Di game pertama, Indonesia langsung berada dalam tekanan. Tunggal pertama, Anthony Sinisuka Ginting tak mampu mengembangkan permainan terbaiknya.
Menghadapi tunggal putra peraih medali emas Olimpiade 2020, Viktor Axelsen, Ginting kalah dua game langsung (straight game) dengan skor cukup telak, 9-21, 15-21. Denmark pun unggul 1-0.
Situasi itu membuat pasangan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya harus menang di game kedua untuk bisa menyamakan skor. Sebab, andai game ini kembali diambil Denmark, peluang Indonesia ke final mengecil.
Yang terjadi, Marcus/Kevin mendapat perlawanan ketat dari ganda Denmark, pasangan Kim Astrup (29 tahun) dan Anders Skaarup Rasmussen (32 tahun).
Unggul 21-13 di game pertama, Marcus/Kevin kalah 10-21 di game kedua. Untungnya, di game ketiga, ganda peringkat 1 dunia ini kembali tampil seperti seharusnya. Minnions menang 21-15. Skor pun imbang 1-1.
Situasi ini mirip dengan yang terjadi di final Piala Thomas 2016 lalu. Kala itu, Denmark juga bisa mengambil game pertama untuk nomor tunggal. Lantas, Indonesia bisa menyamakan skor lewat nomor ganda.
Namun, game ketiga berjalan berbeda dari final 2016 silam. Kala itu, Denmark kembali bisa mengambil kemenangan. Namun, kali ini, Indonesia tidak mau mengulang kesalahan.
Jonatan Christie tampil keren dan meraih kemenangan krusial. Jonatan harus bermain selama lebih dari satu jam untuk mengakhiri perlawanan Anders Antonsen lewat rubber game 25-23, 15-21, 21-16.
Tampil dengan permainan skenario serangan yang rapi, Jonatan beberapa kali mampu mendapatkan poin lewat pukulan-pukulan drop shot dan smash beruntun ke arah badan Antonsen.
Tapi, penentu kemenangan Jonatan adalah kebugaran kondisi fisiknya. Meski berusia sama, 24 tahun, Jonatan terlihat tetap bugar meski bermain tiga game panjang. Sementara Antonsen nampak kehabisan tenaga. Pukulannya tidak lagi akurat di game ketiga.
Â
Fajri jadi penentu kemenangan
Ketika Jonatan Christie mampu menyudahi game ketiga dengan kemenangan dan membawa Indonesia unggul 2-1, final serasa sudah di depan mata.