Semoga saja, kerinduan tim bulutangkis Indonesia untuk membawa pulang Piala Sudirman tidak seperti peribahasa bagai pungguk merindukan bulan.
Pengandaian itu mendadak muncul dalam pikiran saya usai langkah tim Indonesia dihentikan Malaysia di perempat final Piala Sudirman, Sabtu (2/10) dini hari tadi. Indonesia yang kali terakhir meraih Piala Sudirman 1989, harus menunggu lebih lama lagi.
Dini hari tadi, saya ikut merasakan yang dirasakan pemain-pemain Indonesia. Sedih.
Rela menunda waktu tidur (meski sempat tertidur sebentar) sampai jam 02.00 pagi demi menyaksikan langsung perjuangan tim bulutangkis Indonesia di Piala Sudirman 2021 di Vantaa, Finlandia melalui layar TVRI, yang terjadi justru nyesek.
Itu setelah tim Indonesia kalah 2-3 dari Malaysia. Perjuangan Indonesia terhenti di perempat final. Gagal lolos ke semifinal. Gagal membawa pulang Piala Sudirman yang berkelana ke mana-mana sejak tahun 1989 silam.
Nyesek. Kecewa.
Tapi, bila saya yang hanya tinggal menonton nyesek, bagaimana dengan pemain-pemain Indonesia yang telah berjuang jatuh bangun di lapangan tetapi tidak meraih hasil yang diinginkan. Pastinya lebih kecewa dari saya.
Pertemuan Indonesia melawan Malaysia yang acapkali menghadirkan nuansa emosional itu sebelumnya memang diprediksi bakal berakhir dengan skor ketat.
Utamanya karena di tiga nomor pertama, yakni ganda putra, tunggal putri, dan tungga putra, kemungkinan apapun bisa terjadi. Saya menulisnya di sini https://www.kompasiana.com/hadi.santoso/61564cd72881753da840c402/indonesia-jumpa-malaysia-di-perempat-final-3-nomor-ini-diprediksi-alot-dan-menentukan-ke-semifinal.
Tapi, prediksi saya kurang pas di dua nomor terakhir yang memainkan ganda putri dan ganda campuran. Utamanya di nomor ganda campuran yang menjadi penentuan ketika skor sama kuat 2-2.