Libur telah usai, saatnya kembali belajar. Bersiap-siap kembali stres. Anak kembali belajar di rumah, orang tuanya yang kembali dihantui stres.
Ya, bagi sebagian orang tua yang selama 'sekolah daring' tahun lalu merasa baik-baik saja, gambaran tersebut mungkin dianggap berlebihan. Lebay. Apa iya, hanya karena mendampingi anak belajar daring, orang tua jadi stres.
Tetapi memang, orang tua stres karena anaknya belajar daring ini nyata terjadi. Ada cukup banyak informasi yang bisa kita temukan di media online terkait berita orang tua stres ini. Ada juga kabar di sekitar kita. Meski, tidak semua orang tua mengalaminya.
Pengalaman pernah ikut mendampingi anak belajar daring di tahun 2020 lalu, membuat saya mendapati beberapa cerita perihal potret orang tua ketika anaknya belajar di rumah saja. Termasuk cerita orang tua yang rentan stres.
Bahwa, stres pada orang tua tersebut bermacam-macam pemicunya. Bergantung dari tipikal orang tuanya dalam mendampingi putra-putrinya belajar di rumah.
Ada orang tua yang menganggap bahwa tugas-tugas sekolah yang diberikan guru kepada anaknya, nilainya harus selalu sempurna.
Karenanya, ketika anaknya tidak bisa, maka orang tua-lah yang akan mengambil alih kewajiban anaknya. Mereka yang mengerjakan tugas yang dikerjakan di rumah itu. Ketika ternyata tugasnya sulit, maka orang tua pun stres.
Perihal orang tua yang 'hobi' mengerjakan tugas anaknya ini, saya pernah melihatnya langsung. Pernah ketika mengumpulkan tugas anak saya via grup WA, semisal tugas mengarang pelajaran bahasa Indonesia, saya pernah mendapati tulisan temannya yang luar biasa bagus dan rapi.Â
Bukannya berburuk sangka. Tapi ya heran, tulisan anak kelas 2 SD tapi sama sekali tidak terlihat seperti tulisan bocah berumur 7-8 tahun.
Pernah juga mendapati cerita langsung dari teman yang memang melakukan itu. Ada yang karena alasan merasa kasihan sama anaknya tidak bisa mengerjakan tugasnya. Ada juga yang karena ingin nilai anaknya bagus.
Saya dan istri termasuk orang tua yang tidak berpikiran nilai tugas anak harus selalu sempurna sehingga kemudian kami yang mengerjakannya. Kami hanya mendampingi dan memberikan arahan. Selebihnya, anak-anak yang mengerjakan tugas-tugasnya sendiri.