Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Baru Bersua Ganda Australia, Praveen/Melati Seperti Melakoni Final yang Berat

24 Juli 2021   20:11 Diperbarui: 24 Juli 2021   20:24 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyaris saja, ganda campuran andalan Indonesia, Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti, merasakan kekalahan yang akan mereka sesali seumur hidup.

Ketika banyak orang mengira mereka akan menang mudah atas pasangan Australia, Simon Leung/Gronya Somerville di pertandingan pertama Olimpiade 2020, yang terjadi justru sebaliknya.

Praveen/Melati seolah melakoni final yang teramat berat.

Mereka sempat dibayangi kekalahan di pertandingan pertama yang bukan tidak mungkin akan berefek domino pada kegagalan lolos ke babak berikutnya.

Satu-satunya wakil Indonesia di ganda campuran ini dipaksa bersusah payah hingga melakoni rubber game sebelum akhirnya menang 20-22, 21-17, 21-13, Sabtu (24/7).

Hitung-hitungan di atas kertas, laga pertama di Grup C itu bakal menjadi milik Praveen (28 tahun)/Melati (26 tahun). Pasangan juara All England 2020 yang jadi unggulan 4 itu diprediksi bisa menang dua game langsung.

Dan memang, sulit menemukan alasan yang mendukung ganda Australia itu bakal menang. Lha wong mereka lolos ke Olimpiade menempati peringkat terakhir dalam babak kualifikasi.

Leung/Somerville bahkan dianggap sebagai pasangan palig lemah di Grup C. Selain Praveen/Melati, ada ganda Jepang Yuta Watanabe/Arisa Higashino yang merupakan juara All England 2018. Juga pasangan Denmark, Mathias Christiansen/Alexandra Boje.

Namun, Praveen/Melati mendapatkan pelajaran berharga. Bahwa, di Olimpiade, tidak ada lawan mudah. Ketika turun di lapangan, mereka harus siap. Sebab, data statistik tidak lagi berguna.

Tampil kurang lepas, Praveen/Melati dipaksa rubber game

Di awal pertandingan, tidak ada tanda-tanda laga itu bakal berjalan mendebarkan.

Praveen mampu memperlihatkan smash-smash kencang yang menjadi andalannya. Setiap shuttlecock diangkat lawan, langsung dimakan olehnya. Meski dia masih melakukan error. Beberapa kali pengembaliannya menyangkut di net.

Ketika skor 20-15, kita yang menonton dari layar televisi, sudah yakin bahwa game pertama itu bakal dimenangi oleh ganda campuran Indonesia.

Tinggal satu poin. Apa susahnya setelah meraih 20 poin dengan cukup mudah. Rasanya mustahil membayangkan ganda Australia mendapat lima poin beruntun tanpa melakukan error sekalipun.

Yang terjadi, Somerville yang berparas manis itu justru tampil galak. Dia terlihat mendominasi.

Beberapa kali, Somerville yang memiliki cukup banyak fan di Indonesia, mengungguli Melati di depan net. Merekapun bisa menyamakan skor 20-20 dan memaksa setting point (duece).

Sampai di sini, kita masih yakin, Praveen/Melati bisa 'bangun' dari mimpi buruk sesaat itu dan memenangkan setting point. Tapi, Leung dan Somerville ternyata bisa menuntaskan dengan mudah game pertama dengan meraih 22 poin.

Di game kedua, Praveen dan Melati ternyata belum bisa keluar dari tekanan. Bahkan, kesalahan sendiri berulang kali dilakukan sehingga membuat ganda Australia selalu unggul di interval pertama.

Praveen/Melati baru benar-benar bisa menyamakan skor di angka 17-17. Hingga, sebuah sontekan Melati gagal dikembalikan Somerville yang membuat mereka menang dan memaksa rubber game.

Baru di game ketiga, permainan Praveen/Melati bisa keluar. Mereka tampil menekan. Sempat unggul jauh 12-6. Hingga, smash Melati saat skor 20-13, menuntaskan pertandingan.

Melati yang sepanjang game kedua tampak tampil kurang lepas dan kerapkali melakukan kesalahan, memang bisa tampil lebih rileks di game penentuan.

Mengapa Praveen/Melati tidak tampil dalam form terbaiknya?

Banyak warganet di kolom komentar akun Instagram yang mengabarkan hasil bulutangkis Olimpiade, menyebut Praveen/Melati dipaksa bermain rubber game karena menganggap remeh ganda Australia itu.

Namun, saya kurang sepakat.

Saya yakin, sebagai atlet yang dibekali plan game dan wawasan mental tanding oleh pelatih, mereka tidak pernah meremehkan lawan. Apalagi ini di Olimpiade. Event tertinggi bagi seorang atlet.

Saya lebih senang menyebut penampilan kurang oke Praven/Melati itu karena mereka kurang tampil rileks. Terbebani harus menang di pertandingan pertama.

Terutama Melati yang baru kali ini tampil di Olimpiade.

Sangat kelihatan, permainannya kurang lepas. Dia beberapa kali terlihat ragu ketika meletakkan shuttlecock di depan net sehingga mudah dibaca Somerville.

Bahkan, beberapa kali shutlecock yang diangkat oleh Melati tanggung sehingga langsung disambar ganda Australia dan menjadi poin bagi mereka.

Termasuk penempatan pukulannya yang cukup sering keluar sehingga menghasilkan poin gratisan bagi ganda Australia.

Praveen/Melati harus mengevaluasi penampilan

Toh, apapun yang terjadi di laga itu, Praveen/Melati pemenangnya.

Menang di laga perdana jelas menjadi bekal bagus bagi mereka untuk lolos ke perempat final.

Di pertandingan kedua, mereka akan menghadapi ganda Denmark, Mathias Christiansen/Alexandra Boje. Lalu, Minggu (25/7) siang.

Memang, Praveen/Melati unggul head to head atas Christiansen (29 tahun)/Boje (21 tahun). Dalam dua kali pertemuan, mereka selalu menang atas pasangan senior junior tersebut.

Namun, akan berbahaya bila Praveen/Melati kembali tampil rapuh seperti penampilan hari ini. Sebab, ganda Denmark tersebut dikenal cukup agresif.

Terlebih, ganda Denmark bakal sangat termotivasi untuk menang usai kalah dari Yuta/Arisa 22-20, 11-21, 15-21 di laga pertama, Sabtu pagi tadi. Bila kembali kalah, mereka bakal tersingkir.

Tentu saja, sebelum kembali tampil, ada pekerjaan rumah yang harus diberesi oleh pelatih ganda campuran, Nova Widianto.

Selain mengurangi kesalahan sendiri dan lebih kuat saat diserang, hal terpenting yang menurut saya perlu dibenahi dari Praveen/Melati adalah bagaimana bermain lebih rileks.

Sebagai penikmat bulutangkis, saya rindu melihat permainan Praveen/Melati ketika meraih gelar di All England 2020. Rindu melihat Praveen tampil ganas dengan smashnya dan minim eror. Serta Melati tampil sigap di depan net dan kemampuan servicenya yang oke.

Bila nervous muncul karena penampilan perdana, seharusnya beban itu sudah terangkat. Seharusnya, mereka bisa tampil lebih baik di pertandingan berikutnya.

Ya, Semoga mereka bisa tampil lebih baik di pertandingan kedua yang sangat krusial. Sebab, jika gagal menang, mereka harus melakoni laga sengit melawan Yuta/Arisa di pertandingan terakhir.

Tentunya akan lebih baik bila sebelum bertemu Yuta/Arisa, Praveen dan Melati sudah memastikan lolos. Itu terjadi bila dua pasangan unggulan ini sama-sama meraih dua kemenangan.

Apalagi, pecinta bulutangkis tanah air sudah terlanjur menyematkan harapan tinggi kepada Praveen/Jordan di Olimpiade 2020 ini.

Kita berharap mereka bisa mengikuti jejak Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang meraih medali emas di Olimpiade 2016. Semoga harapan itu kesampaian. Semoga. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun