Unjung-unjung ke rumah orang tua, mertua, kerabat, dan kawan sembari bermaaf-maafan dan menikmati hidangan kue dan makanan, menjadi aktivitas paling menyenangkan di hari Lebaran.
Ketika Lebaran, ada banyak orang yang selera makannya mendadak naik drastis. Mungkin karena menahan makan selama bulan puasa alias ketika berbuka puasa memilih makan seadanya.
Karenanya, bila unjung-unjung Lebaran ke beberapa tempat dan di setiap lokasi disediakan menu hidangan makan, rasanya teramat sayang bila tidak dimakan. Meski sekadar mencicipi.
Batal menikmati makanan Lebaran di Betawi
Bicara makanan Lebaran, seharusnya pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini, saya dan keluarga menikmati sajian kuliner di rumah mertua di Betawi.
Di sana, sudah menjadi tradisi, ketika Lebaran, eyang uti nya anak-anak akan masak besar. Sehari sebelum Lebaran, Yangti (begitu anak-anak memanggil beliau) sudah memasak rendang, sambal goreng ati dalam porsi besar. Itu belum termasuk opor ayam dan juga ketupat.
Yangti merasa perlu memasak porsi besar karena sebagai sosok yang dituakan, semua kerabat memang sowan ke rumahnya. Apalagi bila ketambahan kami yang datang dari Jawa Timur.
Nah, bila menunya seperti itu, siapa coba yang tidak tergoda untuk makan? Serasa pengen makan terus selama berlebaran di sana.
Terlebih, Betawi itu merupakan salah satu "surga kuliner". Ada banyak kuliner enak di sana. Kebetulan, rumah Yangti tidak jauh dari pasar yang terdapat beberapa penjual kuliner enak.
Ada lontong sayur, ketoprak, soto mie, tekwan, laksa, rujak serut, bubur ayam, hingga warung tegal yang menurut saya menunya khas Betawi. Serasa bernostalgia ketika dulu pernah setahun bekerja di sana sewaktu masih bujangan.
Saat Lebaran empat tahun lalu, selama kurang lebih seminggu mudik di Betawi, satu demi satu kuliner itu saya coba. Mumpung anak-anak bisa seru-seruan sama sepupunya di Jakarta, saya dan istri bisa berdua hunting kuliner.
Tapi, rencana berlebaran di Betawi itu batal karena adanya larangan mudik dari pemerintah. Entah karena pertimbangan situasi pandemi yang belum mereda atau karena kabar tsunami Covid-19 di luar negeri yang mengerikan.
Padahal, kami sempat berharap bisa mudik ke Betawi. Sebab, sejak awal tahun, jumlah kasus Covid-19 menunjukkan tren menurun. Melandai. Karenanya, ada harapan ketika Lebaran, sudah bisa mudik.
Namun, yang terjadi terjadilah. Untuk kali ketiga, kami tidak bisa berlebaran di Betawi. Kok tiga kali?
Tiga kali karena biasanya kami bergantian berlebaran di Betawi dan Sidoarjo. Tahun 2019 kami berlebaran di Sidoarjo. Harusnya, tahun 2020 lalu waktunya ke Betawi. Ternyata...
Makanan Lebaran Sidoarjo, Kupang Lontong dan Lontong Lodeh
Toh, meski batal menyantap nikmatnya masakan Yangti, bukan berarti tidak bisa menikmati makanan Lebaran. Meski tidak memiliki kuliner enak sekaya Betawi, Sidoarjo juga memiliki ragam kuliner yang mantap.
Saat Lebaran, bila ke rumah ibu, selalu ada menu kare ayam kampung yang rutin jadi masakan andalan ibu di hari raya. Sejak saya bocah dulu, ibu memang rutin membuat kare pas Idul Fitri.
Yang paling ditunggu adalah silaturahmi ke rumah mbah buyut. Rumahnya ada di kampung kupang lontong yang merupakan salah satu kuliner khas Sidoarjo.
Sejak dulu, ketika Lebaran, mbah memanggil penjual kupang lontong langganan ke rumah. Jadilah kami menikmati sepiring kupang lontong yang menurut saya salah satu yang paling enak di Sidoarjo.
Bagi yang belum pernah tahu kupang lontong, bisa 'unjung-unjung' ke Google untuk mencari tahu eh mencari kupang. Bagi yang ingin mencicipi, monggo bisa datang ke Sidoarjo.
Salah satu kuliner favorit lainnya di saat Lebaran adalah rujak cingur. Di Hari Lebaran, tidak sulit menemukan penjual rujak cingur di Sidoarjo. Ada yang memang terbiasa berjualan. Ada yang mendadak jualan. Semuanya ramai pembeli. Bahkan antre.
Namun, untuk menikmati kuliner ini, saya tidak mau mengumbar keinginan makan. Sebab, paduan petis dan pedas, bila berlebihan bisa berakibat kurang bagus bagi perut.
Menikmati makanan Lebaran boleh, tapi tetap jaga kesehatan
Tidak ada larangan menikmati makanan Lebaran. Anggap saja bagian dari merayakan hari kemenangan dengan makan bersama keluarga. Terlebih bila bertujuan untuk menyenangkan tuan rumah yang sudah membuat masakan.
Namun, penting untuk tetap mengontrol keinginan makan selama Lebaran. Setelah berpuasa sebulan penuh, jangan menjadikan hari raya sebagai waktu untuk "balas dendam" meluapkan keinginan menyantap hidangan sebanyak mungkin.
Jangan kalap makan selama Lebaran. Makan secukupnya saja. Bukankah diri kita yang paling paham ketahanan fisik dan kapasitas perut alias level kekenyangan kita?
Sebab, bila kita kalap makan selama Lebaran, itu sama saja mengundang datangnya penyakit. Kolesterol bisa mendadak naik karena banyak makan makanan mengandung santan.
Asupan makanan yang asin dan berlemak tinggi juga bisa menyebabkan hipertensi. Lalu, menyantap kue manis dan minum-minuman manis, bila berlebihan akan membuat kadar gula  mendadak melonjak naik.
Setelah hampir seminggu berlebaran, setelah menyantap berbagai makanan Lebaran, Anda bisa merasakan sendiri.
Apakah kondisi tubuh Anda tetap sehat bugar? Ataukah malah merasakan gejala kadar kolesterol jahat di dalam tubuh sudah berlebih. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H