Tim putri Indonesia mendapatkan pelajaran berharga dari tim Jepang di pertandingan terakhir penyisihan Grup A Piala Uber 2020 di Aarhus, Denmark, Selasa (13/10) malam.
Jepang yang merupakan juara Piala Uber 2018 saat mengalahkan Thailand 3-0 di final dan mengakhiri penantian juara keenam kali sejak tahun 1981, memberikan pelajaran kepada Indonesia tentang tutorial 'how to be a champion'. Ilmu juara.
Bahwa, bila tim putri Indonesia ingin kembali merasakan juara Piala Uber yang terakhir dirasakan tahun 1996, ikuti apa telah yang dilakukan Jepang.
Dan memang, tim pelatih Indonesia menganggap pertandingan melawan Jepang tadi malam sebagai kesempatan untuk menimba ilmu. Untuk mematangkan pemain.
Itu terlihat dari keputusan pelatih menurunkan mayoritas pemain muda dalam lima game yang memainkan tiga nomor tunggal putri dan dua nomor ganda putri tersebut.
Maklum, pertandingan tadi malam sudah tidak menentukan. Sebab, tim Uber Indonesia dan Jepang sudah memastikan lolos ke perempat final usai sama-sama meraih dua kemenangan atas Jerman dan Prancis di pertandingan sebelumnya.
Meresapi ilmu juara dari Jepang
Ya, pertandingan tim putri Indonesia melawan Jepang tadi malam 'hanya' memperebutkan siapa yang akan finish sebagai juara grup.
Nah, dengan memainkan anak-anak muda, Indonesia terlihat tidak terlalu ngoyo alias memaksakan diri untuk mengejar juara grup. Aspek menambah jam terbang pemain muda jadi pertimbangan utama.
Tim pelatih Indonesia juga memilih menyimpan tenaga pemain senior untuk perempat final. Karenanya, pasangan ganda putri peraih medali emas Olimpiade 2020, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu tidak ikut dimainkan. Â Diistirahatkan.
Lalu, siapa saja yang bermain ?
Di game pertama yang memainkan tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung (22 tahun) yang kini ada di ranking 21, menghadapi Akane Yamaguchi (24 tahun) yang kini menempati ranking 5 dunia.
Awalnya, Gregoria masih bisa meladeni Akane.
Bahkan, dia sempat memedaya Akane lewat permainan menyilang di depan net saat skor 2-4. Namun, gadis kelahiran Wonogiri ini lantas kesulitan mengimbangi Akane yang memang sedang on fire.
Pekan lalu, di final Piala Sudirman 2021, Akane bahkan bisa menang straight game alias dua game langsung atas peraih medali emas Olimpiade 2020, Chen Yu Fei (China).
Yang terjadi, Gregoria takluk straight game dengan skor 7-21, 16-21 dari Akane.
Pelajaran yang bisa didapat, untuk bisa bersaing meraih Piala Uber, tim Indonesia harus memiliki tunggal putri pertama yang bisa jadi jaminan mendulang poin kemenangan.
Sebab, dalam pertandingan beregu, kemenangan di game pertama akan krusial untuk mengangkat motivasi pemain-pemain lain yang tampil di game setelahnya.
Jepang memiliki syarat itu. Akane dengan skill komplet, foot work lincah, dan mau capek di lapangan, jelas bisa diandalkan melawan pemain top dunia dari negara manapun.
Ini dulu yang dimiliki Indonesia saat juara Piala Uber beruntun di tahun 1994 dan 1996. Indonesia punya Susi Susanti yang bisa diandalkan sebagai tunggal pertama. Ini yang menjadi 'pekerjaan rumah' tim putri Indonesia.
Pengalaman berharga untuk ganda pelapis Greysia/Apriyani
Di game kedua yang memainkan nomor ganda, pasangan muda, Siti Fadia Silva (20 tahun) dan Ribka Sugiarto (21 tahun) dimainkan. Fadia/Ribka menghadapi Mayu Matsumoto/Nami Matsuyama.
Menurut saya, keputusan memainkan Fadia/Ribka ini sangat tepat. Sebab, mereka bisa mendapakan pengalaman berharga menghadapi ganda putri top Jepang yang dikenal susah ditaklukkan.
Mayu (26 tahun) biasanya berpasangan dengan Wakana Nagahara dan pernah jadi ranking 1 dunia pada 2019 lalu. Karena Wakana cedera, dia main dengan Nami Matsuyama (23 tahun) yang biasanya main dengan Chiaru Sida.
Di game pertama, Fadia/Ribka kalah 14-21.
Di game kedua, mereka menunjukkan kualitas sebagai pasangan ganda putri masa depan Indonesia. Bukan hanya bermain ngeyel dan mau capek khas anak muda, Fadia/Ribka juga punya fisik oke dan terlihat punya game plan cukup matang.
Di game kedua ini, sejak awla mereka nyaris selalu unggul dalam perolehan poin. Smash-smash Fadia seringkali tembus dan penempatan bola Ribka ke tempat yang sulit diambil, beberapa kali bisa menghasilkan poin.
Namun, kematangan bermain memang tidak bisa langsung dibeli. Itu soal pengalaman.
Fadia dan Ribka yang unggul dalam perolehan poin, tampak masih kurang tenang di poin-poin krusial. Terlebih ketika service Fadia sempat dinyatakan fault oleh wasit saat skor 19-19.
Lantas, Mayu dan Nami dengan ketenangan dan skenario menata serangan yang lebih matang, bisa berbalik menang dengan skor 21-19. Jepang pun unggul 2-0.
Pelajaran untuk Putri KW
Di game ketiga yang kembali memainkan nomor tunggal, giliran Putri Kusuma Wardani tampil. Putri (19 tahun) menghadapi Sayaka Takahashi (29 tahun) yang merupakan kapten tim putri Jepang.
Putri, tunggal putri Indonesia yang menurut saya punya aura paling bisa mengintimidasi lawan lewat penampilan cueknya, menghadapi Sayaka yang kalem dan berpengalaman.
Hasilnya, Putri kalah 14-21, 19-21. Tapi, itu skor yang seharusnya bisa membuat Putri meninggalkan lapangan dengan kepala tegak. Dia sudah berusaha melakukan yang dia bisa untuk meladeni Sayaka.
Gadis kelahiran Tangerang ini mendapatkan pelajaran berharga. Utamanya tentang pentingnya meminimalisir kesalahan.
Di laga itu, utamanya di game pertama, Putri memang kerapkali memberikan poin gratis untuk Sayaka. Pengembalian shuttlecocknya beberapa kali nyangkut di net ataupun ke luar lapangan. Service nya juga kadang out.
Itu yang harus dia perbaiki. Bahwa, bila ingin menjadi pemain top dunia, harus mengurangi melakukan kesalahan sendiri.
Sementara untuk permainan, Putri beberapa kali mampu menyulitkan Sayaka lewat drop shot apik. Tinggal lebih dimatangkan saja. Dan tentu, pertandingan seperti ini yang dibutuhkannya agar semakin matang.
Pelajaran juga didapat pasangan muda, Nita Violina Marwah (20 tahun) dan Putri Syaikah (20 tahun) yang tampil di game keempat. Mereka kalah cukup telak 9-21, 10-21 dari pemain top Jepang, Yuki Fukushima dan Arisa Higashino.
Kita tahu, Yuki merupakan ganda putri ranking 1 dunia bersama Sayaka Hirota. Namun, karena Hirota cedera, dia dipasangkan dengan beberapa pemain di Piala Uber kali ini.
Tadi malam, dia main dengan Arisa yang merupakan pemain spesialis ganda campuran dan pernah juara All England 2018 juga peraih medali perunggu Olimpiade 2020 bersaa Yuta Watanabe.
Di game kelima, Ester Nurumi (16 tahun) berkesempatan menantang pemain yang rankingnya jauh di atasnya. Ester menghadapi Aya Aohori (25 tahun) yang kini ada di ranking 20 dunia.
Ester memang kalah 14-21 dan 7-21 yang membuat Indonesia kalah 0-5 dari Jepang. Tim putri Indonesia memang masih kalah kelas dari Jepang.
Toh, pertandingan itu akan membuat mental tanding anak-anak muda itu semakin matang. Sebagai pemain muda, mereka memang membutuhkan pertandingan hebat seperti itu.
Jadi runner-up, Indonesia hadapi tim juara grup di perempat final
Kekalahan 0-5 dari Jepang itu membuat tim Uber Indonesia mengakhiri babak penyisihan sebagai runner-up. Artinya, Indonesia akan bertemu tim juara grup di perempat final.
Siapa lawan Indonesia?
Untuk babak perempat final, akan kembali dilakukan drawing. Aturannya, tim juara grup bertemu tim runner-up dan tim yang sudah satu grup di babak penyisihan tidak akan bertemu lagi di perempat final.
Nah, bila merujuk aturan itu, maka calon lawan tim Uber Indonesia di perempat final adalah juara Grup B, juara Grup C, atau juara Grup D.
Untuk juara Grup B, Rabu (13/10) malam nanti akan diperebutkan Thailand dan India. Lalu juara Grup C antara Korea Selatan atau China Taipei (Taiwan) yang juga akan bertanding malam nanti.
Sementara juara Grup D sudah dipastikan menjadi milik tim putri China. Tadi malam, China mengalahkan tuan rumah Denmark 5-0. Tiga kali main, tim putri China selalu menang 5-0. Sebelumnya mereka menang atas Kanada dan Malaysia.
Siapapun yang akan menjadi lawan Indonesia, tentu tidak ada yang mudah. Apalagi sudah di babak perempat final yang merupakan babak gugur. Meski kalau boleh berharap, semoga tidak langsung bertemu China.
Kita hanya bisa berharap, semoga pelajaran 'ilmu juara' dari Jepang tadi malam membuat Gregoria Mariska dan kawan-kawan bisa tampil lebih bagus di perempat final.
Sebab, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan Greysia/Apriyani untuk mendulang poin. Sektor tunggal yang tampil tiga kali, juga wajib tampil luar bisa untuk meraih poin. Plus, penampilan Fadia/Ribka semoga semakin bagus.
Bila begitu, baru kita bisa bicara peluang tim Uber Indonesia untuk lolos ke semifinal.
Salam bulutangkis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI