Alasan takut hingga tidak ke mana-mana
Akhir pekan kemarin, rumah saya kedatangan tamu. Saudaranya istri yang datang bersama suami dan kedua anaknya.
Setelah berbulan-bulan tidak bertemu karena tren kasus Covid-19 yang sempat meninggi, mereka kembali bertamu ke rumah. Tentu kami senang karena bisa bertemu lagi dalam kondisi sehat.
Beberapa hari sebelumnya, istri yang memang rajin mengobrol dengan kakaknya via WA, bercerita bila mereka mau mampir ke rumah. Termasuk bercerita bila saudaranya sudah divaksin bersama suaminya.
Ketika tiba di rumah, setelah ngobrol saling sapa, setelah anak-anak saling kangen-kangenan, kami mempersilakan untuk mencicipi hidangan yang sudah disiapkan. Makan dulu baru mengobrol.
Nah, saat mengobrol, sebagai pembuka obrolan, saya bertanya apakah di wilayah tempat tinggalnya 'sudah aman'. Karena sepengetahuan saya, sempat cukup banyak warga terpapar.
Lantas, ngobrol perihal bagaimana pengalamannya divaksin. Ternyata, dia berujar tidak ikut divaksin. Hanya istrinya saja yang divaksin. Saya terkejut. Namun, saya paham, itu urusan privasinya dia.
Saya lantas bercerita pengalaman saya menjalani vaksinasi bersama istri. Bahwa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan berlebihan, termasuk tidak ada efek bawaan yang kami rasakan setelah vaksin.
Tentang sugesti pikiran yang merasa lebih tenang ketika ke luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Lebih tenang karena sudah divaksin, meski tetap menjalankan prokes.
Lalu juga bercerita perihal pengalaman beberapa tetangga yang ketika pergi ke luar kota untuk urusan keluarga ataupun pekerjaan, harus 'lulus syarat' sudah divaksin.
Intinya, melalui cerita-cerita itu, saya ingin memberitahu dia perihal pentingnya divaksin tanpa terkesan mengingatkan apalagi menggurui. Lha wong dia lebih tua dari saya.