PSG dengan duet bek asal Brasil, Thiago Silva dan Marquinhos, jelas ingin membuang bola jauh-jauh dari gawang. Sementara pemain-pemain Bayern seperti Robert Lewandowski, Leon Goretzka, Thomas Muller gemas ingin memasukkannya ke gawang.
Yang terjadi, Coman yang berlari coming from behind, lolos dari pantauan bek-bek PSG. Dia lantas menyundul bola. Gol. Itulah gol yang membawa Bayern meraih gelar keenamnya di Liga Champions setelah menunggu selama tujuh tahun.
Ya, Coman-lah yang menjadi lakon utama di final. Bukan nama-nama tenar di Bayern seperti Lewandowski yang berharap meraih gelar Liga Champions pertamanya, atau juga Muller dan Serge Gnabry.
Padahal, di babak-babak sebelumnya, Coman bukanlah pilihan utama pelatih Bayern, Hans-Dieter Flick. Ketika Bayern melawan Chelsea di leg II babak 16 besar, namanya tidak masuk tim.
Lalu, ketika Bayern membuat Barcelona babak belur dengan kemenangan 8-2 di perempat final (15/8), Flick lebih memilih Ivan Perisic yang bermain di sisi sayap kiri dan mencetak gol. Coman baru dimasukkan di menit ke-67. Ia hanya bermain 23 menitan.
Begitu pula ketika Bayern mengalahkan Olympique Lyon 3-0 di semifinal (20/8), Coman baru dimainkan di menit ke-63. Lagi-lagi dia masuk menggantikan Perisic.
Di laga perempat final dan semifinal itu, lakon utamanya adalah Muller, Gnabry, dan Lewandowski. Plus Kimmich yang mengingatkan orang pada Phillip Lahm, mantan kapten Bayern yang piawai membuat assist (umpan berujung gol).
Sementara Coman hanya merasakan "sepi dalam keramaian". Maksudnya, meski timnya menang, dia tidak banyak berperan dalam kemenangan timnya. Baru dini hari tadi, dia akhirnya bisa menjadi figur 'yang diperbincangkan' dalam keramaian pesta juara Bayern.
Coman dan 'mantan' bernama PSG
Saya hanya bisa menebak, alasan apa yang membuat Flick lebih memilih memainkan Coman ketimbang Perisic di final tadi. Apakah karena pertimbangan strategi merujuk lawan yang dihadapi, karena naluri, ataukah memang tahu bila Coman akan bersemangat melawan sang mantan?
Mantan?