Purnomo tak pernah menyangka. Niatnya untuk ngopi sejenak di warung kopi, malah berujung pahit. Lebih pahit dari kopi pahit yang ia pesan.
Malam itu, dia terjaring razia karena tidak mengenakan masker. Alasannya lupa. Dia pun hanya bisa pasrah ketika petugas mengharuskan dirinya membayar denda sebesar Rp 150 ribu.
"Aku pancen salah mas, lali nggak nggawe masker. Tapi gak eruh nek didendo 150 ewu. Zaman susah koyok ngene malah kudu mbayar dendo (saya memang salah, lupa tidak memakai masker. Tapi tidak tahu bila ada dendanya Rp 150 ribu. Zaman susah seperti ini malah harus bayar denda)," ujarnya.
Selama sepekan kemarin, petugas gabungan di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur memang gencar melakukan operasi yustisi penegakan protokol kesehatan di beberapa ruas jalan.
Seperti di Sidoarjo, dibentuk tim 'Mobile Covid Hunter' yang merupakan gabungan anggota dari unsur TNI, Polri, Satpol PP dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Sidoarjo.
Sementara pihak kejaksaan dan pengadilan negeri membantu menegakkan disiplin protokol kesehatan melalui sidang di tempat bagi pelanggar.
Mereka bertugas di seluruh wilayah Sidoarjo dan menyasar warga yang bandel tidak patuh protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah.
Sejumlah tempat keramaian seperti kafe, warung kopi yang tidak menerapkan protokol kesehatan seperti tidak menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, dan menerapkan jaga jarak, juga bakal ditindak.
Razia dilakukan secara masif. Tak hanya siang, tetapi juga malam. Bahkan hingga tengah malam. Warga yang terbukti melanggar, dikenai sanksi administrasi atau penilangan.
Denda sebagai Efek Jera atau Tega?
Dasar penindakan ini adalah Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 2 tahun 2020 yang mengatur penerapan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Juga Pergub Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).