Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pesohor Akuisisi Klub Sepak Bola, Semoga Tak seperti Tren "Kue Artis"

9 Juni 2021   07:05 Diperbarui: 10 Juni 2021   03:26 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari pertama TC Rans Cilegon FC di Lapangan Yoga Perkanti, Jimbaran Bali, Sabtu (22/05/2021) sore. Rans United menjadi salah satu klub sepak bola yang diakuisisi pesohor | Foto: KOMPAS.com/SUCI RAHAYU

Panggung sepak bola Indonesia sedang mengalami tren baru. Selebritis hadir dan membeli klub-klub level bawah. Karena kehadiran mereka, sorotan terhadap klub-klub Liga 2 dan Liga 3 yang selama ini sepi, mendadak ramai.

Ya, baru kali ini, pemberitaan klub-klub Liga 2 dan Liga 3 Indonesia di media, jauh lebih masif dibandingkan dengan klub-klub Liga 1. Terlebih di ruang-ruang media sosial.

Selaku warganet yang juga pecinta bola, hampir setiap hari, saya mendapati kabar perihal pesohor yang membeli klub Liga 2 ataupun Liga 3 Indonesia diekspos oleh akun-akun Instagram di media sosial.

Dari mulai Raffi Ahmad yang membeli klub Liga 2 Indonesia, Cilegon United FC lantas mengganti namanya menjadi Rans Cilegon FC. Malah, ketika mengumumkan nama pemain-pemain timnya, ternyata ada nama "Zidane" dan "Batistuta" di Rans Cilegon FC.

Tak berhenti di situ, artis Gading Marten dikabarkan menjadi pemilik klub Liga 3, Persikota Tangerang. Lalu Youtuber Atta Halilintar mengakuisisi klub asal Pati. Rizki Billar dan Baim Wong juga disebut-sebut tertarik mengikuti jejak Raffi.

Pertanyaannya, apakah ini memang hanya tren atau gimmick di sepak bola yang bisa meredup kapan saja?

Ataukah ini memang langkah nyata dari para pesohor untuk ikut memajukan sepak bola Indonesia?

Tidak sedikit warganet yang menyebut langkah itu sebatas gimmick. Sekadar tren. Malah ada warganet yang membandingkan dengan tren ketika para artis dulu mendadak ramai-ramai membuka usaha kue atau kuliner dengan embel-embel nama mereka.

Kita tahu bagaimana cerita dari tren artis yang membuka usaha jualan kue itu. Memang, hingga kini masih ada yang eksis. Masih ada kue artis yang diburu penggemarnya karena memang cocok dengan selera penikmat kue.

Tapi, ada pula yang sudah tidak terdengar lagi kabarnya. Atau mungkin saya yang memang kurang meng-update kabarnya.

Angin segar untuk kemajuan sepak bola Indonesia

Beberapa hari lalu, ada akun media sosial yang mengangkat ulasan perihal Rans Cilegon FC dengan tema "Mengangkat sepak bola Indonesia: gimmick atau bukan?"

Akun itu menyodorkan beberapa fakta yang telah dilakukan Raffi Ahmad di klub barunya, lantas bermuara pada pertanyaan: gimmick atau bukan?

Di antaranya perekrutan striker Syamsir Alam. Syamsir, mantan pemain Timnas yang sudah lama tidak bermain di kompetisi reguler dan sering wara-wiri di TV sebagai pesohor, kini kembali merumput.

Atau juga kabar tentang janji Raffi akan memberikan bonus mobil bagi pemain yang bisa mencetak 30 gol. Kabar terakhir, Rans Cilegon FC beruji tanding dengan klub Liga 1, Arema dan membuka layanan streaming service berbayar untuk menonton pertandingan.

Siapapun boleh berkomentar apa saja. Karena memang, sebuah kabar tidak akan bisa menyenangkan semua orang. Akan selalu ada warna-warni pendapat dan komentar. Apalagi di sepak bola.

Apapun itu, saya menganggap kehadiran para pesohor di panggung sepak bola, menjadi angin segar bagi sepak bola Indonesia. Demi kemajuan sepak bola Indonesia.

Saya yakin, ketika mengakuisisi klub Liga 2, para pesohor itu punya misi membawa klub itu "naik kelas'. Baik ke Liga 1 maupun ke Liga 2. 

Caranya tentu dengan tampil bagus di kompetisi Liga 2 ataupun Liga 3. Jadi tidak sekadar tampil dan mengincar publikasi di media.

Semisal kiprah Raffi. Bila pun hampir setiap apa yang terucap dan dilakukannya bersama Rans United disorot media (mulai bonus mobil hingga perekrutan pemain), saya menganggap itu upaya untuk mengenalkan timnya sekaligus merangkul fans.

Atau, ketika mantan penyerang AC Milan asal Brasil, Alexander Pato memberikan ucapan selamat kepada Gading Marten setelah dikabarkan jadi pemilik baru Persikota, itu juga bagian tak terpisahkan dari upaya publikasi.

Malah, ketika Gading dikabarkan sudah sah jadi pemilik baru Persikota, saya yakin suporter tim yang pernah mendapat julukan "Bayi Ajaib" itu ikut semringah. Senang.

Lha wong klub yang dulu pernah diperkuat pemain-pemain top seperti Epalla Jordan, Aliyudin, dan Yandri Pitoy tersebut nyaris mati suri dan nggak terdengar kiprahnya.

Kini, hadirnya Gading di Persikota, tentu diharapkan bisa membuat gairan sepak bola di Tangerang jadi berlipat-lipat.

Siapa tahu, dengan statusnya sebagai Milanisti 'kelas berat', kelak Gading bisa membawa mantan pemain AC Milan ke Tangerang ketika klub itu sudah berkompetisi di papan atas. Buktinya, sama Pato saja dia kenal.

Keseriusan para pesohor akan diuji

Tentu saja, keriuhan pemberitaan masuknya artis di panggung sepak bola ini baru awalan. Keseriusan mereka untuk membesarkan klub sepak bola akan terlihat dari bagaimana mereka menyiapkan tim. Siapa saja pemain yang direkrut. Juga pelatihnya.

Lantas, ujian sebenarnya adalah ketika kompetisi dimulai. Apakah gaji pemain lancar-lancar saja. Apakah sang pesohor yang superpadat kegiatannya, masih mau menyempatkan hadir di lapangan dan membaur dengan pemainnya.

Saya memilih berprasangka baik. Gading dan Atta, seperti halnya Raffi, tentu ingin membawa klubnya berprestasi. Toh, sebagai entertainer, sepak bola juga bisa menjadi wadah hiburan bagi masyarakat. Plus, investasi dan prestasi.

Siapa tahu, karena jaringan pertemanan luas yang mereka miliki dan juga inovasi dalam menjalankan bisnis sepak bola, mereka bisa mengubah stigma Liga 2 yang dulunya mungkin dianggap tidak menarik secara investasi.

Bicara investasi di sepak bola, itu bukan hanya soal apakah bisnisnya menjanjikan atau tidak. Tapi juga soal prestasi. Tentang pencapaian klub yang "mendadak kaya" setelah dibeli oleh pesohor berduit. Dari klub biasa, lantas berprestasi.

Sekadar memberikan komparasi, apa yang dialami beberapa klub kaya mendadak di Eropa, salah satunya Manchester City di Inggris, dulu juga bermula dari klub biasa.

Ya, tengoklah Manchester City. Sebelum kekuatan uang dari Abu Dhabi United Group datang pada Agustus 2008 silam, apa sih prestasi City?

Lha wong mereka terakhir kali juara Liga Inggris terjadi di tahun 1968 atau 40 tahun di masa lalu. Sebelum muncul pemilik baru super kaya, City hanya klub biasa di Inggris. Jangan bandingkan mereka dengan Manchester United karena memang tidak selevel.

Namun, dengan adanya kekuatan uang yang bisa mendatangkan pemain-pemain mahal dan pelatih bagus bergaji tinggi, situasi di Manchester City berubah. Di musim ketiga, mereka meraih Piala FA 2010/11.

Lalu, di musim keempat, mereka akhirnya juara Liga Inggris bersama pelatih Roberto Mancini yang kini menjadi pelatih Timnas Italia.

Bahkan, dalam 10 tahun terakhir, City yang kini dilatih Pep Guardiola, menjadi tim yang paling sering juara Liga Inggris. Mereka sudah bisa keluar dari bayang-bayang tim sekota mereka.

Apakah kelak klub-klub Liga 2 yang diakuisisi para pesohor itu bisa menapaki jejak sukses seperti Manchester City?

Selama memang para pesohor itu punya komitmen besar untuk membesarkan klubnya. Selama mau keluar duit gedhe demi mendatangkan pemain-pemain bagus. Selama gaji pemain lancar-lancar saja. Plus, mampu meyakinkan pelatih bagus untuk bergabung.

Bila itu terpenuhi, rasanya tidak ada cerita yang tidak mungkin. Bilapun belum bisa lolos langsung ke Liga 1 atau Liga 2, minimal klub-klub milik para pesohor itu bisa bersaing di kompetisi yang mereka jalani. Bisa eksis. Nggak hanya numpang lewat semusim tapi tetap survive di musim berikutnya.

Ya, selama ada kemauan dan komitmen kuat untuk membesarkan klub yang diakuisisi, saya yakin klub-klub sepak bola "mendadak kaya" itu tidak akan bernasib seperti kue artis di masa lalu. Sempat ramai dan jadi tren. Lantas kini jarang terdengar kabarnya.

Apalagi, klub sepak bola jelas beda dengan bisnis kuliner. Di klub sepak bola, ada suporter yang loyal. Ada klub-klub yang punya basis suporter kuat. Ada unsur kedekatan emosional klub dengan daerah (nama kota tempat klub bernaung).

Bila klubnya memang dikelola serius, dibangun dengan tekad kuat demi memburu prestasi, tentu suporter itu juga bakal antusias mendukung kiprah mereka. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun