya, kini sudah berubah menjadi kedai kopi dan warung ikan bakar.

Hampir semua halaman di kampung, kini sudah beralih fungsi menjadi lahan untuk mendapatkan cuan rutin tahunan. Memang hasilnya lumayan daripada sekadar tanah kosong.

Bangunan dengan luas 3x3 meter, 3x4 meter, atau 4x5 meter, cukup diberi fasilitas kamar mandi kecil, setahun bisa disewakan dengan harga sewa berkisar antara Rp 10 hingga Rp 18 juta.

Dengan jalan di kampung yang dulu sepi kini berubah ramai seperti jalan kota, tidak sulit bagi warga untuk 'menjual' bangunannya. Mereka yang ingin menyewa, datang sendiri.

Bahkan, akhir tahun kemarin, Mas Maman yang membangun toko di halaman rumahnya yang tepat di berada di kelokan, sudah laku sebelum bangunannya selesai dbangun.

"Tahu-tahu ada orang Surabaya datang Mas Hadi. Dia mau menyewa setahun Rp 18 juta untuk dagang frozen food. Padahal di sini rata-rata masih Rp 15-16 juta," ujar Maman, bercerita lepada saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun