Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kala "Perginya" Hewan Piaraan Seperti Kehilangan Bagian Keluarga

16 Maret 2021   09:17 Diperbarui: 16 Maret 2021   12:08 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat jalan Chero. Tadi malam, dia harus tidur di tempat istirahat terakhirnya/Foto pribadi

BAGAIMANA rasanya ketika baru tiba di rumah tapi harus bersegera menggali kubur?

Menggali tempat peristirahatan terakhir untuk binatang kesayangan yang mendadak 'pergi tak pernah kembali'.

Situasi itu yang saya rasakan tadi malam. Ketika salah satu kucing piaraan di rumah, ditemukan meninggal di halaman. Jasadnya tersembunyi di antara pot-pot bunga. Badannya sudah kaku.

Entah kenapa. Kami hanya bisa menduga. Mungkin ditabrak orang, tapi kok nggak ada tanda lukanya. Mungkin juga keracunan. Semisal ada orang nggak sengaja menghidangkan makanan beracun untuk tikus, malah dia yang makan. Mungkin juga...

Yang jelas, dia harus segera dikubur. Agar baunya yang mulai menyengat tidak semakin menyengat. Karenanya, setelah berganti baju, saya langsung mengambil peralatan mengubur. Linggis dan cangkul.

Sebenarnya, itu bukan pengalaman pertama bagi saya menggali kubur untuk kucing. Dalam beberapa tahun terakhir, mungkin sudah empat lima kali saya mengubur kucing.

Beberapa kucing yang pernah tinggal di rumah (meskipun tidak sejak kecil), mendadak 'pergi tanpa pesan'. Tahu-tahu tak bernyawa. Macam-macam kejadian kematiannya.

Beberapa tahun lalu, malah pernah, ada kucing mati ditaruh begitu saja di tanah kosong seberang rumah. Karena baunya menyengat, saya lantas menguburkannya.

Entah siapa yang melakukan itu. Sungguh tega. Memperlakukan kucing mati bak membuang tisu bekas pakai di tempat sampah. Apa susahnya menguburkan binatang yang sudah mati.

Kehilangan hewan piaraan bikin baper

Tadi malam, meski bukan pertama kalinya menguburkan kucing, tapi perasaan itu masih sama seperti ketika pertama atau kedua menguburkannya. Sedih. Terbawa perasaan. Baper. Masih sama.

Persis yang digambarkan dalam artikel berjudul "A pet's death can hurt more than losing a fellow human" yang dikutip dari popsci.com. Di artikel tersebut, para ahli menyimpulkan bila kematian binatang peliharaan bisa lebih menyedihkan daripada kematian teman dan keluarga.

Menurut Leslie Irvine, seorang sosiolog di University of Colorado-Boulder menyebut, tidak mengherankan jika seseorang berduka setelah kehilangan hewan peliharaannya. Itu karena mereka sudah menganggap hewan yang dipiara tersebut sebagai bagian dari anggota keluarga.

"It's not surprising to me that we feel such grief over the loss of a pet, because in this country at least they are increasingly considered family members," ujar Leslie Irvine dikutip dari https://www.popsci.com/pet-death-grief/.

Karena kebanyakan umur binatang piaraan tidak selama umur manusia, maka kita mungkin akan sering mendapati kematian binatang piaraan. Itu bisa menjadi pengalaman pertama bagi yang memeliharanya. Ataupun pengalaman sedih yang berulang-ulang.

Tapi yang jelas, seperti yang saya rasakan, baik pertama, kedua, ataupun kelima, kematian hewan piaraan tersebut akan membuat 'tuannya' jadi baper, sedih, dan traumatis.

Mengutip ujaran Irvine, di era sekarang ini, ada banyak manusia yang tidak lagi sekadar menganggap hewan piaraan sekadar aksesori. Namun, mereka menganggapnya sebagai makhluk yang punya rasa.

Hewan piaraan dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Sebab, dia ikut membentuk bagaimana cara kita hidup.

Ambil contoh, banyak orang yang mau bangun lebih pagi sekadar untuk mengajak anjingnya melakukan jogging. Padahal kalau tidak ada anjing itu, bangun tidurnya mungkin akan lebih siang.

