Bahkan, kedekatan kita dengan binatang ini bisa dianalisis secara ilmiah. Psikolog dari University of San Francisco, Cori Bussolari menyampaikan, saat seseorang menatap mata anjing, keduanya akan mengalami peningkatan kadar oksitosin atau hormon cinta.
Hormon inilah yang mengatur interaksi sosial dengan makhluk lain. Biasanya manusia akan melepaskan oksitosin saat menjadi orang tua dan melihat anak-anaknya baru lahir.
"Saya yakin, jika Anda melakukan studi itu pada binatang lainnya (selain anjing), hasilnya akan sama," ujar Bussolari.
Merespons benar kabar kematian hewan piaraan
Karenanya, bila sampean (Anda) mendapati ada teman dekat yang kehilangan binatang kesayangannya, sudah seharusnya Anda ikut berbelangsungkawa. Ikut merasakan kesedihan yang dia rasakan.
Ya, penting untuk tidak keliru dalam merespons kabar dari kawan yang tengah berduka karena kehilangan hewan piaraannya.
Jangan sekali-kali sampean dengan mudahnya bilang begini: "ah, cuma hewan piaraan, kenapa kok ditangisi?". Atau juga ujaran: "jangan lebay ah, kan bisa nyari gantinya".
Memang, tidak semua orang bisa memahami dampak sosial dari kabar duka (selain manusia) tersebut. Terutama mereka yang memang tidak pernah punya binatang piaraan.
Namun, sampean perlu tahu, ucapan seperti itu bisa terdengar sangat menyakitkan bagi sang pemilik binatang peliharaan. Bilapun itu sekadar diniatkan untuk guyonan ataupun menghibur, dampaknya bisa membuat pertemanan menjadi memburuk.
Tadi malam, saya pun ikut merasakan apa yang digambarkan dalam artikel berjudul "A pet's death can hurt more than losing a fellow human" itu.
Begitu tahu kucing berwarna oranye yang kami beri nama Chero itu tiada, rasanya mendadak sedih. Pulang ke rumah yang seharusnya untuk melepas lelah, malah sempat blank. Kaget.