Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Yuta Watanabe, "Bocil" Pengukir Sukses Bulutangkis Jepang

22 Maret 2021   09:00 Diperbarui: 22 Maret 2021   09:10 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski, gelar All England ini gregetnya kurang dibandingkan saat mereka juara pada 2018 lalu. Sebab, Yuta/Arisa tidak bertemu lawan sepadan. Utamanya setelah juara bertahan dan unggulan 1 asal Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva dipaksa mundur dari turnamen.

Sepanjang turnamen, Yuta/Arisa selalu menang straight game. Dari tujuh lawan yang dihadapi sejak babak pertama, tidak ada satupun yang bisa mendapatkan 20 poin. Tidak pernah terjadi setting point.

Bahkan, pasangan Inggris, Marcus Ellis/Lauren Smith yang oleh pendukungnya diharapkan bisa juara usai pemain Indonesia dipaksa kalah walk out, nyatanya malah 'dibantai' dengan skor telak. Yuta/Arisa mengalahkan Ellis/Smith 21-10, 21-18 di smeifinal.

Lalu di final kemarin, Yuta/Arisa memenangi 'duel saudara' melawan pasangan Yuki Kanek/Misaki Matsutomo. Pasangan gabungan yang dicomot dari ganda putra dan ganda putri ini mereka kalahkan 21-14, 21-13.

Saya membayangkan, andai Yuta/Arisa bertemu Praveen/Melati di final, rasanya laga final akan berlangsung lebih seru. Saya yakin, Yuta/Arisa pasti akan lebih puas bila bisa juara dengan mengalahkan juara bertahan.

Tapi, itulah potret All England tahun ini. Turnamen bulutangksi tertua di dunia yang oleh para badminton lovers, dianggap tak ubahnya turnamen biasa seiring tidak tampilnya beberapa pemain top dunia. Apalagi setelah seluruh pemain top asal Indonesia dipaksa mundur.

Kembali ke Yuta, dia tidak hanya mengukir sejarah baru di sektor ganda campuran. Yuta juga membuka jalan bagi sukses ganda putra Jepang di ajang All England.

Tahun lalu, saat Yuta/Endo juara All England 2020, mereka menjadi ganda putra pertama Jepang yang jadi juara di sana sejak tahun 1899. Kala itu, mereka menang rubber game dengan skor ketat atas ganda Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya.

Kemarin, Yuta/Endo berhasil mempertahankan gelarnya. Mereka jadi juara All England 2021 usai menang rubber game atas rekan senegaranya, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda.

Lagi-lagi, saya hanya bisa berandai-andai. Seandainya Yuta/Endo bertemu Marcus/Kevin di final (sesuai jalur drawing), rasanya itu akan sangat seru. Ulangan final tahun lalu. Marcus/Kevin pastinya penasaran ingin revans dan mengalahkan lawan yang sulit mereka taklukkan. Namun, itu hanya lamunan yang tidak akan terjadi.

Sukses Yuta/Endo menjadi juara beruntun di ganda putra di All England, membuat mereka kini sejajar dengan nama-nama top. Mereka mengikuti Marcus/Kevin, Ricky Subagja/Rexy Mainaky, Li Yongbo/Tian Bingyi, dan Kim Moon-soo/Park Joo-bong yang juga pernah juara beruntun di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun