Pasangan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu jadi harapan Indonesia untuk meraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020. Greysia/Apriyani akan tampil di final bulutangkis Olimpiade, Senin (2/8) besok.
Greysia (33 tahun) dan Apriani (23 tahun) akan menghadapi ganda putri China, Chen Qingchen (24 tahun) dan Jia Yifan (24 tahun) yang menjadi unggulan kedua.
Chen/Jia yang pernah menjadi juara dunia, pernah menjadi juara Asia, dan meraih medali emas di Asian Games 2018, jelas akan menjadi lawan yang berat di final nanti. Namun, namanya final Olimpiade, jelas tidak ada lawan yang ringan.
Toh, Greysia/Apriyani juga telah membuktikan punya kualitas yang membuat mereka layak tampil di final. Selama perjalanan menuju final, mereka telah mengalahkan beberapa ganda putri top dunia.
Greysia/Apriyani mengalahkan ganda Korea Selatan unggulan 4, Lee So-hee/Shin Seung-chan di semifinal. Bahkan, mereka mengalahkan ganda putri unggulan 1, Yuki Fukushima di penyisihan grup.
Lalu, bagaimana peluang Greysia/Apriyani?
Mengutip pesan dari Art of War nya Sun Tzu, Greysia/Apriyani perlu mengenal kembali siapa lawannya di final. Mereka perlu melihat kembali cuplikan pertandingan Chen/Jia. Perlu menandai detail bagaimana cara ganda putri China itu bermain.
"If you know the enemy and know yourself, you need not fear the result of a hundred battles," begitu pesan dari Art of War.
Nah, agar lebih mengenal pasangan Chen Qingchen/Jia Yifan, berikut beberapa fakta tentang mereka. Siapa tahu tulisan 'receh' ini bisa diteruskan ke Greysia/Apriyani sebelum final besok.
Chen/Jia sudah bermain bareng sejak junior, pernah bertemu Apriyani di final
Tidak banyak pasangan ganda putri bulutangkis di era kekinian yang bermain sejak junior. Salah satu yang paling terkenal adalah ganda putri Jepang, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi yang meraih medali emas di Olimpiade 2016.
Nah, Chen/Jia juga dipasangan sejak junior. Meski, mereka bukan pasangan pertama. Jia Yifan awalnya bermain dengan Huang Dongping (peraih medali emas ganda campuran Olimpiade 2020) dan Chen Qingchen berpasangan dengan He Jiaxin.
Di tahun 2013, di usia 16 tahun, mereka saling bertemu di final kejuaraan Asia Junior yang dimenangi Jia/Dongping. Di tahun itu, Jia/Dongping juga meraih perunggu kejuaraan dunia junior.
Baru di tahun 2014, Chen/Jia dipasangkan. Hasilnya, mereka menjadi juara Asia junior 2014 dan menjadi juara dunia junior (BWF World Junior Championship) 2014 dan 2015.
Yang menarik adalah gelar juara dunia junior yang mereka raih di tahun 2014 di Alor Setar, Malaysia. Di final, Chen/Jia menang atas Apriyani Rahayu yang bermain dengan Rosyita Eka Putri dengan skor 21-11, 21-14. Kala itu, Apriyani belum genap 16 tahun.
Pernah bermain dobel di ganda putri dan ganda campuran
Menariknya, dalam perjalanan karier dari junior ke level senior, Chen dan Jia pernah bermain rangkap. Selain berpasangan di ganda putri, mereka juga bermain di ganda campuran.
Di ganda campuran, Jia Yifan bermain dengan Zhou Haodong. Sementara Qingchen eprnah dipasangkan dengan beberapa nama seperti Liu Yuchen, Huang Kaixiang, dan Zheng Siwei.
Penggemar bulutangkis pasti tahu, Chen Qingchen lebih sukses bermain dobel. Utamanya saat bermain dengan Siwei. Mereka sukses jadi juara dunia junior dan juara Asia 2015.
Selama berpasangan, Chen/Siwei menjadi lawan tangguh bagi ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto.
Total, Chen/Siwei meraih 14 gelar di BWF Superseries, BWf Grand Prix, dan BWF International Challenge. Mereka bahkan pernah menempati ranking 1 dunia ganda campuran pada Maret 2017.
Namun, kekalahan di final kejuaraan dunia 2017 dari Tontowi/Liliyana menjadi awal berakhirnya kisah Chen/Siwei. Sebab, Siwei lantas dipasangkan dengan Huang Yaqiong (peraih medali perak Olimpiade 2020). Sementara Chen fokus bermain di ganda putri.
Pernah jadi ganda putri ranking 1 dunia
Pasangan Chen Qingchen/Jia Yifan pernah menjadi ganda putri 'monster' yang paling susah dikalahkan pada tahun 2017 silam. Mereka mulai 'meledak' di akhir tahun 2016.
Lantas, meraih gelar bergengsi di Indonesia Open 2017 dan China 2017 Open yang merupakan level tertinggi di turnamen BWF Superseries. Mereka meraih enam gelar di tahun 2017 itu. Padahal, usia mereka baru 20 tahun.
Puncaknya saat mereka meraih gelar BWF World Championship 2017 alias juara dunia di Glasgow, Agustus 2017. Di final, Chen/Jia mengalahkan ganda putri Jepang, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota.
Gelar inilah yang membuat Chen Qingchen dan Jia Yifan lantas dinobatkan sebagai ganda putri ranking 1 dunia pada November 2017.
Penampilan mereka sempat menurun di tahun 2018. Terlebih ganda putri Jepang mulai mendominasi. Mereka tampil di final Malaysia Open dan Japan Open. Tapi kalah dari Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi dan Fukushima/Hirota.
Tapi, mereka bisa come back di tahun 2019 dengan memenangi lima gelar. Di antaraya juara All England, China Open, dan BWF World Tour Finals. Semuanya dengan mengalahkan ganda putri Jepang, Ayaka/Misaki dan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara.
Kini, setelah bulutangkis kembali setelah sempat 'mati suri' akibat pandemi, mereka kembali menghentak dunia. Chen/Jia lolos ke final ganda putri Olimpiade.
Mereka selalu menang di tiga pertandingan fase grup. Lalu mengalahkan unggulan 1, Fukushima/Hirota lewat rubber game 18-21, 21-10, 21-10 di perempat final dan menang atas ganda Korea, Kim So-yeong/Kong Hee-yong 21-15, 21-11 di semifinal.
Selalu menang atas Greysia/Apriyani sepanjang 2019
Sebagai ganda putri top dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan sudah sering bertemu dengan Greysia Polii/Apriyani Rahayu.
Pertemuan pertama yang paling diingat terjadi di final Hong Kong Open 2017. Kala itu, Chen/Jia mengalahkan Greysia/Apriyani lewat rubber game. Tapi memang, Chen/Jia sedang bagus-bagusnya di tahun 2017 itu. Sementara Greysia/Apriyani baru dipasangkan.
Rujukan paling sahih untuk mengukur rivalitas mereka adalah pertemuan di tahun 2019, sebelum turnamen bulutangkis terhenti akibat pandemi.
Sepanjang tahun 2019, mereka bertemu tiga kali. Hasilnya, Greysia dan Apriyani kesulitan untuk mengalahkan Chen/Jia. Mereka selalu kalah.
Pertemuan pertama terjadi di perempat final All England, Maret 2019. Kala itu, Greysia/Apri kalah straight game 19-21, 17-21.
Lalu, mereka bertemu di semifinal Australia Open, Juni 2019. Greysia dan Apriyani kalah rubber game 13-21, 21-14, 18-21.
Lantas, mereka kembali bertemu di babak grup BWF World Tour Finals 12 Desember 2019. Hasilnya, Chen/Jia menang rubber game 17-21, 21-10, 21-16.
Ketenangan akan jadi penentu di final
Namun, yang patut diingat, penampilan sepanjang tahun 2019 itu membuat Greysia/Apriyani semakin berkembang. Di tahun 2020, mereka meraih tiga gelar di Indoensia Masters, Spain Masters, dan Thailand Open.
Terlepas dari nama besar Chen/Jia sebagai juara dunia dan pernah jadi world number one plus unggul dalam head to head di beberapa pertemuan terakhir, Greysia/Apriyani tidak perlu gentar.
Bagaimanapun ini final Olimpiade. Berbeda dengan turnamen-turnamen sebelumnya.
Untuk bisa meraih medali emas bukan hanya ditentukan teknik dan status, sebab secara teknik, pasangan yang bermain di final jelas setara. Tidak jauh beda dengan keunggulan masing-masing.
Tapi yang paling menentukan adalah kesiapan mental, ketenangan, dan kerja keras di lapangan.
Selama Olimpiade 2020 ini, Greysia/Apriyani menunjukkan tiga hal itu. Mereka siap mental. Bermain tenang. Soal kerja keras jangan ditanya. Mereka adalah pasangan yang semangatnya paling dashyat ketika bertanding di lapangan.
Termasuk cara mereka berkomunikasi di lapangan. Mereka saling menguatkan ketika tertinggal. Lantas saling mengingatkan untuk tetap tenang bila dalam situasi unggul.
Faktor ketenangan ini akan sangat penting di final. Sebab, oleh sebagian badminton lovers, Chen/Jia terkenal sebagai 'pemain drama'.
Utamanya Jia Yifan. Ketika dalam posisi tertinggal, dia acapkali berpura-pura cedera atau melakukan hal untuk mengulur waktu dan mengalihkan konsentrasi lawan.
Hal tak terduga seperti ini yang juga perlu diwaspadai Greysia/Apriyani. Mereka tidak boleh baper. Mereka harus tetap fokus di pertandingan.
Semoga semesta mendukung perjuangan Greysia dan Apriyani meraih medali emas untuk Indonesia. Selamat berjuang Apriyani dan Greysia. Ayo bawa pulang medali emas. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H