Sampeyan yang penggemar Liga Inggris era 90-an dan awal 2000-an pasti akrab dengan mind games ini.
Dulu, hampir setiap pekan, selalu ada perang urat syarat yang melibatkan Sir Alex Ferguson dengan Arsene Wenger (Arsenal). Lantas, ketika Jose Mourinho melatih Chelsea di musim 2004/05, mind games di Liga Inggris kedatangan 'pemain baru'.
Perihal mind games ini, analis Adit Ganguly dalam ulasannya di Sportskeeda berjudul "How important are Mind Games in Football?" menyebut bahwa permainan pikiran kini telah menjadi bagian integral dari permainan sepak bola.
Menurutnya, mematahkan semangat lawan di luar lapangan sama pentingnya dengan mengalahkan lawan di lapangan. Sebab, serangan kata-kata yang tertanam di pikiran, akan tumbuh seperti benih dan akan menyebar ke jiwa manusia.
"Sepak bola bukan hanya tentang siapa yang bermain lebih baik di lapangan atau siapa yang memiliki tim yang lebih kuat. Ini juga tentang kemampuan menjaga pikiran Anda di bawah tekanan dan bekerja mencapai tujuan tanpa terganggu oleh upaya lawan Anda untuk mengusir Anda secara mental," tulis Adit Ganguly.
Adit menyebut sepak bola era kekinian berbeda dengan dulu. Utamanya dengan media mainstream dan media sosial yang mengamati setiap gerak dan ucapan pemain juga pelatih. Kerumunan media itu membuat dampak mind games menjadi semakin berbahaya.
"Kita memasuki era di mana pertarungan kecerdasan sama pentingnya dengan memasukkan bola ke gawang lawan. Tidak ada keraguan, kita sekarang sedang memasuki fase di mana pikiran manusia dapat menjadi teman terbaik atau musuh Anda yang paling tangguh. Di mana kejuaraan bisa dimenangkan atau kalah bahkan sebelum pertandingan dimulai," begitu analisis Adit.
Saya mengamini sekaligus terhenyak membaca analisis tersebut. Saya sepakat bahwa sepak bola masa kini bukan hanya tentang memuji calon lawan sebelum pertandingan. Tapi juga melancarkan 'perang pikiran'.
Nah, merujuk itu, komentar pemain Malaysia yang menyentil Indonesia di Piala AFF 2020 bukan tanpa tujuan. Sebab, mereka tahu, Indonesia akan menjadi lawan Malaysia. Karenanya, komentar itu punya maksud.
Sebut saja maksud dari komentar bernada meremehkan itu tujuannya sekadar untuk mengacaukan fokus dan ketenangan pemain-pemain Indonesia.
Namanya manusia, bukan tidak mungkin karena gregetan dengan pemain yang suka nyinyir, akhirnya mainnya jadi emosi dan kurang fokus karena ingin 'memberikan pelajaran' kepada pemain yang bersangkutan.