Situasinya bertambah runyam bila suka nyinyir karena iri dengan rekan kerja. Semisal bila tahu rekan kerjanya baru membeli gawai baru atau sepeda motor baru.
Memiliki rekan kerja seperti ini tentu saja bisa membuat situasi kerja menjadi tidak nyaman. Bila setiap hari mendengarkan keluhan, itu bisa menjadi racun bagi pikiran kita.
Mau tidak didengarkan keluhannya, dia teman kerja. Tapi bila terus mendengarkan keluhan yang berulang, sama saja buang-buang waktu. Apalagi bila kita malah terpengaruh.
Bagaimana bila toksik itu kita sendiri ?
Bagaimana jika toksik di tempat kerja itu ternyata diri kita sendiri? Bagaimana bila kita sebenarnya memiliki racun tapi tidak pernah 'bercermin' melihat diri sendiri.
Bisa saja, gambaran atasan yang 'beracun' itu ternyata juga ada dalam diri kita. Semisal bila kita sulit bekerja dengan tim karen merasa paling punya kemampuan. Lantas, mudah menyalahkan orang lain di tempat kerja.
Atau, pikiran kita selalu merasa curiga kepada orang lain. Selalu berburuk sangka. Kita juga mudah menyerah ketika dihadapkan pada tantangan kerja yang sulit.
Semisal atasan memberikan tugas tambahan kepada Anda karena percaya dengan kemampuan Anda. Atau, bukan tidak mungkin tugas tambahan itu merupakan 'jalan' yang diberikan atasan agar Anda bisa naik jabatan.
Namun, karena mudah berburuk sangka, kita malah menganggap atasan tidak menyukai kita sehingga memberikan beban kerja berat. Lantas, iri dengan rekan kerja karena tidak mendapakaÂ
Bila seperti itu, kita tidak akan pernah bisa maju di tempat kerja. Giliran orang lain yang mendapat promosi jabatan, kita hanya bisa iri hati.
Pada akhirnya, bekerja di mana saja itu sebenarnya sama saja. Akan selalu ada 'racun' di tempat kerja yang mungkin muncul.