Dua pelatih senior bergelimang gelar, Jose Mourinho dan Massimiliano Allegri, menandai come back melatih di Liga Serie A Italia dengan gaya berbeda.
Mourinho (58 tahun) yang kembali ke Serie A sejak meninggalkan Inter Milan pada 11 tahun silam, membawa tim barunya, AS Roma, meraih kemenangan di laga perdana Liga Italia 2021/22.
Lewat drama dua gol yang disahkan melalui peninjauan ulang Video Assistant Referee (VAR), AS Roma dibawanya menang 3-1 atas Fiorentina di Stadion Olimpico.
Sementara Allegri (54 tahun) yang kembali melatih setelah dua tahun 'bersemedi', bernasib sebaliknya. Dia belum mampu membawa Juventus meraih kemenangan di laga pertama.
Juventus yang sempat unggul dua gol di babak pertama, dipaksa menerima kenyataan ditahan imbang Udinese 2-2 di Stadion Friuli lewat drama VAR di menit akhir.Â
Mourinho terbantu debut apik Tammy Abraham
Kembali ke Stadion Olimpico, Mourinho memperlihatkan bila dirinya masih pelatih spesial. Setelah serangkaian pengalaman pahit di Liga Inggris dalam beberapa tahun terakhir, Mourinho ingin meraih pencapaian lebih baik di Italia.
Satu-satunya pelatih dalam sejarah Serie A yang pernah meraih treble winners (bersama Inter Milan) ini langsung memikat tifosi Roma dengan kemenangan penting.
Melawan Fiorentina, Mourinho memainkan salah satu skema main favoritnya, 4-2-3-1. Penyerang anyar yang direkrut dari Chelsea, Tammy Abraham langsung dipasang sebagai starter.
Tammy (23 tahun) didukung tiga gelandang serang, Nicolo Zaniolo, Henrikh Mkhitaryan, dan Lorenzo Pellegrini yang diplot sebagai "pemain bernomor 10" di belakang penyerang.
Sementara Bruno Cristante dan Jordan Veretout diplot Mourinho untuk menjalankan "pekerjaan kotor" sebagai gelandang bertahan. Lalu, kwartet Mathias Vina (23 tahun), Roger Ibanez (22 tahun), Gianluca Mancini (25 tahun), dan Rick Karsdorp (26 tahun) menjaga gawang Roma yang dikawal kiper berpengalaman asal Portugal, Rui Patricio.
Tidak keliru Mourinho langsung memberi kepercayaan kepada Tammy Abraham. Penyerang Inggris yang baru berusia 23 tahun ini membuktikan dirinya layak mengisi posisi Edin Dzeko yang pindah ke Inter Milan.
Tammy Abraham dengan posturnya yang tinggi (190 cm) dan pergerakannya yang gesit, beberapa kali sukses mengacaukan pertahanan Fiorentina. Bahkan, di menit ke-17, Abraham membuat kiper Fiorentina, Bartlomiej Dragowski diusir keluar lapangan.
Kiper asal Polandia ini berusaha menghentikan laju Abraham di luar kotak penalti. Dianggap melanggar, wasit tanpa ampun langsung memberinya kartu merah. Fiorentina pun bermain dengan 10 pemain.
Di menit ke-26, Abraham yang meliuk-liuk di area kotak penalti Fiorentina, lantas mengirim umpan ke Mkhitaryan yang dengan sekali sontekan menjadi gol.
Wasit Luca Pairetto sempat menganulir gol itu karena menganggap posisi Mkhitaryan sudah offside. Namun, setelah melihat VAR, Pairetto mengesahkannya. AS Roma pun unggul 1-0.
Di babak kedua, giliran Roma yang kehilangan pemain. Nicolo Zaniolo yang kembali bermain setelah pulih dari cedera panjang, rupanya terlalu bersemangat. Di menit ke-52, dia mendapat kartu kuning kedua dan harus keluar lapangan.
Situasi itu dimanfaatkan Fiorentina. La Viola bisa menyamakan skor lewat sontekan Nikola Milenkovic di menit ke-60.
Namun, Tammy Abraham belum mau berhenti membuat tifosi Roma terpesona. Di menit ke-64, lewat pergerakan eksplosif dari sisi kanan pertahanan Fiorentina, dia mengirim umpan crossing yang lantas disambar Jordan Veretout menjadi gol.
Kejadian gol pertama berulang. Gol ini sempat dianulir tapi wasit kemudian mengesahkannya setelah melihat ulang tayangan VAR.
Veretout, pemain asal Prancis, mencetak gol ketiga Roma di menit ke-79 usai meneruskan umpan Eldor Shomurodov. Oleh Mourinho, pemain asal Uzbekistan ini baru dimainkan di menit ke-69 menggantikan Abraham.
Menang 3-1 di laga perdana di depan tifosi sendiri, jelas menjadi start manis bagi AS Roma. Itu juga menjadi kemenangan penting bagi Mourinho di laga penanda kembalinya dirinya di Serie A.
Mourinho sebut keputusan wasit sudah tepat
Dalam wawancara dengan DAZN seperti dikutip dari Football Italia, Mourinho menyebut pertandingan melawan Fiorentina itu sebagai "entertaining game". Roma disebutnya bermain bagus, tapi tidak ketika unggul jumlah pemain.
"Kami bermain bagus ketika 11 melawan 11, 10 melawan 10 tapi tidak ketika 11 melawan 10. Kami kehilangan pola. Ketika kami kehilangan Zaniolo, kami kembali mampu mengontrol permainan," sebut Mourinho.
Perihal dua gol Roma yang disahkan setelah melihat ulang tayangan VAR untuk mengecek offside atau tidak, Mourinho menyebut wasit telah membuat keputusan tepat.
"Wasit mengambil setiap keputusan dengan benar. VAR ada untuk melihat setiap kesalahan kecil, yang terkadang bisa menentukan dalam permainan," sambung Mourinho.
Satu hal yang meurut Mourinho patut dibanggakan dari penampilan AS Roma di pertandingan pertama adalah semangat juang untuk menang. Dia juga memuji organisasi pertahanan Roma.
Kepada media, pelatih yang sudah dua kali juara Liga Champions ini juga menyebut Roma punya beberapa opsi di lini penyerangan. Utamanya setelah Tammy dan Shomurodov yang bermain bergantian, keduanya bermain bagus dan membuat assist.
Mourinho menyebut bisa saja memainkan Tammy dan Shomurodov berbarengan. Namun, dia memilih memainkan Pellegrini sebagai 'trequartista' di belakang penyerang.
"Shomurodov bisa bermain di kiri, dia juga bisa menjadi penyerang dengan Tammy. Kami memiliki banyak solusi berbeda," sambung pelatih yang dikenal media dengan sebutan Special One ini.
Karena julukannya itu, bukan Mourinho namanya bila melakukan hal biasa saja. Seusai pertandingan, normalnya seorang pelatih hanya melakukan jabat tangan. Namun, Mourinho lebih dari itu.
Seusai pertandingan itu, kamera menyoroti Mourinho yang mendekati Vincenzo Italiano, pelatih Fiorentina. Lalu, dia nampak membisikkan sesuatu ke telinga Italiano. Seolah memberikan penghiburan. Itu membuat awak media penasaran sehingga lantas menanyakan hal itu kepada Mou.
"Saya bilang ke Vincenzo Italiano bahwa Fiorentina memiliki pelatih hebat. Italiano pantas mendapat pujian karena timnya bermain sangat baik. Fiorentina bisa menyulitkan tim manapun. Saya berharap yang terbaik untuk Fiorentina meraih hasil bagus musim ini," sebut Mourinho.
Itulah Mourinho. Banyak orang mungkin menyebutnya sudah kehilangan 'daya magisnya' seperti ketika dulu melaiih Porto, Chelsea di periode pertama ataupun saat melatih Inter. Mourinho kini lebih sering disebut sebagai pelatih yang gemar 'memarkir bus' alias bermain bertahan.
Namun, satu hal yang tidak berubah dari Mourinho, dia punya magnet yang bisa menyedot perhatian media. Dia punya kemampuan memberikan pernyataan menarik kepada media. Itu kemampuan yang tidak dimiliki semua pelatih.
Sebagai orang yang pernah bekerja di media, saya senang mendengar statement-statement sedap ala Mourinho. Malah, saya mengandaikan, akan sangat menyenangkan bila bisa mewawancara figur seperti Mourinho. Sebab, akan memuaskan bila pertanyaan kita dibalas dengan jawaban-jawaban yang tidak biasa.
Juve sempat unggul dua gol tapi gagal menang, gol Ronaldo dianulir
Bila Mourinho tertawa lepas di laga perdana, Allegri justru tersenyum kecut di pertandingan come backnya di Liga Italia. Betapa tidak, Juventus yang dalam posisi nyaman untuk memenangi pertandingan, malah gagal meraih poin penuh.
Allegri yang pernah membawa Juve meraih juara Liga Italia lima kali beruntun, membuat keputusan berani dengan mencadangkan Cristiano Ronaldo. Allegri lebih memilih memainkan Paulo Dybala dan Alvaro Morata dalam skema 4-4-2.
Awalnya, pemilihan strategi itu berjalan lancar. Di menit ketiga, Juve sudah unggul lewat Dybala. Lantas, di menit ke-23, Juan Cuadrado berhasil membawa Juve unggul 2-0 usai meneruskan umpan jauh Dybala.
Sampai di sini, komentator pertandingan bahkan menyebut "no ronaldo no problem. Juventus seolah akan menang besar. Dan itu diraih tanpa Ronaldo.
Namun, situasi berubah di babak kedua. Di menit ke-51, Udinese mendapat penalti setelah pelanggaran yang dilakukan kiper Juve, Wojciech Szczesny. Roberto Pereyra sukses menjadi eksekutor.
Max Allegri akhirnya memainkan Ronaldo di menit ke-60, menggantikan Morata. Dia juga memasukkan Federico Chiesa di menit ke-74 mengisi posisi Cuadrado.
Lalu, di menit ke-83, gawang Juve kembali jebol setelah Szczesny membuat blunder usai mencoba menguasai bola yang berujung gol kedua Udinese lewat Gerard Deulofeu. Gol ini sempat dianulir wasit. Namun, usai melihat VAR, gol itu lalu disahkan.
Di pengujung laga, di menit ke-94, Juventus unggul usai Ronaldo mencetak gol lewat sundulan khasnya. Melompat tinggi lantas menyambar bola umpan dari crossing Chiesa. Ronaldo sempat merayakan gol dramatis itu dengan mencopot kaosnya. Namun, hasil peninjauan ulang oleh VAR, gol itu dinyatakan offside. Sikut Ronaldo dianggap offside. Ronaldo pun dikartu kuning oleh wasit.
Drama VAR di menit akhir itu membuat laga berakhir imbang 2-2. Padahal, bila gol itu disahkan, Juventus jelas akan memenangi pertandingan karena itu sudah di menit terakhir.
Tapi, itulah drama yang terjadi di markas Udinese. Itulah secuil drama yang tersaji di pekan perdana Liag Serie A Italia 2021/22. Bila Mourinho tersenyum bahagia usai timnya menang dengan 'bantuan' VAR, Allegri malah tersenyum kecut karena kesalahan kipernya dan drama VAR. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H