Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pep Guardiola dan Pelajaran "Mengatasi Masalah Tanpa Masalah"

10 Februari 2021   17:09 Diperbarui: 11 Februari 2021   16:26 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pep Guardiola, membawa Manchster City yang bermasalah di musim lalu, kini jadi calon kuat juara Liga Inggris/Foto: Sky Sports

Dalam panggung sepak bola, masalah bisa muncul kapan saja. Sebuah tim bisa dihantam masalah tanpa ada gejala. 

Tapi yang pasti, masalah bukan untuk diratapi. Bukan pula untuk dibiarkan. Masalah hanya perlu dicarikan solusi. Bila solusi sudah ketemu, sukses hanya tinggal menunggu waktu.

Itu rumus umum yang berlaku bagi semua orang. Bahwa, semua orang bisa mengalami masalah. Tapi, semua orang juga bisa keluar dari masalah. Yang berbeda mungkin kemampuan dan kecepatan tiap orang dalam menemukan solusi.

Pelatih tenar, Pep Guardiola juga tidak lepas dari masalah. Musim lalu, dia punya masalah pelik di tim yang dilatihnya, Manchester City. Pertahanan timnya keropos. Imbas cederanya bek andalan, Aymeric Laporte.

Masalah itu ternyata susah diatasi. Stok bek yang ada ternyata bermain buruk. Guardiola sudah melakukan tambal sulam. Pemain tengah asal Brasil, Fernandinho, dipaksa jadi bek. Namun, penampilan City kurang sesuai harapan.

Sepanjang Liga Inggris musim 2019/20, City kalah sembilan kalah. Jumlah kalah terbanyak sejak tim itu dilatih Guardiola di awal musim 2016/17. Dampak dari masalah itu, City kalah bersaing dengan Liverpool di Liga Inggris. Mereka jauh tertinggal.

Manchester City hanya menjadi runner-up. Peringkat kedua. City hanya meraih Piala Liga (EFL Cup). Padahal, di musim sebelumnya, mereka meraih 'domestic treble'. Tim pertama Inggris dalam sejarah yang meraih tiga 'piala lokal' dalam semusim.

Toh, masalah memang hanya perlu dicarikan solusi. Guardiola lalu menyiapkan langkah solutif. Menyambut musim 2020/21, dia tidak latah belanja pemain. Bak istri yang bijak dalam belanja kebutuhan rumah tangga, dia hanya belanja seperlunya. 

Tahu timnya bermasalah di pertahanan, Guardiola membeli bek. Tidak hanya satu. Tapi dua. Pertama, bek Timnas Belanda, Nathan Ake (25 tahun), dibeli dari Bournemouth pada 5 Agustus 2020.

Anak muda yang dibesarkan akademi Chelsea tapi hanya sebentar saja bermain di sana lantas melakoni 'episode' peminjaman di beberapa klub lain, dicomot City dengan harga 41 juta pounds.

Usai Ake, City kembali belanja bek. Kali ini bek Timnas Portugal, Ruben Dias (23 tahun) dibeli dari Benfica pada 29 September 2020. Harganya cukup mahal untuk ukuran pemain muda, 51 juta pounds.

Toh, di sepak bola, ada harga ada kualitas. Pemain mahal umumnya sepadan dengan kualitasnya. Meski, ada juga pemain berharga mahal yang ternyata kualitasnya seperti "barang kw".

Hanya itu belanja City menyambut musim 2020/21 plus pemain sayap kurang terkenal, Ferran Torres. Guardiola tidak merasa perlu menambah pemain top di lini depan. Meski, Sergio Aguero (32 tahun) mulai gampang cedera. Sementara Gabriel Jesus (23 tahun) masih sering 'masuk angin' alias penampilannya tidak konsisten.

Guardiola bukannya pelit belanja pemain. Justru, dia belanja pemain berdasarkan prinsip "problem solving". Mengatasi masalah. Pemain yang dibeli memang sesuai kebutuhan. Mereka diharapkan bisa menjadi solusi dari kekurangan City di musim sebelumnya.

Manchester City sempat terseok di awal musim 2020/21

Toh, di sepak bola, tidak berlaku mantra sim salambim. Tidak ada cerita, masalah selesai dalam sekejap. Namun, semua butuh proses. Guardiola pun mengalami itu.

Di pekan-pekan awal Liga Inggris musim 2020/21, meski sudah membenahi lini pertahanan, penampilan City masih labil. Mereka menang, kalah, imbang di tiga laga pertama.

City bahkan pernah kalah memalukan, 2-5 di kandang sendiri dari Leicester City pada pekan ke-2, 27 September 2020 lalu. Mereka juga kalah dua gol dari Tottenham Hotspur (22/11).

Dari 12 laga awal, Manchester Biru meraih lima kemenangan, lima hasil imbang, dan dua kali kalah. Itu jelas bukan start hebat tim calon juara. Lha wong City sudah kehilangan 16 poin. Hanya meraih 20 poin dari kemungkinan 36 poin.

Situasi bertambah pelik bagi Guardiola. Sebab, timnya bukan hanya melakoni masa transisi di pertahanan seiring hadirnya pemain baru. Lini serang timnya juga sempat bermasalah. Mereka sulit mencetak gol. Ditambah dengan cederanya Aguero.

Usai kekalahan dari Tottenham, Micah Richards, mantan pemain City yang kini jadi pundit  Sky Sports, menyebut Guardiola punya masalah dobel yang harus segera diberesi. Micah menyebut Guardiola tidak punya pemain yang ditakuti lawan imbas kebijakan transfer yang biasa saja.

"It is just that fear factor as well. They are top players but they are missing that cutting edge," ujar Micah

Situasi itu sempat membuat Manchester City jauh dari papan atas. Hingga pergantian tahun, bahkan sampai pertengahan Januari 2021 lalu, timnya Guardiola sama sekali tidak pernah memimpin klasemen.

Malah, Tottenham, Leicester, Liverpool, dan juga Manchester United yang bergantian memimpin klasemen. City tidak pernah ikut dalam hiruk pikuk pemberitaan tim papan atas.

Hingga di pekan ke-13, upaya Guardiola membangun tim dengan beberapa wajah baru mulai terlihat. Meski melangkah pelan, tapi langkah City sangat pasti. Mereka tidak lagi tersandung.

Sejak pekan ke-13 hingga 10 pekan kemudian, Manchester City tidak pernah lagi kehilangan poin. Mereka selalu menang. Chelsea dilibas 1-3 di kandangnya. Aston Vila dikalahkan 2-0. Hingga, kemenangan hebat 4-1 atas Liverpool d Anfield pada akhir pekan kemarin (7/2).

Meraih 30 poin dalam 10 pekan membuat City meroket. Mereka menguasai puncak klasemen. Terlebih, tim-tim pesaing seperti Manchester United dan Liverpool, di luar dugaan beberapa kali kehilangan poin (imbang maupun kalah).

Kini, City memimpin klasemen dengan 50 poin dari 22 pertandingan. Manchester United ada di posisi 2 dengan 45 poin. Liverpool di pringkat 3 dengan 43 poin. Keduanya sudah memainkan 23 pertandngan. Artinya, City berpeluang semakin unggul jauh.

Bersama Guardiola, City bakal sulit dikejar

Memang, kompetisi masih panjang. Masih ada 15 pertandingan. Namun, semua tahu, Guardiola sukses membawa perubahan sejak masuk ke Manchester City pada musim 2016/17 lalu.

Dia mampu mengubah Manchester City yang "tidak punya sejarah", menjadi tim paling konsisten dalam empat musim terakhir. Dua kali juara dalam empat tahun.

Guardiola membawa kultur pemenang. Dia tahu caranya melakoni kompetisi yang panjang. City bisa konsisten menang. Itu yang membuat mereka bisa meraih rekor 100 poin di Liga Inggris saat juara di musim 2017/18.

Termasuk di musim ini, saat mereka ada di puncak klasemen, akan sulit bagi tim lain untuk mengejar. Apalagi, mereka semakin pede dan unggul jarak 5-8 poin dengan para pesaing.

Simak komentar Guardiola seusai kemenangan atas Liverpool.

"Ketika kalian bisa mengalahkan juara bertahan, kepercayaan diri kalian bisa setinggi langit".

Ya, kemenangan beruntun dalam 10 pertandingan, plus menghajar Liverpool di kandangnya,  menjadi bukti City tengah on fire. Ganas.

Guardiola telah mampu mengatasi masalahnya musim lalu. Lini pertahanan City kini sudah solid. Duet Ruben Dias dan John Stones di sentral pertahanan, sudah padu. Di 10 laga itu, gawang City hanya kemasukan 2 gol saja.

Bahkan, Guardiola bisa mengatasi masalah tanpa masalah. Sebab, bukan hanya pertahanan yang beres. Lini depan City juga menggila.

Di lini serang, meski seringkali tanpa Aguero, City tak kesulitan mencetak gol. Sebab, City memiliki pemain tengah yang agresif dan haus gol. Sebut saja Ilkay Gundogan, Bernardo Silva, dan Kevin de Bruyne. Plus dua winger, Raheem Sterling dan Riyadh Mahrez. 

Faktanya, Manchester City mampu membuat 25 gol dalam 10 laga terakhir.

Bukankah kemenangan 4-1 atas Liverpool juga diraih tanpa Aguero?

Bahkan, sejak awal, Guardiola tidak memainkan penyerang tengah di laga itu. Gabriel Jesus baru dimainkan di menit ke-72. Guardiola malah memasang anak muda berusia 20 tahun, Phil Foden sebagai "false 9".

Performa ganas itu datang di saat tepat. Ketika City melakoni jadwal berat pada Februari ini. Usai Liverpool, City akan menghadapi Tottenham Hotspur pada Minggu (14/1). Berlanjut, Everton, Arsenal, dan West Ham United selama Februari ini.

Namanya bola itu bundar dan sulit ditebak, bisa saja City kehilangan beberapa poin di laga itu.

Namun, dengan penampilan terkini City dan jarak poin yang ada, sulit membayangkan MU ataupun Liverpool bisa mengejar mereka di 16 laga sisa mereka. Lha wong malah MU dan Liverpool yang sering kehilangan poin.

Karenanya, saya tidak akan kaget andai Mancheser City bisa juara Liga Inggris 2020/21. Sebab, Guardiola memang sudah berhasil mengatasi masalah di timnya. Terlebih, pesaing terberat mereka di tiga musim terakhir, Liverpool sedang loyo.

Dari Guardiola kita bisa belajar. Salah satu kunci sukses seorang pimpinan itu ada pada cara merespons masalah. Bahwa, masalah langsung diatasi pada akarnya. To the point. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun