Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Resolusi Sehat Saat Ramadan dan Kita yang "Malu-malu tapi Mau Gorengan"

9 April 2021   17:07 Diperbarui: 9 April 2021   22:07 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bakwan jagung (Gekko Gallery/shutterstock via kompas.com)

Miliaran penduduk bumi mungkin sudah membuat resolusi jelang momen pergantian tahun lalu. Ada harapan yang dipanjatkan agar tercapai di tahun yang baru.

Meski, kali ini, resolusi itu boleh jadi berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Resolusinya nggak neko-neko, hanya berharap tetap sehat.

Sebab, semua orang tahu, ketika banyak orang sakit dan berpulang di masa pandemi ini, kesehatan adalah yang utama. Sehat dulu, baru bisa ngapa-ngapain. 

Menjelang datangnya bulan puasa Ramadan, banyak orang juga berdoa bisa tetap sehat. Sebab, ketika sehat, kita bisa menunaikan puasa dan ibadah lainnya di bulan Ramadan secara maksimal.

Sebab, rasanya sedih bila Ramadan datang tapi kita dalam kondisi sakit. Kita jadi tidak bisa merasakan nikmatnya Ramadan. Saya pernah mengalami kondisi seperti itu beberapa tahun silam.

Nah, untuk tetap sehat selama Ramadan, tentu tidak bisa sebatas berdoa. Tidak bisa sekadar berucap, "aku ingin sehat". Namun, harus ada upaya untuk mau sehat. Salah satunya dengan menjaga asupan makanan.

Tidak sulit untuk membaca informasi perihal korelasi makanan dan kesehatan ini. Ada banyak tautan berita yang muncul bila kita mencarinya di mesin pencari Google.

Beberapa kawan, baik dokter maupun mereka yang awam tentang kesehatan, juga seringkali berpesan bahwa tubuh sehat itu dipengaruhi dua hal, apa makanan yang kita makan dan juga cara kita menjaga pikiran (tidak stres).

Kita yang "Malu-malu Tapi Mau" Gorengan

Saya mengamini itu. Bahwa, apa yang kita makan, sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan. Bila makan kita nggak bener, ya bersiaplah sakit.

Semisal bila terlalu banyak mengonsumsi makanan berminyak--sebut saja gorengan--bisa berisiko munculnya penyakit. Begitu juga bila kebanyakan memakan makanan pedas. 

Terkait gorengan dan makanan pedas ini, saya dan mungkin juga sampean (Anda) kerapkali malu-malu tapi mau. Maksudnya, kita tahu bahwa terlalu sering makan gorengan itu tidak bagus bagi kesehatan.

Namun, ketika kita pelihat penjual gorengan di pinggir jalan dan tergoda oleh tampilan gorengannya, tanpa berpikir panjang langsung beli. Atau, ketika disodorkan gorengan di tempat kerja, kita tidak ragu memakannya.

Selama Ramadan, gorengan menjadi 'primadona' bagi kebanyakan orang. Susah untuk menghindari godaan gorengan (Foto: cookpad.com)
Selama Ramadan, gorengan menjadi 'primadona' bagi kebanyakan orang. Susah untuk menghindari godaan gorengan (Foto: cookpad.com)
Saya pun terkadang begitu. Entah sudah berapa kali berujar, "mulai besok setop beli gorengan". Memang sempat bisa menjalani, tapi nggak lama, paling beberapa minggu saja.

Lantas, kembali tergoda mencicipi ke gorengan, apalagi gorengan yang namanya ote-ote (bakwan/bala-bala). Duh, itu susah untuk ditolak.

Belum lagi bila malam harinya, tergoda nasi dan mie goreng, atau juga nasi sambelan yang lauknya juga digoreng.

Sebenarnya, saya paham, paduan gorengan dan sambal, juga es (kalau yang ini sudah lama nggak doyan) itu bisa jadi sumber penyakit apalagi bila dikonsumsi kontinyu.

Ancaman radang tenggorokan bisa datang kapan saja. Belum lagi bila kena penyakit lain seperti sakit perut hingga typus karena kebanyakan mengonsumsi sambal, telat makan, kurang minum air putih, atau juga kurang istirahat.

Mengubah Kebiasaan Makan Jelang Ramadan

Namun, beberapa minggu menjelang datangnya Ramadan, saya benar-benar bertekad untuk menjauhi gorengan dan kawan-kawannya itu.
Apalagi gorengan yang dibeli di pinggir jalan yang minyaknya sampai menghitam itu.

Kalaupun masih mengonsumsi gorengan, palingan yang digoreng istri di rumah. Utamanya untuk lauk makan semisal tempe atau ayam. Toh itu untuk pelengkap makan sayur. Toh, itu nggak setiap hari.

Pendek kata, saya ingin menyapa Ramadan dalam kondisi sehat bugar. Saya berharap bisa menikmati Ramadan tahun ini. Bisa berpuasa dan menunaikan ibadah lainnya di bulan mulia ini.

Meski, saya tahu, ketika puasa nanti, godaan mencicipi gorengan selepas berbuka itu pasti ada. Malah, itu seolah sudah menjadi tradisi bagi kita. Seolah, gorengan ketika bulan puasa, jauh lebih menggoda.

Sebenarnya, mengubah "budaya" nyemil gorengan ini bisa dilakukan. Saya pun sudah mencoba memulainya. Selama ini, saya mengalihkan konsumsi gorengan ke buah-buahan.

Semisal membeli pepaya, jeruk, pisang, atau srikaya. Toh, harganya juga tidak beda jauh dengan gorengan. Duit 10 ribu yang biasanya untuk membeli gorengan, bisa dialihkan untuk membeli pepaya, pisang, atau srikaya.

Bisa juga beralih ke umbi-umbian yang direbus atau dikukus, semisal ubi atau ketela, bisa juga pisang. Toh, itu nyaman dimakan.

Yang penting, ada kemauan untuk beruba daripada sakit. Karena kalau sudah sakit, yang ada hanya menyesal belakangan. Menyesal mengapa tidak menjaga asupan makanan.

Karenanya, sebelum menyesal, hayuuk menjaga makan. Agar, doa supaya tetap sehat selama Ramadan nanti, bisa sesuai harapan. Salam sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun