Bahwa, bila dia divaksin, itu tidak hanya untuk dirinya. Tapi juga untuk menjaga kesehatan dua anaknya. Atau, bila dia mendapatkan tawaran pekerjaan di luar kota, tentunya sayang bila tidak bisa berangkat karena dirinya belum divaksin.
Tetapi memang, meski pemerintah gencar melakukan vaksinasi hingga ke balai desa di pelosok, masih ada yang enggan. Dari obrolan dengan beberapa orang, bermacam-macam alasannya. Dari malas, cemas, hingga merasa sehat-sehat saja meski tanpa divaksin.
Kalau alasannya malas antre demi mendapatkan vaksin, solusinya bisa dilakukan vaksinasi door to door. Petugas vaksinasi yang datang ke rumah warga yang belum divaksin.
Namun, untuk alasan cemas atau takut, ini yang agak sulit. Yang bisa dilakukan ya memberi pengertian bahwa selama kondisi mereka sehat, tak perlu takut divaksin. Meski, berhasil atau tidaknya, kembali ke orangnya. Apakah setelah mendapat pengertian menjadi berani divaksin atau tetap cemas.
Saya juga pernah mendengar jawaban dari tetangga yang sudah berpindah rumah yang enggan divaksin. Katanya, dia merasa sehat dan tidak perlu pergi ke luar kota alias tinggal di wilayah tempat tinggalnya saja. Karenanya, dia merasa tidak perlu mengikuti vaksin.
Itu obrolan dua bulan lalu. Mungkin sekarang beliaunya sudah divaksin karena kesibukan yang sudah berbeda. Apapun itu, semoga semuanya sehat-sehat.
Dan tentu saja, untuk menjadi sehat di masa pandemi yang berubah jadi endemi, butuh ikhtiar. Seperti maknanya di Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), ikhtiar adalah syarat untuk mencapai maksud. Bentuk daya upaya kita untuk sehat.
Seperti memakai masker, divaksin, rutin berolahraga, mengatur pola makan, dan menjaga pikiran agar tidak mudah stres, dan berbagi bahagia dengan orang lain juga bentuk upaya menjadi sehat. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H