Untuk keempat kalinya, Timnas Indonesia akan menghadapi Thailand di final Piala AFF. Seperti di tiga final sebelumnya, tidak akan mudah mengalahkan Thailand.
Indonesia pernah merasakan tiga pengalaman berbeda dalam tiga kali perjumpaan melawan Thailand di final.
Tim Garuda kalah telak 1-4 di final Piala AFF 2000. Lalu, kalah adu penalti di final Piala AFf 2002 di Jakarta. Serta, kalah agregat gol dalam dua kali final di Piala AFF 2016.
Bagaimana dengan perjumpaan di final Piala AFF 2020?
Harus diakui, Thailand yang merupakan tim paling sukses di Piala AFF dengan pernah lima kali juara, lebih diunggulkan. Apalagi, tim Gajah Putih membawa banyak pemain berpengalaman.
Belum lagi fakta bahwa Thailand menjadi tim dengan pertahanan paling solid di Piala AFF 2020. Gawang Thailand hanya kemasukan satu gol di empat pertandingan fase grup.
Bahkan, dalam dua kali pertemuan melawan Vietnam di semifinal, gawang Thailand tidak bisa ditembus. Itu menjadi menjadi penegas betapa kokohnya pertahanan Thailand.
Fakta lainnya yang harus diwaspadai Indonesia, Thailand memiliki banyak pemain yang mampu mencetak gol. Ada tujuh pemain Thailand yang sudah mencetak gol di Piala AFF 2020.
Di bawah arahan pelatih asal Brasil, Alexandre Polking, Thailand bermain kolektif. Itu terlihat saat mereka menyingkirkan Vietnam yang bermain agresif di semifinal.
Tanpa mengesampingkan pemain-pemain lainnya, ada dua pemain Thailand yang paling layak diwaspadai Asnawi Mangukualam dan kawan-kawan. Dua nama yang merupakan otak permainan Thailand dan juga 'bom' yang meledakkan lawan.
Teerasil Dangda senang membobol gawang Indonesia
Teerasil Dangda. Inilah pemain Thailand yang paling harus diwaspadai oleh Asnawi cs di final nanti. Nama Teerasil Dangda sudah tidak asing di telinga penggemar sepak bola. Maklum, dia sudah main di Piala AFF di edisi 2008 silam.
Pemain yang kini berusia 33 tahun ini layak diwaspadai bukan hanya karena sudah mencetak 4 gol dan menjadi top skor Thailand di Piala AFF 2020 ini.
Lebih dari itu, striker yang tercatat pernah bergabung di Manchester City di musim 2007/2008--meski tak pernah bermain karena dipinjamkan ke klub Swiss--ini sangat kaya pengalaman.
Teerasil Dangda sudah memperkuat Timnas Thailand sejak tahun 2007. Dia sudah mencatat caps 109 penampilan dengan mencetak 49 gol.
Dari jumlah 49 gol itu, dia pernah membobol gawang tim-tim top Asia seperti Arab Saudi, Iran, Australia, Irak, Oman di laga Kualifikasi Piala Dunia, Kualifikasi Piala Asia, maupun laga persehabatan.
Teerasil pernah dua kali jadi top skor Piala AFF.
Bahkan, penyerang dengan postur 181 cm ini seperti sangat senang ketika menghadapi Indonesia. Dia pernah beberapa kali mencetak gol ke gawang Indonesia di Piala AFF.
Seperti ketika Thailand mengalahkan Indonesia 1-0 di semifinal pertama Piala AFF 2008 di Jakarta. Meski mereka akhirnya kalah dari Vietnam di final. Di tahun ini, Teerasil jadi top skor bersama Budi Sudarsono dan Agus Casmir dengan mencetak 4 gol.
Di Piala AFF 2012, meski tidak bertemu Indonesia, Teerasil Dangda kembali jadi top skor dengan 5 gol. Lima gol itu dicetaknya dari hat-trick ke gawang Myanmar dan masing-masing satu gol saat melawan Malaysia di semifinal.
Lalu di penyisihan grup Piala AFF 2016 di Filipina, Teerasil mencetak hat-trick tiga gol saat Thailand mengalahkan Indonesia 4-2 di laga pertama Grup A.
Di Piala AFF tahun itu, Indonesia kembali berjumpa Thailand di final yang digelar dengan sistem pertandingan home and away.Â
Di final pertama di Pakansari, Teerasil lagi-lagi bikin gol yang membuat Thailand sempat unggul. Indonesia akhirnya memenangi final pertama 2-1. Sayangnya, Indonesia kalah 0-2 di Bangkok sehingga Thailand jadi juara dengan unggul agregat 3-2.
Piala AFF 2016 ini menjadi momen sempurna bagi Teerasil Dangda. Sebab, selain membawa Thailand juara, dia juga jadi top skor dengan mengemas 6 gol.
Teerasil Dangda sempat tidak dibawa ke Piala AFf 2018 lalu. Thailand punya penyerang Adisak Kraisom yang jadi top skor di turnamen ini dengan 8 gol.
Tapi, tahun ini, Teerasil kembali jadi andalan. Meski Adisak Kraisom juga dibawa ke Piala AFf 2020, tapi Teerasil-lah yang dipilih Pelatih Alexandre Polking sebagai starter.
Sebenarnya, apa kelebihan Teerasil Dangda sebagai striker?
Di usia yang sudah 33 tahun, dia memang tidak lagi memiliki kecepatan lari seperti penyerang muda Singapura, Ikhsan Fandi maupun top skor Indonesia, Irfan Jaya.
Namun, Teerasil ini penyerang murni yang memiliki insting gol tinggi. Peluang kecil bisa dia optimalkan menjadi gol. Penempatan posisinya bagus. Dia juga eksekutor penalti ulung.
Pendek kata, bek tengah yang mengawal pertahanan Indonesia seperti Fahcrudin Aryanto, Rizky Ridho, dam Elkan Baggott yang selalu menjadi pilihan pelatih Shin Tae-yong sejak fase gugur, tidak boleh lengah memantau pergerakan Teerasil.
Chanathip Songkrasin, Messi dari ThailandÂ
Selain Teerasil, Thailand juga punya pemain berbahaya bernama Chanathip Songkrasin. Bagi saya, dialah sumber kreativitas permainan Thailand. Media bahkan menjulukinya Messi dari Thailand.
Meminjam istilah di sepak bola Italia, Chanathip diposisikan sebagai trequartista alias pemain yang bermain di belakang dua penyerang dalam skema main 4-3-1-2 Thailand. Dari situ jelas, dia otak permainan Thailand.
Chanathip (28 tahun) inilah yang mencetak dua gol ke gawang Vietnam di semifinal pertama. Bila sampeyan (Anda) menyaksikan cuplikan gol itu, mudah menyebut bila Chanathip ini gelandang yang punya insting mencetak gol.
Dilihat dari postur, Chanathip ini terbilang mungil. Tingginya 158 cm. Tapi, dengan bermain di Liga Jepang J1 League bersama klub Hokkaido Consadole Sapporo, menjadi cerminan kualitasnya.
Simak postingan gelandang legendaris Indonesia, Fakhri Husaini di akun Instagramnya @coachfakhri. Fakhri yang dulu rajin bikin gol dari lini kedua, memuji tiga pemain berwajah bayi tapi mematikan di Piala AFF 2020. Salha satunya Chanathip.
"Nguyen Quang Hai adalah salah satu alasan kenapa saya selalu menantikan laga timnas Vietnam, sama halnya ketika saya juga menantikan penampilan Chanathip Songkrasin bersama Thailand, dan tentu saja Witan Sulaiman bersama Timnas Indonesia. Tiga pemain berwajah bayi, menggemaskan, dengan dribbling menakutkan dan passing mematikan".
Bila yang memberi pujian seorang mantan pemain sehebat Fakhri, tentu pujian itu bukan kaleng-kaleng. Ndak asal bunyi.
Tapi memang, Chanathip ini salah satu gelandang paling hebat yang pernah main di Piala AFF. Faktanya, dalam penampilannya di Piala AFF, dia pernah membawa Thailand dua kali juara di tahun 2014 dan 2016. Bahkan, dia menjadi pemain terbaik (most valuable player) di Piala AFF 2014 dan 2016 tersebut.
Tentu, punggawa lini tengah Indonesia seperti Ricky Kambuaya, Alfeandra Dewangga, juga Rahmat Irianto, punya tugas tidak mudah untuk mematikan kreativitas Chanathip. Semoga, Rahmat Irianto yang mengalami cedera saat melawan Singapura di semifinal kedua, sudah bugar dan siap dimainkan.
Lalu, bagaimana mengisolasi dua pemain berbahaya Thailand ini?
Kuncinya disiplin dan fokus.
Jangan lupa, dalam perjalanan menuju final, pemain-pemain muda Indonesia sudah teruji menghadapi pemain-pemain dengan gaya lebih meledak-ledak seperti Ikhsan Fandi maupun Safawi Rasid. Barisan bek dan gelandang Indonesia juga mampu menahan kreativitas Nguyen Quang Hai dan kawan-kawannya saat bermain 0-0 di fase grup.
Meski, saya yakin, Indonesia di final nanti tidak akan bermain bertahan seperti saat menghadapi Vietnam di penyisihan grup. Sebab, bila ingin juara di final ya harus mencetak gol. Main menyerang.
Tapi, fokus harus lebih baik ketimbang ketika melawan Singapura. Dewangga, Irianto, dan Kambuaya yang bertugas menguasai lini tengah, tidak boleh keasyikan ketika dalam situasi menyerang.
Saat melawan Singapura di semifinal, Indonesia selalu mengawali pertandingan dengan bagus. Seperti di semifinal kedua. Indonesia bisa mencetak gol di 15 menit pertama. Ketika di atas angin, tahu-tahu Singapura yang berbalik mengendalikan permainan.
Saya yakin, coach Shin Tae-yong sudah menyiapkan cara untuk mengisolasi dua pemain andalan Thailand ini. Mungkin lebih ke zona marking. Bukan man to man marking alias menugaskan pemain khusus untuk mengawal Teerasil atau Chanathip.
Pada akhirnya, Thailand dengan pengalaman juara dan pemain lebih matang, memang lebih diunggulkan di final nanti. Tapi ingat, selalu ada kejutan di sepak bola.
Siapa tahu, di Piala AFF tahun ini, Indonesia dengan skuad mudanya bisa juara untuk kali pertama.
Terlepas dari masa lalu kelam Indonesia ketika berjumpa Thailand di final, toh anak-anak muda ini tidak ikut merasakan trauma final. Semangat dan mental mereka masih fresh.
Siapa tahu, Witan dan kawan-kawan dengan semangat anak muda, bisa tampil mengejutkan dan mengalahkan para pemain top Thailand di final. Semoga. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H