Ada banyak aktivitas lainnya yang dilakukan bersama hewan piaraan. Mungkin terbiasa menonton TV bersama. Bermain bareng. Bahkan, mungkin berbagi ranjang saat tidur.

Kita juga terbiasa melihat mereka setiap hari. Apalagi bila memeliharnya sedari bayi. Kita bisa melihat tumbuh kembang mereka. Kita merasa tergugah bila mereka lapar. Apalagi saat sakit.

Kita merasa punya hubungan dekat dan ikatan emosional dengan mereka. Rasanya mereka sudah seperti bagian keluarga. Karenanya, kehilangan mereka bisa menghadirkan kesedihan mendalam.

Bahkan, kedekatan kita dengan binatang ini bisa dianalisis secara ilmiah. Psikolog dari University of San Francisco, Cori Bussolari menyampaikan, saat seseorang menatap mata anjing, keduanya akan mengalami peningkatan kadar oksitosin atau hormon cinta.

Hormon inilah yang mengatur interaksi sosial dengan makhluk lain. Biasanya manusia akan melepaskan oksitosin saat menjadi orang tua dan melihat anak-anaknya baru lahir.

"Saya yakin, jika Anda melakukan studi itu pada binatang lainnya (selain anjing), hasilnya akan sama," ujar Bussolari.

Merespons benar kabar kematian hewan piaraan

Karenanya, bila sampean (Anda) mendapati ada teman dekat yang kehilangan binatang kesayangannya, sudah seharusnya Anda ikut berbelangsungkawa. Ikut merasakan kesedihan yang dia rasakan.

Ya, penting untuk tidak keliru dalam merespons kabar dari kawan yang tengah berduka karena kehilangan hewan piaraannya.

Jangan sekali-kali sampean dengan mudahnya bilang begini: "ah, cuma hewan piaraan, kenapa kok ditangisi?". Atau juga ujaran: "jangan lebay ah, kan bisa nyari gantinya".

Memang, tidak semua orang bisa memahami dampak sosial dari kabar duka (selain manusia) tersebut. Terutama mereka yang memang tidak pernah punya binatang piaraan.

Namun, sampean perlu tahu, ucapan seperti itu bisa terdengar sangat menyakitkan bagi sang pemilik binatang peliharaan. Bilapun itu sekadar diniatkan untuk guyonan ataupun menghibur, dampaknya bisa membuat pertemanan menjadi memburuk.

Tadi malam, saya pun ikut merasakan apa yang digambarkan dalam artikel berjudul "A pet's death can hurt more than losing a fellow human" itu.

Begitu tahu kucing berwarna oranye yang kami beri nama Chero itu tiada, rasanya mendadak sedih. Pulang ke rumah yang seharusnya untuk melepas lelah, malah sempat blank. Kaget.

Sudah dua tahunan dia menemani kami. Sejak tetangga sebelah rumah yang merupakan pemilik keduanya, menawarkan ke kami agar memeliharanya. Sejak itu, dia dekat dengan kami.

Tinggal, berteduh, meminta makan, dan terkadang tidur di rumah kami. Keberadaannya sudah seperti menjadi bagian keluarga yang dengan segala tingkah polanya, ikut mengisi hari-hari kami.

Setelah kepergiannya, kami hanya bisa mengenangnya.

Chero yang setiap saya menulis, senang rebahan manja di kaki. Chero yang tidak pernah galak, tidak pernah mengeluarkan cakarnya bila dipeluk-peuk oleh kami.

Chero yang ketika makan bareng dengan kucing-kucing kecil di rumah, selalu mengalah. Tidak mentang-mentang kucing gedhe, lantas mendominasi saat makan bareng. Dewasa sekali dia.

Chero yang ketika bertambah besar, bila malam senang tidur di luar, tetapi setiap pintu rumah dibuka saat Shubuh, sudah mengeong meminta sarapan.

Ah, kamu akan dirindukan, Chero. Kepergianmu membuat kami larut dalam haru. Ya, you'll be missed.

Buat sampean yang masih punya binatang piaraan, hayuuk lebih diperhatikan dan sayangi mereka. Sebab, kita tidak tahu kapan berpisah dengan mereka. Selamat jalan Chero!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun