Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Saya Ingin Menulis tapi Tidak Suka Membaca, Bolehkah?"

5 Januari 2021   13:35 Diperbarui: 10 Januari 2021   16:53 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis (Sumber: slasnyi/Fotolia)

Saya sering memotivasi mereka agar senang menulis. Bahwa bila memiliki skill menulis, mereka tidak perlu menunggu lulus kuliah untuk bisa mendapatkan penghasilan dan mandiri.

Termasuk mengajak mereka menulis di Kompasiana dengan "iming-iming" mereka bisa mendapatkan banyak hal. Teman. Peluang personal branding. Hingga duit.

Membaca tidak hanya berupa koran atau buku, tetapi juga bisa membaca di gawai. Membaca menjadi proses penting bila ingin menghasilkan tulisan yang berisi/Foto: Futureloka
Membaca tidak hanya berupa koran atau buku, tetapi juga bisa membaca di gawai. Membaca menjadi proses penting bila ingin menghasilkan tulisan yang berisi/Foto: Futureloka
Stigma keliru tentang membaca

Lalu, apa jawaban saya merespons pertanyaan itu?

Pertanyaan dari mahasiswa tersebut sebenarnya tidak keliru. Dia malah jujur menyampaikan apa yang dia rasakan. Bagi saya, masalahnya hanya ada di membaca. Kabar bagusnya, dia memiliki keinginan menulis.

Menurut saya, mahasiswa tersebut mungkin bukan malas membaca. Tetapi lebih karena memiliki pemahaman yang keliru tentang membaca.

Bahwa, membaca mungkin diidentikkan dengan hanya membaca buku atau koran yang itu jelas memakan banyak waktu. Kebanyakan anak muda era gawai berpendapat seperti itu.

Karena pendapat keliru itu, sebagian dari mereka merasa membaca itu aktivitas yang buang-buang waktu. Nggak asyik.

Dampaknya, tidak mengherankan bila animo membaca mahasiswa era sekarang, tidak setinggi seperti era ketika saya jadi mahasiswa dulu.

Di awal tahun 2000-an dulu, perpustakaan di kampus masih menjadi tempat nongkrong paling asyik. Kini, cafe dan warkop ber-wifi lah yang dianggap tempat paling menyenangkan.

Karenanya, saya memilih untuk memperbaiki pandangannya tentang membaca. Bahwa, membaca itu tidak hanya membaca buku dan koran sehingga kesannya membosankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun